© 2002 Freddy Wangke Posted:
12 January 2002
Makalah Falsafah Sains (PPs 702)
Program Pasca Sarjana / S3
Institut Pertanian Bogor
Januari 2002
Dosen:
Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
PERANAN SEKTOR PUBLIK DALAM
PEMULIHAN EKONOMI DAERAH PADA ERA OTONOMI : SUATU PENDEKATAN TEORITIS PADA PUBLIC CHOICE
I. PENDAHULUAN
Pelaksanaan
otonomi daerah yang dimulai pada tanggal 1 Januari 2001, telah memberikan
kesempatan kepada setiap daerah provinsi di Indonesia untuk mengembangkan
sendiri potensi daerah (faktor endowmen) yang dimilikinya. Selama ini pengembangan potensi daerah telah
diarahkan pada 9 sektor ekonomi, yaitu : Pertanian, Pertambangan dan
Penggalian, Industri, Bangunan, Angkutan, Perdagangan, Hotel dan Restoran,
Lembaga Keuangan dan Jasa Perbankan, serta Jasa-Jasa.
Pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai
oleh masing-masing sektor tidaklah sama.
Perbedaan itu terlihat dari kontribusi masing-masing sektor terhadap
Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB).
Dengan pertumbuhan yang berbeda itu
mempengaruhi kesejahteraan ekonomi secara agregat di daerah yang kini
melaksanakan otonomi daerah. Kontribusi
terbesar pada PDRB umumnya diperoleh dari sektor pertanian, sehingga sektor ini
merupakan sektor andalan di daerah dan dijadikan ukuran efisiensi, sedangkan
sektor lain yang kontribusinya terhadap PDRB kecil kurang diandalkan dan
dianggap tidak efisien. Kegiatan
ekonomi yang hanya mengandalkan pada suatu sektor tertentu merupakan ciri dari
perekonomian pasar yang diperankan oleh pihak swasta yang bersifat jangka pendek
dan homogen. Sifat homogen itu juga
nampak pada alokasi sumberdaya ekonomi,
terutama sumberdaya manusia.
Di era otonomi, pembangunan ekonomi haruslah dilakukan secara serentak pada setiap sektor, walaupun menurut Hirschman dalam Todaro (1985), bahwa untuk negara (daerah) berkembang pembangunan ekonomi tidak dilakukan secara serentak (unbalanced growth) yaitu dengan menetapkan sektor unggulan, dimana sektor unggulan ini akan berimplikasi ke depan (forward linkages) dan hubungan ke belakang (backward linkages). Pemerintah harus memberikan kejelasan bahwa kemakmuran dan kesejahteraan ekonomi yang akan dicapai sesuai dengan kehendak masyarakat daerah., karena masyarakat itu sendirilah yang lebih mengetahui sektor ekonomi mana yang perlu ditingkatkan, dikembangkan, dipertahankan, sesuai dengan sosio-kultur daerah tersebut.
Perencanaan pembangunan dari atas ke bawah (top-down planning) yang pernah dilakukan pada masa orde baru, nampaknya belum menciptakan kestabilan ekonomi di daerah, bahkan yang terjadi adalah ketidakjelasan seperti alokasi sumberdaya (modal), ketidakmerataan pendapatan, pengangguran, kemiskinan, dan lain sebagainya. Perencanaan pembangunan dari bawah ke atas (bottom- up planning) merupakan perencanaan yang diharapkan dapat mengatasi distorsi tersebut. Menurut Cullis dan Jones (1992), bahwa pemerintah suatu daerah bukan hanya berperan dalam hal keuangan (anggaran), tetapi juga berperan dalam hal penentuan pilihan supaya masyarakat dapat memperoleh kesejahteraan.
Dalam rangka pengembangan ekonomi di daerah, penyediaan sumberdaya manusia menjadi syarat keharusan, akan tetapi belum memenuhi sebagai syarat kecukupan. Selanjutnya penyediaan investasi dan penggunaan teknologi dapat dijadikan sebagai sumberdaya ekonomi yang memiliki syarat kecukupan itu.
