Copyright © 2001 Program Pasca Sarjana IPB Posted 3 Oct. 2001 (rudyct)
Makalah Kelompok III
Falsafah Sains (PPs 702) Sem 1 t/a 2001/2002
Program Pasca Sarjana
Institut Pertanian Bogor
Oct. 2001
Dosen Penanggung Jawab:
Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng
SISTEM MANAJEMEN MUTU
PRODUK
Oleh
:
Kelompok
III
Binsar Nababan TEP F126010051
Dede E Adawiyah IPN P09600005
Endang
Prangdimurti IPN F226010021
Erna Triwibowo SPL P31600025
I Wayan Suana BIO G426010011
Rahmi Yunianti AGR A156010061
Sutrisno IPK E016010021
T Efrizal SPL C226010055
Trioso Purnawarman SVT P18600004
Waysima GMK P21600007
Widada IPK E016010071
PENDAHULUAN
Dewasa ini
globalisasi telah menjangkau berbagai aspek kehidupan. Sebagai akibatnya
persainganpun semakin tajam. Dunia bisnis sebagai salah satu bagiannya juga
mengalami hal yang sama. Perusahaan-perusahaan yang dahulu bersaing hanya pada
tingkat local atau regional, kini harus pula bersaing dengan perusahaan dari
seluruh dunia. Hanya perusahaan yang mampu menghasilkan barang atau jasa
berkualitas kelas dunia yang dapat bersaing dalam pasar global.
Demikian halnya
perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang produksi pangan, apabila ingin
memiliki keunggulan dalam skala global, maka perusahaan-perusahaan
tersebut harus mampu melakukan setiap
pekerjaan secara lebih baik dalam rangka menghasilkan produk pangan berkualitas
tinggi dengan harga yang wajar dan bersaing. Hal ini berarti agar perusahan
atau industri pangan mampu bersaing secara global diperlukan kemampuan
mewujudkan produk pangan yang memiliki sifat aman (tidak membahayakan), sehat
dan bermanfaat bagi konsumen. Atau dengan kata lain produk bermutu atau produk
yang memenuhi standar yang ditetapkan secara international, yang dalam konteks
makalah ini adalah ISO.
ISO dalam
Tjiptono dan Diana (1995) merupakan standar sistem mutu universal – memberikan kerangka
yang sama bagi jaminan kualitas yang dapat dipergunakan di seluruh dunia. Tujuan utama dari ISO 9000 (Tjiptono &
Diana, 1995) adalah 1) Organisasi harus mencapai dan mempertahankan kualitas
produk atau jasa yang dihasilkan, sehingga secara berkesinambungan dapat
memenuhi kebutuhan para pembeli; 2) Organisasi harus memberikan keyakinan
kepada pihak manajemen sendiri bahwa kualitas yang dimaksudkan telah dicapai dan dapat dipertahankan; dan
3) Organisasi harus memberikan keyakinan kepada pihak pembeli bahwa kualitas
yang dimaksudkan itu telah atau akan dicapai dalam produk atau jasa yang
dihasilkan.
PEMAHAMAN TENTANG MUTU
Dalam
kehidupan sehari-hari kita seringkali membicarakan masalah mutu, misalnya
mengenai mutu sebagian besar produk buatan luar negeri lebih baik daripada mutu
produk dalam negeri. Apa sesungguhnya mutu itu ?. Pertanyaan ini sangat banyak jawabannya, karena maknanya akan
berlainan bagi setiap orang dan tergantung pada konteksnya. Mutu sendiri
memiliki banyak kriteria yang berubah secara terus menerus.
