© 2001
Saihul Anwar Posted:
23 November 2001 [rudyct]
Makalah Falsafah Sains (PPs 702)
Program Pasca Sarjana / S3
Institut Pertanian Bogor
November 2001
Dosen:
Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
METODE PENELITIAN
KONDISI FUNGSI HIDROLOGIS DAS CIMANUK-CISANGGARUNG DAN BEBERAPA DAS DI P. JAWA
MELALUI ANALISIS HIDROGRAF DAN ANALISIS ANGKUTAN SEDIMEN
Oleh:
Saihul Anwar
NRP A236010051
E-mail: saihul17854@yahoo.com
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Perkembangan pembangunan dibidang pemukiman, pertanian,
perkebunan, industri, ekploitasi sumber daya alam berupa penambangan, dan
ekploitasi hutan menyebabkan penurunan kondisi hidrologis suatu daerah aliran
sungai (DAS). Gejala penurunan fungsi
hidrologis DAS ini dapat dijumpai di beberapa wilayah Indonesia, seperti di P.
Jawa, P. Sumatera, dan P. Kalimantan, terutama sejak tahun dimulainya Pelita I
yaitu pada tahun 1972. Penurunan fungsi hidrologis tersebut menyebabkan
kemampuan DAS untuk berfungsi sebagai
“storage” air pada musim kemarau dan kemudian dipergunakan melepas air sebagai
“base flow” pada musim kemarau, telah menurun.
Ketika air hujan turun pada musim penghujan air akan langsung mengalir
menjadi aliran permukaan yang kadang-kadang menyebabkan banjir dan sebaliknya pada musim kemarau aliran “base
flow” sangat kecil bahkan pada beberapa sungai tidak ada aliran sehingga ribuan
hektar sawah dan tambak ikan tidak mendapat suplai air tawar .
Besarnya
aliran permukaan yang terjadi pada musim penghujan dan berkurangnya luas
kawasan hutan serta semakin luasnya
bagian permukaan tanah DAS yang terbuka menyebabkan erosi permukaan menjadi
semakin besar sehingga angkutan sedimen aliran permukaan bertambah besar
pula. Angkutan sedimen yang terbawa
aliran air akan mengendap di alur sungai bagian sebelah hilir dan pada bangunan
pengairan, seperti bendung, dan saluran irigasi.
Walaupun
masih banyak parameter lain yang dapat dijadikan ukuran kondisi suatu daerah
aliran sungai, seperti parameter kelembagaan, parameter peraturan
perundang-undangan, parameter sumber
daya manusia, parameter letak geografis, parameter iklim, dan parameter
teknologi, akan tetapi parameter air
masih merupakan salah satu input yang paling relevan dalam model DAS untuk
mengetahui tingkat kinerja DAS tersebut, khususnya apabila dikaitkan dengan
fungsi hidrologis DAS. Berdasarkan
pertimbangan hal tersebut maka
pembahasan kondisi DAS dalam makalah ini
memakai hidrograf aliran dan angkutan sedimen sebagai ukuran tingkat
kinerja DAS.
St. Thomas
Aquinas adalah seorang philosophy di Universitas Paris (1225-1274) yang
menganut paham rasionalist dan empirist mengatakan bahwa pembenaran ilmu tidak
hanya dibuktikan dengan logika (rasional) tapi juga harus melalui pembuktian
(empiris), sehingga apabila satu kesimpulan yang ditarik berdasarkan salah satu
alasan saja maka kebenaran ilmu masih diragukan. Akan tetapi sebaliknya apabila dalam pembuktian suatu hipotesis
yang berdasarkan satu parameter saja ditemukan kesalahan maka dapat disimpulkan
bahwa hipotesis tersebut salah. Teori
yang demikian berdasarkan teori “inductive logic” yaitu menarik suatu
kesimpulan umum berdasarkan suatu hal
yang sepesifik. Dengan demikian maka
apabila berdasarkan analisa hidrograph aliran ternyata perbedaan besar debit
pada musim penghujan dan musim kemarau cukup besar dan apabila berdasarkan
analisa angkutan sedimen sungai ternyata besar angkutan sedimen melebihi batas
yang dapat ditoleransi maka dapat disimpulkan bahwa kondisi DAS dalam keadaan
rusak.