Menurut Tambunan (2000), bahwa tujuan UU No. 22 Tahun 1999 adalah untuk mengubah sistem alokasi anggaran daerah (regional) dari suatu sistem pengeluaran menjadi sistem bagi hasil. Dalam konteks ini fungsi desentralisasi fiskal merupakan ketetapan peran dan tanggung jawab pemerintah di segala bidang, memfasilitaskan transfer bantuan antar pemerintah, memperkokoh sistem penerimaan daerah melalui penetapan pelayanan yang lebih baik, memberikan kepastian usaha kepada pihak swasta, dan menjamin keselamatan masyarakat sebagai bagian dari redistribusi pendapatan. UU No. 25 Tahun 1999, dalam konteks ekonomi Indonesia merupakan peraturan tentang sumber penerimaan daerah dan mengawasi anggaran (budget) oleh pemerintah daerah. Pemerintah daerah mempunyai dua sumber penganggaran, yaitu yang berasal dari pendapatan asli daerah (PAD) dan bantuan transfer dari anggaran pemerintah pusat (APBD). Pendapatan asli daerah (PAD) berasal dari pajak daerah , retribusi daerah, perusahaan pemerintah daerah, dan lain sebagainya.
Dari uraian di atas, yang menjadi perhatian utama pemerintah dan masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan ekonomi daerah, yaitu :
(a) Bagaimana mengalokasikan sumberdaya ekonomi di daerah secara efisien (allocative efficiency);
(b) Bagaimana mengevaluasi
pengeluaran sektor publik untuk daerah otonomi.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Tentang Peranan Sektor Publik oleh Penulis,
Tahun 2001.
Dalam usaha meningkatkan kesejahteraan ekonomi di daerah, adalah tidak mungkin perekonomian sepenuhnya diserahkan pada mekanisme pasar, tetapi diperlukan adanya peranan pemerintah dalam hal mengatur ekonomi. Salah satu peran pemerintah dalam mengatur perekonomian daerah otonomi adalah dengan menerapkan desentralisasi fiskal. Kebijakan fiskal ini diharapkan mampu meningkatkan efisiensi perekonomian daerah terutama dalam hal alokasi dan distribusi. Efisiensi ekonomi didefinisikan sebagai peningkatan nilai dalam ukuran uang dari pengeluaran pemerintah yang diterima oleh pembayar pajak, sedangkan nilai outputnya bertambah besar atas pemanfaatan sejumlah sumberdaya tersebut.
Menurut
Adam Smith dalam Musgrave dan Musgrave (1989), bahwa penyelenggaraan
pajak harus didasarkan pada unsur keadilan, kepastian, keselarasan, dan
efisiensi (pertumbuhan). Oleh karena itu
peranan pemerintah dalam mengalokasikan sumberdaya (peranan fiskal) dapat
diarahkan untuk menghasilkan barang dan jasa guna meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Tidak semua barang dan jasa dapat disediakan oleh sektor swasta. Penyediaan barang publik baik secara teknis maupun secara ekonomis tidak dapat diterapkan prinsip pengecualian (non exclusive). Menurut Mangkoesoebroto (1993), penyediaan barang publik adalah seberapa banyak pemerintah harus menyediakan barang publik dan berapa jumlah dana yang harus disediakan untuk penyediaan barang publik itu.
3.1.
Penyediaan Barang Sosial Secara Efisien
Tindakan pemerintah
untuk menyediakan barang-barang sosial, dimaksudkan untuk meluruskan alokasi
sumberdaya yang ada di daerah, agar mencapai hasil yang optimal. Tindakan ini didukung oleh justifikasi yang
mengatakan bahwa mekanisme pasar tidak dapat menyediakan semua informasi yang
dibutuhkan oleh konsumen guna mengevaluasi program konsumsinya. Penyediaan barang sosial secara efisien
disajikan pada Gambar 2.