Orang akan sulit mendefenisikan mutu dengan tepat. Salah satu contoh nyata misalnya
beberapa peserta Mata Kuliah Falsafah Sains baru saja selesai makan bersama di
Rumah Makan Galuga. Maka mudah bagi mereka
menentukan mutu produk makanan dan jasa layanan rumah makan tersebut, sebagai
contoh demikian batasan mutu yang mereka berikan :
·
Rasa
makanan yang enak atau sesuai selera
· Higienis
· Ukuran porsi makan yang sesuai
· Pilihan jenis-jenis (menu) masakan
· Kecepatan pelayanan
· Keramahan pelayan
· Kenyamanan dan keamanan lingkungan
·
Harga
Contoh di
atas menggambarkan salah satu aspek dari mutu,
yaitu aspek hasil. Pertanyaan mengenai "apakah produk atau jasa tersebut memenuhi atau bahkan melebihi
harapan konsumen/ pelanggan ?" merupakan aspek yang penting dalam
mutu. Konsep mutu itu sendiri sering dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan
suatu produk atau jasa yang terdiri atas mutu desain dan mutu kesesuaian
(Hubeis, 1999). Mutu desain merupakan
spesifikasi produk, sedang mutu kesesuaian adalah suatu ukuran seberapa jauh
suatu produk memenuhi persyaratan atau spesifikasi mutu yang ditetapkan.
Banyak pakar dan organisasi mencoba mendefinisikan mutu
berdasarkan sudut pandangannya masing-masing. Beberapa diantaranya sebagai berikut:
] Performane
to the standard expected by the customer
] Meeting
the customer's needs first time and every time
] Providing
our customers with products and services that consistently meet their needs and
expectations
] Doing
the right thing in the right the time, always striving for improvement, and
always satisfying the customer
] A
pragmatic system of continual improvement, a way to successfully organized man
and machine
] The
meaning of excellence
] The
unyielding and continuing effort by anyone in organization to understand, meet,
and exceed the needs of its customers
] The
best product that you can produce with material that you have to work with
] Continuous
good product which a customer can trust
] Not
only satisfying customers, but delighting them, innovating and creating (Tjiptono
dan Diana, 1995).
Meskipun
tidak ada definisi mengenai mutu yang dapat diterima secara universal, tetapi
dari definsi-definisi tersebut, intisari elemen-elemen mutu (Tjiptono dan
Diana, 1995) dapat dipahami sebagai berikut:
·
Mutu
meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan
·
Mutu
mencakup produk, jasa manusia, proses, dan lingkungan
·
Mutu
merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya yang dianggap merupakan bermutu
saat ini mungkin dianggap kurang bermutu pada masa mendatang).
Oleh
karena itu Juran dalam Tjiptono dan Diana (1995) mengartikan mutu adalah Fitness for use, memiliki dua aspek
utama:
1.
Ciri-ciri produk yang memenuhi
permintaan pelanggan. Mutu yang lebih tinggi memungkinkan
perusahaan meningkatkan kepuasan pelanggan, membuat produk laku terjual, dapat
bersaing dengan pesaing, meningkatkan pangsa pasar dan volume penjualan, serta
dapat dijual dengan harga yang lebih tinggi.
2.
Bebas dari kekurangan. Mutu yang tinggi menyebabkan perusahaan dapat
mengurangi tingkat kesalahan, mengurangi pengerjaan kembali dan pemborosan,
mengurangi biaya garansi, mengurangi ketidakpuasan pelanggan, mengurangi
inspeksi dan pengujian, memperpendek waktu pengiriman produk ke pasar,
meningkatkan hasil dan kapasitas, dan memperbaiki kinerja penyampaian produk
atau jasa.
SISTEM MUTU
Menurut Hubeis (1999), konsep mutu yang berlaku umum maupun khusus pada bidang pangan erat kaitannya dengan era mutu, dimulai dengan inspeksi atau pengawasan pada tahun 1920-an yang menekankan pada pengukuran. Pada tahun 1960 mengarah ke pengendalian mutu dengan pendekatan teknik statistika berupa grafik, histogram, tabel, diagram pencar dan perancangan percobaan. Sedangkan tahun 1980-an berorientasi pada jaminan mutu (quality assurance) dan tahun 1990-an terfokus pada manajemen mutu total (Total Quality Management atau TQM). Masih dalam Hubeis (1999), dikatakan pula bahwa permasalahan mutu bukan sekedar masalah pengendalian mutu atas barang dan jasa atau standar mutu barang (product quality), tetapi sudah bergerak ke penerapan dan penguasaan TQM menuju world class performance yang dimanifestasikan dalam ISO (International Standar’s Organization).