Pada model
pengelolaan DAS dibawah input hidrograp aliran air sungai dan input angkutan
sedimen dijadikan sebagai dasar apakah cukup significant hypotesis yang
menyebutkan bahwa kerusakan DAS yang ditunjukkan oleh kedua parameter tersebut.
Apabila hasil analisa menunjukkan tidak cukup significant maka kondisi DAS
disimpulkan dalam keadaan baik sebaliknya apabila cukup significant maka
penelitian dilanjutkan dengan memasukkan input yang lain seperti input
institusi, input sumber daya manusia, input sumber daya alam dan input social
ekonomi.
Hasil analisa dengan masukan masing-masing input tersebut
dipergunakan untuk menentukan kebijakan, strategi dan perencanaan daerah aliran
sungai yang paling tepat dan selanjutnya dituangkan dam program pelaksanaan
pengelolaan DAS.
METODOLOGI
Hidrograf adalah grafik yang menggambarkan hubungan
antara besar aliran persatuan waktu (m3/detik), yang biasa disebut
debit aliran Q, dengan waktu t. Hidrograf yang menggambarkan suatu DAS yang
baik adalah hidrograp yang menggambarkan hubungan yang tidak terlalu berbeda
besar debit aliran pada saat musim penghujan dan musim kemarau. Demikian pula dengan kandungan angkutan
sedimen dalam aliran dapat menggambarkan kondisi suatu DAS.
Menurut Hammer, 1981 apabila kandungan sedimen yang
terdapat dalam aliran telah melampaui batas toleransi (TSL) maka kondisi suatu
DAS dalam keadaan kurang baik. Menurut
Sitanala Arsyad 1998 gambaran umum batasan toleransi erosi di Indonesia
tercantum dalam tabel di bawah:
Tabel No.1 Pedoman Penetapan
Nilai T Untuk Tanah di Indonesia |
||
No |
Sifat Tanah dan
Substratum |
Nilai T (mm/tahun) |
1 |
Tanah sangat dangkal di atas batuan |
0.0 |
2 |
Tanah sangat dangkal di atas tanah sudah melapuk (tidak
terkonsolidasi) |
0.4 |
3 |
Tanah dangkal di atas
bahan telah melapuk |
0.8 |
4 |
Tanah dengan kedalaman
sedang di atas bahan telah melapuk |
1.2 |
5 |
Tanah yang dalam
dengan lapisan bawah yang kedap air di atas substrata yang telah melapuk |
1.4 |
6 |
Tanah yang dalam dengan
lapisan bawah berpermiabelitas lambat di atas substrata yang telah melapuk |
1.6 |
7 |
Tanah yang dalam
dengan lapisan bawahnya berpermiabilitas sedang di atas substrata yang telah
melapuk |
2..0 |
8 |
Tanah yang dalam dengan
lapisan bawah yang permeable di atas substrata yang telah melapuk |
2.5 |
I. Analisis aliran sungai.
Penemuan
ilmu hidrolika pada abad ke dua puluhan yang sebagian besar berdasarkan
pecobaan empiris. Perkembangan ilmu
komputer yang begitu pesat sekarang yang belum banyak dipergunakan oleh para
ilmuwan dalam mengembangkan teori hidrolika pada abad yang lalu, diyakini akan mengilhami penemuan baru dalam teori
hidrolika pada abad ke dua puluh satu ini.