Barang (2.1)
Privat X
M
E
Y
0 N
F Q C Barang Sosial S
Barang (2.2)
Privat X
V
T P ia3
G W
ia2
ia1
0 N
F U Barang Sosial S
Barang (2.3)
Privat X
L
Z H ib4
K
ib3
ib1 ib2
0
N F U Barang Sosial
S
Gambar 2.
Penyediaan Barang Sosial Secara Efisien (Musgrave dan Musgrave,1989).
Gambar (2.1), kurva kemungkinan produksi DC sebagai bauran barang privat X dan barang sosial S dengan menggunakan sumberdaya yang tersedia. Pada Gambar (2.2), memperlihatkan jumlah barang privat X dan barang sosial S dikonsumsikan oleh A. Gambar (2.3), memperlihatkan konsumen B mengkonsumsikan barang privat X dan barang sosial S. Ketika A berada pada titik G (Gambar 2.2), A mengkonsumsikan barang sosial barang sosial S sebanyak OF dan barang privat sebanyak FG. Pada Gambar (2.1), terlihat konsumen A mengkonsumsikan barang privat sejumlah EF dan barang sosial F sejumlah OF. Dengan demikian jumlah barang privat dan barang sosial yang tersisa untuk konsumen B adalah FH (Gambar 2.3).
Tingkat kesejahteraan konsumen A
misalnya berada pada kurva indiferens ia2.
Apabila konsumen A berada pada titik G, konsumen B berada pada titik
H. Jika konsumen A bergerak ke
titik P, T, dan V, maka konsumen A berpindah ke kiri sepanjang ULK. Kurva indiferens ia2 sebagai kurva kesejahteraan dari konsumen A. Jika konsumen A akan memilih suatu titik
kesejahteraan yang maksimal dan akan membuat konsumen B menjadi lebih baik
terliohat pada titik L, dimana ULK bersinggungan dengan kurva indiferens ib4
(Gambar 2.3) dari B berada pada kurva LZK.
3.2.
Alokasi barang Sosial Melalui Anggaran
Alokasi barang sosial di daerah
merupakan penyediaan barang sosial yang ditentukan oleh penilaian masyarakat
berdasarkan pendapatan dan preferensi. Biaya
untuk barang sosial diperoleh dari pajak yang juga sesuai dengan penilaian
masyarakat, yaitu suatu sistem pengenaan pajak berdasarkan manfaat yang berlaku
di daerah. Tarif pajak ditentukan juga
oleh konsumen tertentu sesuai dengan barang sosial yang dikonsumsinya dengan
membandingkan manfaat barang privat yang berlaku di pasar.
Pada Gambar (3.1), CD merupakan garis kemungkinan produksi sebagai kombinasi barang sosial S dan barang privat X. Pada Gambar (3.2), memperlihatkan kedudukan konsumen A yang mengkonsumsikan barang sosial S dan barang privat X. Pada Gambar (3.3), memperlihatkan kedudukan konsumen B yang mengkonsumsikan barang sosial S dan barang privat X. Misalkan pendapatan terbagi di antara konsumen A dan B sedemikian rupa sehingga konsumen A menerima bagian sebesar OM/OC dari output barang privat potensial OC, sedangkan konsumen B menerima bagian sebesar ON/OC, dimana OM + OM = OC. Garis putus-putus MV kemudian akan mencatat alokasi yang optimal dari pendapatan konsumen A di antara X dan S pada berbagai perbandingan harga. Hal itu akan menunjukkan titik singgung dari sehimpunan garis harga yang berpangkal di titik M dengan kurva indiferens yang berurutan. Dengan perbandingan harga OM/OP, misalnya kedudukan yang diinginkan konsumen A akan berada pada titik Q dimana MP bersinggungan dengan kurva indiferens tertinggi yang dapat dicapai, yaitu ia2. Garis putus-putus NW menunjukkan garis harga yang serupa bagi B.