Sistem mutu menurut ISO 9000 dalam
Kadarisman (1994) mencakup:
1.
Mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh
produk atau jasa, yang menunjukan
kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang ditentukan (tersurat)
maupun yang tersirat;
2.
Kebijakan Mutu adalah keseluruhan
maksud dan tujuan organisasi (perusahaan) yang berkaitan dengan mutu yang
secara formal dinyatakan oleh pimpinan puncak;
3.
Manajemen Mutu adalah seluruh
aspek fungsi manajemen yang menetapkan dan melaksanakan kebijakan mutu yang
telah dinyatakan oleh pimpinan puncak;
4.
Pengendalian Mutu, teknik-teknik dan
kegiatan-kegiatan operasional yang digunakan untuk memenuhi persyaratan mutu.
Pengendalian mutu meliputi monitoring suatu proses, melakukan tindakan koreksi
bila ada ketidaksesuaian dan menghilangkan penyebab timbulnya hasil yang kurang
baik pada tahapan rangkaian mutu yang relevan untuk mencapai efektivitas yang
ekonomis;
5.
Jaminan Mutu, adalah seluruh
perencanaan dan kegiatan sistematis yang diperlukan untuk memberikan suatu
keyakinan (jaminan) yang memadai bahwa suatu produk atau jasa akan memenuhi
persyaratan tertentu.
Dalam
kontek mutu produk pangan, suatu produk pangan itu bermutu sesuai dengan
tuntutan pasar global, apabila produk pangan tersebut memenuhi standar ISO,
yang dapat kita pahami sebagai pangan yang diproses secara higienis, tidak
mengandung/tercemar bahan kimia yang berbahaya, sesuai dengan selera pasar
lokal dan/atau global.
Banyak perusahaan menginginkan adanya peningkatan mutu dan telah
mencurahkan berbagai upaya untuk mewujudkan keinginannya. Akan tetapi
upaya-upaya ini sering lebih mengarah kepada kegiatan-kegiatan inspeksi serta
memperbaiki cacat dan kegagalan selama proses produksi. Kegiatan inspeksi saja tidak dapat membangun
mutu kedalam suatu produk. Mutu harus dirancang
dan dibentuk kedalam produk. Kesadaran mutu harus dimulai pada tahap sangat
awal yaitu gagasan konsep produk, setelah persyaratan-persyaratan konsumen
diidentifikasi. Kesadaran upaya membangun mutu ini harus dilanjutkan melalui
berbagai tahap pengembangan dan produksi, sampai setelah pengiriman produk
kepada konsumen untuk memperoleh umpan balik.
Bidang-bidang fungsional dan kegiatan-kegiatan yang terlibat dalam
pendekatan terpadu terhadap sistem mutu dapat dilihat pada lingkaran mutu,
(Kadarisman, 1994) pada Gambar 1.
Sistem mutu dimaksudkan untuk mengidentifikasi seluruh tugas yang
berkaitan dengan mutu, mengalokasikan tanggung jawab dan membangun hubungan
kerjasama dalam perusahaan. Sistem mutu juga dimaksudkan untuk membangun
mekanisme dalam rangka memadukan semua fungsi menjadi suatu sistem yang
menyeluruh. Suatu sistem jaminan mutu harus bersifat transparan sehingga kedua
belah pihak baik perusahaan maupun para pelanggan secara jelas dapat mengetahui
bagaimana perusahaan berniat memastikan bahwa produknya akan memenuhi semua
persyaratan mutu.
Oleh karena itu, didalam sistem standar jaminan mutu mempersyaratkan
manajemen secara formal, mendokumentasikan kebijakan mutunya, memastikan
kebijakan tersebut dimengerti oleh semua jajaran dan melakukan langkah-langkah
tepat untuk memperlihatkan kebijakan tersebut dilaksanakan secara penuh. Pada
saat menentukan kebijakan mutu, manajemen harus dengan jelas menyatakan bahwa
salah satu tujuan utama perusahaan adalah kepuasan penuh pelanggannya sebab eksistensinya
sangat tergantung kepada dukungan konsumen secara kontinyu.