Pengukuran
aliran sungai untuk menghitung dan menggambarkan hidrograph aliran masih
menggunakan cara yang konvensional yaitu dengan mengukur kecepatan pada
ketinggian tertentu untuk mewakili suatu luasan penampang. Pertanyaannya apakah kecepatan tersebut cukup
untuk mewakili?. Jawabannya pasti terdapat kesalahan yang besarnya akan sangat
tergantung dari apakah pelaksanaan pengukuran yang dilakukan sudah sesuai
dengan asumsi yang ditentukan. Kemudian pertanyaannya adalah seberapa besarkah
kesalahan teori kecepatan terhadap kecepatan aliran yang sesunguhnya. Jawabannya, sampai sekarang ilmu pengetahuan
mengenai distribusi kecepatan air masih menggunakan penemuan empiris. Penentuan besar debit aliran sungai
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut yaitu:
1. Pengukuran debit
sungai dilakukan dengan terlebih dahulu mengukur tinggi muka air sungai dengan alat ukur otomatis automatic
water level record (AWLR) atau dengan alat ukur manual ordinary water
level record (OWLR). Pemasangan
alat ukur ini dilakukan pada tempat dimana penampang sungai stabil, alur sungai
relatif lurus, serta bentuk penampang sungai yang teratur.
2. Pengukuran debit
sungai dilakukan beberapa kali pada ketinggian air sungai yang berbeda-beda dengan metode slope area yaitu
dengan membagi-bagi penampang sungai menjadi beberapa pias. Pada contoh dibawah penampang sungai dibagi
menjadi 9 pias yang lebarnya sama.
Kemudian pada masing-masing pias ini dilakukan pengukuran kecepatan
airnya dengan cara sebagai berikut:
a. Apabila kedalaman
sungai cukup dalam maka pengukuran kecepatan dilakukan pada kedalaman 0.2 x
ketinggian air dan pada kedalaman 0.8 x ketinggian air. Hasil pengukuran
kecepatan misalnya v1 dan v2 maka kecepatan rata-rata
sungai V adalah:
b.
c.
d.
b. Apabila kedalaman air sungai relatif kecil maka pengukuran kecepatan
air cukup dilakukan sekali saja yaitu pada kedalaman 0.6 x ketinggian air.
3.
Debit sungai pada penampang tertentu dan pada kedalaman air tertentu dihitung
dengan cara sebagai berikut:
Tabel No. 2 Perhitungan Debit |
|||
Nomor Pias |
Kecepatan |
Luas Pias |
Debit Pias |
1 |
.v1 |
.a1 |
.v2 x a2 |
2 |
.v2 |
.a2 |
.v2 x a2 |
3 |
.v3 |
.a3 |
.v3
x a3 |
4 |
.v4 |
.a4 |
.v4
x a4 |
5 |
.v5 |
.a5 |
.v5
x a5 |
6 |
.v6 |
.a6 |
.v6
x a6 |
7 |
.v7 |
.a7 |
.v7
x a7 |
8 |
.v8 |
.a8 |
.v8
x a8 |
9 |
.v9 |
.a9 |
.v9
x a9 |
Jumlah debit total penampang |
Q |
4. Pengukuran debit tersebut di atas dilakukan
berkali-kali sehingga akan diperoleh hubungan antara kedalaman air sungai pada
penampang tertentu dengan besar debit sungai pada penampang sungai tersebut
yang disebut rating curve seperti pada gambar berikut:
2.
5. Dengan menggunakan “rating curve” tersebut maka
dapat dihitung besar debit sungai pada penampang tertentu pada setiap
saat. Demikian pula dengan menggunakan
grafik debit sepanjang tahun maka dapat dihitung dan digambarkan besar potensi
aliran tiap bulan seperti gambar dibawah.
3.
6. Grafik hidrograph tahunan dari satu daerah aliran sungai
menggambarkan kondisi hidrologis satu DAS.
Apabila bentuk curve aliran menyerupai grafik no. 2 di atas maka
dipastikan bahwa kondisi DAS relatif kurang
baik, karena perbedaan besar aliran air pada musim penghujan dan musim kemarau
sangat besar, sebaiknya apabila curve aliran menyerupai curve no. 1, maka
kondisi DAS disimpulkan dalam keadaan baik karena perbedaan besar aliran pada
musim penghujan dan musim kemarau relatif kecil sehingga sungai pada musim
penghujan tidak menyebabkan banjir sebaliknya pada musim kemarau masih dapat
mensuplai debit aliran yang cukup besar.