Seluruh
fungsi yang berkaitan dengan mutu dalam suatu perusahaan dapat dikelompokkan
menjadi dua kategori, yaitu: 1) Perencanaan dan rekayasa mutu; 2) Pengendalian
mutu,
Perencanaan dan rekayasa mutu terdiri dari
fungsi-fungsi staf spesialis dan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan
pengembangan. Definisi dan perencanaan mutu pada tahap sebelum produksi. Secara
rinci adalah sebagai berikut :
]
Saran terhadap manajemen mengenai kebijakan
mutu perusahaan dan penyusunan tujuan-tujuan mutu yang realistis
] Analisis persyaratan mutu
pelanggan dan penyusunan spesifikasi rancangan
] Tinjau ulang dan evaluasi
rancangan produk untuk memperbaiki mutu dan mengurangi biaya mutu
] Mendefinisikan standar mutu
dan menyusun spesifikasi produk
] Merencanakan pengendalian
proses dan menyusun prosedur-prosedur untuk menjamin kesesuaian mutu
] Mengembangkan teknik-teknik
pengendalian mutu dan metoda inspeksi termasuk merancang peralatan uji khusus
] Melaksanakan studi kemampuan
proses
] Analisis biaya mutu
] Perencanaan pengendalian
mutu untuk bahan yang diterima, termasuk evaluasi para pemasok
] Audit mutu di tingkat
perusahaan
] Mengorganisasi program
pelatihan dan peningkatan motivasi untuk perbaikan mutu
Kegiatan Pengendalian Mutu
mencakup kegiatan menginterpretasikan dan mengimple-mentasikan rencana mutu.
Rangkaian kegiatan ini terdiri dari pengujian pada saat sebelum dan sesudah
proses produksi yang dimaksudkan untuk memastikan kesesuaian produk terhadap
persyaratan mutu. Mengacu Kadarisman (1994), sesuai dengan standar ISO 9000, maka kegiatan
Pengendalian memiliki fungsi antara lain:
]
Membantu dalam membangun pengendalian mutu pada
berbagai titik dalam proses produksi.
]
Memelihara dan mengkalibrasi peralatan pengendalian proses.
]
Meneliti cacat yang terjadi dan membantu
memecahkan masalah mutu selama
produksi.
] Melaksanakan pengendalian
mutu terhadap bahan yang diterima.
] Mengoperasikan laboratorium
uji untuk melaksanakan uji dan analisa.
] Mengorganisasikan inspeksi
pada setiap tahap proses dan spot checks bilamana diperlukan.
] Melaksanakan inspeksi akhir
untuk menilai mutu produk akhir dan efektivitas pengukuran pengendalian mutu.
] Memeriksa mutu kemasan untuk
memastikan produk mampu menahan dampak transportasi dan penyimpanan.
] Melakukan uji untuk mengukur
dan menganalisa produk yang diterima akibat tuntutan konsumen.
] Memberikan umpan balik data
cacat dan tuntutan konsumen kepada bagian rekayasa mutu.
Pengendalian
mutu produk pangan menurut Hubeis (1999), erat kaitannya dengan sistem
pengolahan yang melibatkan bahan baku, proses, pengolahan, penyimpangan yang
terjadi dan hasil akhir. Sebagai ilustrasi, secara internal (citra mutu pangan)
dapat dinilai atas ciri fisik (penampilan: warna, ukuran,bentuk dan cacat;
kinestika: tekstur, kekentalan dan konsistensi; citarasa: sensasi, kombinasi
bau dan cicip) serta atribut tersembunyi (nilai gizi dan keamanan mikroba).
Sedangkan secara eksternal (citra perusahaan) ditunjukkan oleh kemampuan untuk
mencapai kekonsistenan mutu (syarat dan standar) yang ditentukan oleh pembeli,
baik di dalam maupun di luar negeri.
Pengendalian mutu pangan juga bisa memberikan makna upaya pengembangan
mutu produk pangan yang dihasilkan oleh perusahaan atau produsen untuk memenuhi
kesesuaian mutu yang dibutuhkan konsumen. Untuk ilustrasi sederhana, suatu
kegiatan pengendalian mutu yang dilakukan suatu pasar swalayan, yaitu melakukan
sortasi berulang-ulang terhadap sayur dan buah-buahan yang diperoleh dari
pemasok sebelum siap dijual. Misalnya penerimaan diidentifikasikan oleh kondisi
daun hijau segar dan tidak kekuningan atau coklat, daun tidak berlubang,
batang/tangkai daun tidak lecet/luka atau patah, tidak berbau yang tidak enak,
warna cerah dan mengkilap, tidak layu dan tidak berserangga/berulat; dan untuk
buah-buahan dicirikan oleh tingkat kematangan optimum, ukuran dan bentuk
relatif seragam, tidak berlubang, tidak cacat fisik dan permukaan menarik.
Pada tahun 1980-an beberapa perusahaan besar Amerika
Serikat memperkenalkan konsep perbaikan yang terus menerus (quality thinking) yang
dikenal Total Quality Management (TQM) atau Integrated Quality Control
(IQT). TQM merupakan suatu pendekatan
dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing
organisasi/perusahaan melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa,
manusia, proses dan lingkungannya, (Tjiptono dan Diana, 1995).
Oleh karena itu pendekatan
mutu total ini hanya akan dapat dicapai dengan memperhatikan karakteristik TQM
(Tjiptono dan Diana, 1995), sebagai berikut:
a.
Fokus
pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal.
b.
Memiliki
obsesi yang tinggi terhadap kualitas
c.
Menggunakan
pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah
d.
Memiliki
komitmen jangka panjang
e.
Membutuhkan kerjasama tim
f.
Memperbaiki proses secara berkesinambungan
g.
Menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan
h.
Memberikan
kebebasan yang terkendali
i.
Memiliki
kesatuan tujuan
j.
Adanya
keterlibatan dan pemberdayaan
TQM juga dapat dikatakan
sebagai perkembangan atau proses lanjutan dari pengendalian mutu (sistem) yang
berorientasi ke standar jaminan mutu (keunggulan kompetitif) untuk meningkatkan
kualitas produksi dan efisiensi kerja di segala bidang (mengurangi kegagalan),
terutama pada sektor yang menghasilkan produksi dan peningkatan kualitas sumber
daya manusia untuk memuaskan konsumen secara menyeluruh, (Hubies,1999). Pendekatan ini dinilai memberikan alternatif
kepada perusahaan untuk tumbuh secara bertahap, meningkatkan mutu dan
meningkatkan pangsa pasar dan keuntungan diukur dari kinerja yang terdiri atas
tujuan, mutu, biaya, pelayanan, keandalan dan hubungan konsumen.
Dengan penjelasan yang
sederhana dapat dikatakan bahwa TQM menekankan mutu sebagai hal yang
didefinikan oleh pelanggan (kepuasan), mutu sebagai hal yang dicapai oleh
manajemen (standarisasi) dan mutu itu sendiri merupakan tanggung jawab dari
perusahaaan (kepemimpinan dan pengelolaan sumber daya manusia). Oleh karena itu
diperlukan adanya critical mass (perencanaan
strategik), yaitu kondisi dimana 90 persen karyawan perusahaan mengerti dan
menyadari arti penting TQM bagi mereka (arah) serta mengenal konsep-konsep
dasarnya (pengetahuan dan kerjasama tim) bagi pengembangan mutu dan
produktivitas dari produk yang dihasilkannya.
Hubeis (1999) memberikan
ilustrasi dari penerapan TQM, pada kasus industri daging ayam potong yang
dimulai dari pembiak bibit, peternak, perusahaan pakan, peternakan ayam,
transportasi, rumah potong ayam, pengolahan, distribusi dan sampai ke konsumen
dilakukan pengendalian tidak hanya pada produk akhir (daging), tetapi juga
pengawasan terhadap proses lain yang terkait dengan mata rantai pemasaran,
produk antara dan jasa. Masalah tersebut dapat dipecahkan dengan perbaikan mutu
yang terus menerus dan kepuasan konsumen. Dalam hal ini pengetahuan (sanitasi
dan teknologi mutu produk pada akhir siklus) dan pengendalian proses produksi
(misal sistem produksi intensif dengan 90 % produksi ayam potong berasal dari
ayam hibrida) serta koordinasi seluruh hal terkait (kemitraan dan penerapan
pengendalian mutu) adalah penting untuk menghasilkan mutu yang baik.