II. Analisis angkutan sedimen
Teori
tentang penentuan kondisi DAS berdasarkan angkutan sedimen adalah suatu teori
pendekatan untuk menarik kesimpulan kondisi DAS. Ilmu adalah suatu cara untuk mendapatkan suatu informasi yang dilakukan berdasarkan suatu tahapan-tahapan
yang logis, dimana apabila setiap tahapan diyakini kebenarannya, maka secara
keseluruhan tahapan akan diyakini benar, dan hasil dari tahapan tersebut dapat
dibuktikan secara empiris. Kondisi DAS
yang disimpulkan berdasarkan probabilitic causality yaitu suatu kondisi dimana
angkutan sedimen akan terjadi apabila telah terjadi kerusakan DAS.
1. Pengukuran angkutan
sedimen dilakukan bersama-sama dengan pengukuran debit aliran pada satu
penampang tertentu, sehingga dapat ditarik hubungan antara besar debit dengan
besar angkutan sedimen. Penentuan
besarnya kandungan sedimen pada debit tertentu dilakukan dengan mengambil
sample air sungai kemudian membawanya ke laboratorium untuk dilakukan
pengukuran berat sedimen. Jumlah
pengambilan sample disesuaikan dengan jumlah pembagian pias dalam pengukuran
debit
Tabel No. 3 Hasil Pengukuran Debit dan Angkutan Sedimen |
||
No. pias |
Debit aliran M3/detik |
Angkutan Sedimen M3/detik |
1 |
|
|
2 |
|
|
3 |
|
|
4 |
|
|
Jumlah |
|
|
|
|
|
|
|
|
2
Pengukuran angkutan sedimen dan pengukuran debit di atas dilakukan bekali-kali
pada ketinggian permukaan air sungai yang berbeda-beda sehinga akan diperoleh
hubungan antara debit aliran dengan angkutan sedimen seperti grafik di atas.
3.
Berdasarkan grafik hubungan antara debit aliran dengan debit angkutan sedimen
maka dapat dihutung besar angkutan sedimen setiap saat dalam setahun. Demikian pula besar angkutan sedimen per
hektar, per tahun dapat dihitung dengan membagi total angkutan sedimen dengan luas
DAS yang diteliti
ASUMSI
Dalam
satu daerah aliran sungai yang cukup luas maka kondisi DAS sangat tidak homogen
baik bentuk dan karakteritik permukaan DAS maupun kondisi curah hujan, sehingga
pemilihan DAS dilakukan pada luasan yang terbatas untuk mencapai tingkat
homogenitas. Asumsi yang dipergunakan
dalam perhitungan tersebut adalah:
1.
Kesalahan yang disebabkan oleh peralatan dan manusia seperti tingkat
ketelitian alat, kesalahan manusia seperti kesalahan dalam pembacaan, penulisan, serta kesalahan akibat cuaca dianggap
terdistribusi secara merata.
2.
Hujan yang terjadi pada daerah aliran sungai merata pada seluruh luasan
daerah aliran sungai.
3.
Hujan yang terjadi cukup lama sehingga waktu konsentrasi aliran
permukaan lebih kecil dari lama hujan.
4.
Tidak ada aliran bawah tanah yang berasal dari daerah aliran sungai
lainnya yang masuk ke DAS tersebut dan tidak ada air dari DAS tersebut yang
keluar ke DAS lainnya.
HASIL
PENELITIAN
PADA
DAS CIMANUK DAN CISANGGARUNG
Hasil penelitian di Daerah Aliran
Sungai Cimanuk-Cisanggarung menunjukkan hasil sebagai berikut:
1.
Hasil Penelitian Hidrograp aliran
pada beberapa sungai di dua sungai di wilayah sungai Cimanuk-Cisanggarung
menunjukkan bahwa debit rata-rata maksimum pada S. Cimanuk sebesar 260 m3/detik sedangkan
debit rata-rata minimum sebesar 11 m3/detik dan debit rata-rata
maksimum pada S. Cisanggarung sebesar 49 m3/detik sedangkan debit
rata-rata minimum sebesar 0.3 m3/detik. Ratio debit maksimum dan minimum S. Cimanuk mencapai 25 sedangkan
ratio debit maksimum dan minimu pada S. Cisanggarung sebesar 163. Debit tersebut dalam tabel dibawah adalah
debit rata-rata bulanan yang diperoleh dari penjumlahan volume aliran tiap
bulan kemudian dibagi dengan waktu, sehingga debit tersebut masih jauh dibawah
debit maksimum yang terjadi bulanan.