Dari keseluruhan uraian,
baik konsep maupun ilustrasi, terlihat bahwa TQM berhubungan dengan seluruh
proses pada organisasi (komitmen dan fokus kinerja) yang memberikan kontribusi
langsung (barang dan jasa) ataupun perilaku terhadap mutu yang didefinisikan
oleh konsumen.
Untuk
mempertahankan mutu produk pangan sesuai dengan yang diharapkan konsumen dan
mampu bersaing secara global, maka mengacu Kadarisman (1994) secara umum dapat
ditempuh upaya-upaya sebagai berikut:
1.
Pengadaan bahan baku. Baik
bahan penolong maupun bahan tambahan industri harus direncanakan dan
dikendalikan dengan baik. Aspek-aspek
penting yang perlu diperhatikan, yaitu 1) Persyaratan-persyaratan dan kontrak
pembelian, 2) Pemilihan pemasok mampu, 3) Kesepakatan tentang jaminan mutu, 4)
Kesepakatan tentang metoda-metoda verifikasi, 5) Penyelesaian perselisihan
mutu, 6) Perencanaan dan pengendalian pemeriksaan, dan 7) Catatan-catatan mutu
penerimaan bahan.
2.
Pengendalian Produksi. Pengendalian produksi
dilakukan secara terus menerus meliputi kegiatan antara lain: 1) Pengendalian
bahan dan kemampuan telusur, dengan inti kegiatan adalah inventory system,
dengan tujuan pengendalian kerusakan
bahan, 2) Pengendalian dan pemeliharaan alat, 3) Proses khusus, yaitu proses
produksi yang kegiatan pengendaliannya merupakan hal yang sangat penting
terhadap mutu produk, dan 4) pengendalian dan perubahan proses.
3.
Pengemasan. Pengemasan dilakukan dengan
benar dan memenuhi persyaratan teknis untuk kepentingan distribusi dan
promosi. Dalam industri pangan,
pengemasan merupakan tahap terakhir produksi sebelum didistribusikan.
Pengemasan berfungsi sebagai: 1) Wadah
untuk memuat produk, 2) Memelihara kesegaran dan kemantapan produk selama
penyimpanan dan distribusi, 3) Melindungi pangan dari kontaminasi lingkungan
dan manusia, 4) Mencegah kehilangan selama pengangkutan dan distribusi, dan 5)
Media komunikasi atau promosi.
4.
Penyimpanan dan Penanganan
Produk Jadi. Penyimpanan dan penanganan produk jadi bertujuan untuk mencegah
kerusakan akibat vibrasi, shock, abrasi, korosi, pengaruh suhu, Rh, sinar dan
sebagainya selama penanganan, pengangkutan, dan penyimpanan.
5.
Pemeriksaan dan Pengujian
Selama Proses dan Produk Akhir. Tujuan utama adalah untuk mengetahui apakah item
atau lot yang dihasilkan memenuhi persyarakatan sesuai dengan prosedur yang
telah ditetapkan.
6.
Keamananan dan Tanggung
Jawab Produk. Karakteristik mutu keamanan dalam industri pangan semakin hari semakin
penting karena banyak kasus yang terjadi baik di dalam maupun di luar negeri.
Oleh karena itu perlu dikembangkan metode atau peraturan tentang praktek
pengolahan pangan yang baik.
Sedangkan secara teknis dalam rangka upaya
mempertahankan kualitas produk pangan, dilakukan upaya-upaya sebagai berikut:
1. Dokumentasi Sistem Mutu
Sistem mutu tertulis bukan
sekedar merupakan sesuatu yang diinginkan saja tetapi harus dikerjakan di
lapangan. Sistem mutu terdiri dari
manual, prosedur, instruksi kerja, format-format dan record (lihat Gambar
2). Penulisan sistem mutu sebaiknya
melibatkan semua karyawan karena mereka nantinya yang akan mengerjakan dan
hasil kerjanya mempengaruhi mutu produk yang dihasilkan perusahaan.
Mutu produk sejak awal tergantung kepada rancangan produk tersebut.
Tanpa merancang mutu kedalam suatu produk, akan sulit mencapai mutu tersebut
selama produksi. Tujuan utama seorang perancang adalah menciptakan suatu produk
yang dapat memuaskan kebutuhan pelanggan secara penuh yang dapat diproduksi
pada tingkat harga yang bersaing. Dengan demikian, proses perancangan yang
meliputi perencanaan, verifikasi, kaji ulang, perubahan dan dokumentasi menjadi
sangat penting, terutama untuk produk-produk yang mempunyai rancangan rumit dan
memerlukan ketelitian.
Dalam penerapan sistem
standar jaminan mutu, perusahaan dituntut untuk menyusun dan memelihara
prosedur pengendalian semua dokumen dan data yang berkaitan dengan sistem mutu.
Tujuan pengendalian dokumen adalah untuk memastikan bahwa para pelaksana tugas
sadar akan adanya dokumen-dokumen yang mengatur tugas mereka. Perusahaan harus
menjamin seluruh dokumen tersedia pada titik-titik dimana mereka dibutuhkan.
Pembelian bahan hampir
seluruhnya berdampak kepada mutu produk akhir sehingga harus dikendalikan
dengan baik. Perusahaan harus memastikan bahwa semua bahan dan jasa yang
diperoleh dari sumber-sumber di luar perusahaan memenuhi persyaratan yang
ditentukan.
Adakalanya pembeli produk
kita, mensyaratkan penggunaan produknya untuk diguna-kan dalam rangka memenuhi
persyaratan kontrak. Perusahaan bertanggung jawab terhadap pencegahan kerusakan
pemeliharaan, penyimpangan, penanganan dan penggunaannya selama barang tersebut
dalam tanggung jawabnya.
6. ldentifikasi Produk dan Kemampuan Telusur
Identifikasi suatu produk
dan prosedur penelusuran produk merupakan persyaratan penting sistem mutu untuk
keperluan identifikasi produk dan mencegah tercampur selama proses, menjamin
hanya bahan yang memenuhi syarat yang digunakan, membantu analisis kegagalan
dan melakukan tindakan koreksi, memungkinkan penarikan produk cacat/rusak dari
pasar serta untuk memungkinkan penggunaan bahan yang tidak tahan lama digunakan
dengan prinsip FIFO (First In First Out).
Pengendalian proses dalam sistem standar jaminan mutu mencakup seluruh faktor yang berdampak terhadap proses seperti parameter proses, peralatan, bahan, personil dan kondisi lingkungan proses.
Meskipun penekanan
pengendalian mutu telah beralih pada kegiatan-kegiatan pencegahan dalam tahap
sebelum produksi (perancangan, rekayasa proses dan pembelian) inspeksi dengan
intensitas tertentu tidak dapat dihindari dalam sistem mutu.
9. Inspeksi, Pengukuran dan Peralatan Uji
Pengukuran atau
kegiatan pengujian bermanfaat jika hasil pengukuran dapat diandalkan. Untuk itu
alat pengukur atau alat uji harus memenuhi kecermatan dan konsistensi jika
dioperasikan pada kondisi yang biasa digunakan.
10. lnspeksi dan Status Pengujian
Tujuan utama sistem mutu
adalah untuk memastikan hanya produk-produk yang memenuhi spesifikasi sesuai
kesepakatan yang dikirim ke pelanggan. Sering dalam suatu pabrik yang besar,
produk yang memenuhi spesifikasi, yang belum diperiksa dan yang tidak memenuhi
spesifikasi berada pada tempat yang berdekatan sehingga mungkin bercampur.