Sebagai contoh debit maksimum tahunan yang terjadi pada S. Cimanuk di
stasiun Monjot, kabupaten Majalengka sebesar 1300 m3/detik sedangkan
debit rata-rata pada bulan pada musim penghujan hanya sebesar lebih kurang 250
m3/detik. Demikian pula
debit tahunan maksimum yang terjadi di Sungai Cisanggarung yaitu di Bendung
Cikeusik, Kabupaten Kuningan mencapai
660 m3/detik sedangkan
debit rata-rata sebesar lebih kurang 40 m3/detik. Sehingga apabila debit maksimum dan debit
munimum yang diambil sebagai parameter DAS maka ratio antara debit maksimum
dengan debit minimum akan jauh lebih
besar lagi.
2. Hasil pemantauan tingkat erosi pada beberapa sungai di Indonesia
tercantum dalam tabel dibawah. Menurut
Sitanala Arsyad, 2000 tingkat erosi terbesar yang masih ditoleransi adalah
sebesar 2.5 mm/tahun yaitu untuk jenis tanah sangat dalam dan dengan lapisan
bawah yang permiabel, di atas substrata telah melapuk.
Tabel No. 4 Debit S. Cimanuk dan S. Cisanggarung |
||
Bulan |
Debit rata-rata
bulanan .m3/detik |
|
S. Cimanuk |
S. Cisanggarung |
|
Januari |
260 |
42 |
Februari |
242 |
43 |
Maret |
244 |
49 |
April |
183 |
36 |
Mei |
113 |
20 |
Juni |
66 |
3 |
Juli |
38 |
1 |
Agustus |
11 |
0.3 |
September |
31 |
2 |
Oktober |
72 |
7 |
Nopember |
160 |
17 |
Desember |
230 |
37 |
Tabel No. 5 Hasil Pemantauan
Tingkat Erosi |
||
No |
Sungai, Lokasi |
Besar erosi mm/tahun |
1 |
S. Cilutung,
Kadipaten, Majalengka |
78.0 |
2 |
S. Cimanuk, Indramayu |
120.0 |
3 |
S. Cacaban, Brebes |
38.0 |
4 |
S. Citanduy, Banjar |
37.0 |
5 |
S. Bengawan Solo |
23.0 |
6 |
S. Kalimadiun, Madiun |
21.0 |
7 |
S. Way Sekampung,
Lampung |
11.3 |
Demikian pula
terhadap hasil pemantauan kualitas air yang dilakukan pada beberapa sungai
di wilayah sungai Cimanuk-Cisanggarung
menunjukkan kondisi yang sangat memprihatinkan. Sebagai contoh, hasil pengamatan yang dilakukan pada bulan
Desember tahun 1998 pada 14 sungai yang dimonitor pada 28 lokasi pengamatan
menunjukkan kondisi air sungai dalam keadaan tercemar sedang sampai dengan
tercemar sangat berat, dengan perincian sebanyak 16 lokasi dengan kondisi
tercemar sangat berat, 7 lokasi pengamatan
menunjukkan kondisi sungai pada kondisi tercemar berat, dan 5 lokasi pengamatan menunjukkan kondisi
tercemar sedang. Contoh pemantauan
kualitas air dilakukan terhadap 13
parameter pada lokasi S. Cimanuk, lokasi Stasiun Monjot, tercantum dalam tabel dibawah.