Dengan demikian status inspeksi suatu produk harus jelas yaitu :
] produk belum diperiksa
] produk sudah diperiksa dan
diterima
] produk sudah diperiksa
tetapi ditolak
Dalam sistem produksi harus
dapat disingkirkan produk-produk yang tidak sesuai. Sistem standar jaminan mutu
mempersyaratkan perusahaan mempunyai prosedur tertulis untuk mencegah
terkirimnya produk-produk yang tidak sesuai kepada konsumen. Jika produk yang
tidak sesuai terdeteksi pada tahap produksi, prosedur yang ada harus tidak
membiarkan produk tersebut diproses lebih lanjut.
Setiap kegiatan atau sistem
operasi dapat saja menyimpang dari kondisi operasi standar (prosedur) karena
berbagai alasan sehingga menghasilkan produk yang tidak sesuai. Sistem standar jaminan
mutu mempersyaratkan perusahaan mempunyai sistem institusional untuk memonitor
kegiatan produksi atau proses. Jika ketidaksesuaian diketahui, tindakan koreksi
harus dilakukan segera agar sistem operasi kembali kepada standar.
Perusahaan manufaktur
terlibat dengan berbagai bahan dan produk, baik dalam bentuk bahan mentah,
produk antara untuk di proses lagi maupun produk jadi. Adalah sangat penting
menjamin bahwa mutu dari semua bahan dan produk tersebut tidak .terpengaruh
oleh penyimpanan yang kondisinya kurang baik, penanganan yang tidak tepat,
pengemasan yang tidak memadai dan prosedur pengiriman yang salah.
Perusahaan harus menyusun
dan memelihara prosedur untuk identifikasi pengumpulan. pembuatan indeks,
pengarsipan, penyimpanan dan disposisi catatan mutu. Catatan mutu memberikan
bukti obyektif bahwa mutu produk yang disyaratkan telah dicapai dan berbagai
unsur sistem mutu telah dilaksanakan dengan efektif.
Sistem standar jaminan mutu
mempersyaratkan suatu perusahaan untuk melembagakan suatu audit sistematis
terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan mutu, untuk mengetahui apakah
prosedur dan instruksi memenuhi persyaratan standar .Perusahaan juga harus bisa
mendemonstrasikan bahwa semua operasi dan kegiatan dilaksanakan sesuai prosedur
tertulis dan semua tujuan sistem mutu telah dicapai.
Sistem standar jaminan mutu
mempersyaratkan kebutuhan pelatihan harus diidentifikasi dengan cermat dan
menyiapkan prosedur untuk melaksanakan pelatihan semua personil yang
kegiatannya berkaitan dengan mutu.
1. Kadarisman,D. 1994. Sistem Jaminan Mutu Pangan. Pelatihan Singkat Dalam Bidang Teknologi
Pangan, Angkatan II. Kerjasama FATETA IPB - PAU Pangan & GIZI IPB dengan Kantor Meneteri
Negara Urusan Pangan/BULOG Sistem Jaminan Mutu Pangan, Bogor.
2. Kadarisman,D.
(1999). ISO (9000 dan 14000) Sertifikasi. Pelatihan Pengendalian Mutu dan
Keamanan Bagi Staf Penganjar. Kerjasama Pusat Studi Pangan Pangan & Gizi -
IPB dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Bogor.
3. Fadiaz, D. (1999). Praktek Pengolahan
Pangan Yang Baik (Good Manufacturing
Practices). Pelatihan Pengendalian Mutu dan Keamanan Bagi Staf Penganjar.
Kerjasama Pusat Studi Pangan Pangan & Gizi - IPB dengan Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Bogor.
4. Hubeis,M.
(1999). Sistem Jaminan Mutu Pangan. Pelatihan Pengendalian Mutu dan
Keamanan Bagi Staf Penganjar. Kerjasama Pusat Studi Pangan Pangan & Gizi -
IPB dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Bogor.
6.
Porter,
M. 1994. Keunggulan Bersaing (Menciptakan
dan Mempertahankan Kinerja Unggul). Tim Penterjemah Binarupa Aksara.
Jakarta.
7. Tjiptono dan Diana. 1995. Total Quality Management. Penerbit Andi Offset. Yogyakarta.