Tabel No. 6 Pengamatan
Kualitas Air pada S. Cimanuk Stasiun Monjot, Kab. Majalengka Tanggal 19
Desember 1998 |
||
No |
Parameter |
Besar Parameter |
1 |
Temperatur |
26.1 |
2 |
PH |
7.96 |
3 |
Turbidity |
432 |
4 |
Conductivity |
175.6 |
5 |
Suspended load |
252 |
6 |
Colour |
44 |
7 |
Ammonia |
1.48 |
8 |
Nitrate |
1.1 |
9 |
Phospat |
0.42 |
10 |
Dissolved Oxigen |
6.9 |
11 |
BOD |
14 |
12 |
COD |
31 |
13 |
Bact. E Colli |
6000 |
KESIMPULAN
Analisa hidrograph aliran dan analisa angkutan sedimen adalah merupakan
satu metode yang cukup relevan untuk menarik kesimpulan apakan kondisi suatu
DAS dalam masih kondisi baik. Kesimpulan hasil penelitian yang dilakukan pada
Daerah Aliran Sungai Cimanuk-Cisanggarung adalah:
1. Berdasarkan data hidrograp
aliran dan tingkat erosi pada beberapa sungai menunjukkan telah terjadi
penurunan fungsi hidrologis DAS beberapa sungai di Indonesia
sehingga perlu dilakukan upaya rehabilitasi lahan dan daerah aliran
sungai secara terpadu, komprehensive,
dan berkesinambungan.
2. Upaya yang dapat dilakukan
dalam memperbaiki fungsi hidroligis DAS tersebut melalui beberapa pendekatan
yang terpadu yaitu
a. Pendekatan institusi yaitu pembentukan lembaga-lembaga yang
melibatkan peran serta semua komponen masayarakat, serta pembuatan
peraturan- peraturan.
b. Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan secara simultan
dengan upaya pendidikan masyarakat dan peningkatan kemampuan masyarakat dalam
mengadopsi teknologi
c. Pendekatan penciptaan lapangan kerja yang mengarah kepada
terciptanya kelestarian lingkungan DAS dan dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat
d. Dilakukan upaya pengontrolan terhadap laju pertumbuhan penduduk
karena dibeberapa negara kerusakan DAS disebabkan tekanan jumlah penduduk.
e. Dilakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan program
pengelolaan DAS yang mencerminkan adanya keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan masyarakat dengan kemampuan DAS.
Ontologi: Ilmu tentang hidrograf aliran air dan
hidrograf angkutan sedimen adalah ilmu untuk menganalisis kondisi hidrologis
satu daerah aliran sungai.
Epistomologi: Cara
menentukan kondisi suatu daerah aliran sungai tersebut adalah dengan melakukan
pengukuran debit sepanjang tahun dengan alat otomatis, dan dengan melakukan
pemantauan kualitas air pada titik tertentu yang diidentifikasikan tercemar dan
kemudian menganalisis sample air di laboratorium.
Aksiologi: Ilmu tentang
analisa hidrograph aliran dan angkutan sedimen dimaksudkan untuk mengetahui
keadaan DAS yang kemudian dipergunakan sebagai input dalam perencanaan umum DAS
dan dalam menetapkan kebijakan pembangunan dalam DAS.
Teleologi:
Maksud dari pemantauan debit aliran dan pemantauan kualitas air
adalah untuk menentukan kondisi daerah
aliran sungai yang kemudian berdasarkan analisa tersebut dilakukan perencanaan
pengelolaan daerah aliran sungai sehingga DAS dapat menunjang sustainability
ekosistem serta memberikan keuntungan maksimal bagi masyarakat setempat pada saat
sekarang dan menyediakan sumber daya untuk generasi yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
1.
K. Subramaya, Engineering Hidrology, Tata, Mc. Graw-Hill Publishing
Company Limitaed, New Delhi, India, 1982.
2.
Ranald. V. Giles, Fluid Mechanic and Hydraulics, Mc. Graw-Hill
International Book Company, Singapore, 1976
3.
Sitanala Arsyad, Konservasi tanah dan air, Institute Pertanian Bogor
Press, Bogor, 1989.
4.
Proyek Pengembangan Wilayah Sungai Cimanuk, Laporan Akhir Perencanaan
Satuan Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung, Cirebon, 1992.
5.
Proyek Pengembangan Wilayah Sungai Cimanuk, Laporan Hasil Pemantauan
Kualitas Air, Cirebon, 1998.
6.
Ven. Te. Chow, Open Channel Hydraulics, McGraw-Hill International Book
Company, Printed in Singapore, 1985.