Dengan menelusuri kedudukan konsumen A sepanjang MV, dapat ditunjukkan kedudukan B yang berkaitan dengan itu, sebagaimana diperlihatkan oleh garis putus-putus NJ. Pada setiap pasang titik, keduanya harus mengkonsumsikan jumlah S yang sama, sedangkan konsumsi barang X oleh konsumen B diperoleh dengan mengurangi konsumsi A (sebagaimana dicatat oleh MV) dari total penawaran barang X (sebagaimana dicatat oleh CD). Kurva NW menunjukkan kedudukan yang diinginkan oleh konsumen B, yang akan diperoleh jika perbandingan harga yang berbeda diterapkan kepada pembelian konsumen B atas barang sosial dan barang privat.
Barang C
Privat X (3.1) Perekonomian Secara Keseluruhan
I E
0 H
D Barang Sosial S
Barang C
Privat X (3.2) Kedudukan A
M
V
Q
F ia2
K
ia1
0 H R P Barang Sosial S
Barang C
Privat X (3.3) Kedudukan B
N
W
G
L ib1
0 H
J Barang Sosial
S
Gambar 3. Barang Sosial dan Privat dalam Distribusi Tertentu (Musgrave dan
Musgrave, 1989).
DAN ANALISIS MANFAAT BIAYA
4.1.
Evaluasi Pengeluaran Publik
Penyediaan barang-barang ditentukan melalui pemungutan suara, karena sistem harga tidak dapat berfungsi secara efisien untuk mengalokasikan sumber-sumber ekonomi. Analisis manfaat dan biaya digunakan untuk mengadakan evaluasi mengenai penggunaan sumber-sumber ekonomi agar penggunaan sumber ekonomi yang langka dapat dilakukan secara efisien. Pemerintah mempunyai banyak program yang harus dilaksanakan, sedangkan biaya dan dana yang tersedia sangat terbatas. Pemerintah menjamin penggunaan sumber-sumber ekonomi yang efisien dengan memilih program-program yang memenuhi kriteria efisien.
Analisis manfaat dan biaya hanya menitikberatkan pada penggunaan faktor-faktor produksi pada tingkat efisien. Suatu program yang efisien mungkin tidak akan dilaksanakan, karena menimbulkan distribusi pendapatan yang tidak merata. Namun sebaliknya suatu program yang dapat menimbulkan distribusi pendapatan yang baik akan dipilih, walaupun program itu tidak terlalu efisien ditinjau dari hasil analisis manfaat dan biaya.
Menurut Musgrave dan Musgrave (1989), untuk mengevaluasi pengeluaran pemerintah dalam menyediakan barang dan jasa untuk masyarakat, dihitung dengan menggunakan beberapa cara, yaitu :
a. Nilai Sekarang (Prevent Value / PV) :
B1 B2 B3 Bn
PV = ----- + -------
+ ------- +
+ -------
.(1)
(1+r) (1+r)2
(1+r)3 (1+r)n
b. Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value / NPV) :
n (B-C)i
NPV = -Io + ε
----------
(2)
i=1 (1+r)i
c. Internal Rate of Return (IRR) :
B1-C1 B2-C2 Bn-Cn
IRR = Bo Co + --------
+ --------- +
+
----------- = 0
(3)
(1+r)
(1+r)2 (1+r)n
Tingkat diskonto (r) yang menghasilkan nilai
sekarang suatu proyek sama dengan nol.
Keterangan :
B = manfaat
C = biaya
Io = Investasi awal
r = tingkat diskonto
n = umur proyek
Dalam
mengidentifikasi berbagai tipe manfaat dan biaya, dapat dibedakan dalam
berbagai kelompok, yaitu :
a. Manfaat dan biaya yang bersifat riil dalam bentuk uang (percuniary).
b. Manfaat dan biaya riel langsung yang berwujud dan tidak berwujud.
c. Manfaat dan biaya riel tidak langsung yang berwujud dan tidak berwujud.
Tabel berikut ini menyajikan tentang manfat dan biaya dari berbagai proyek, diantaranya irigasi, pendidikan, prasarana transportasi, dan prasarana kesehatan.
Tabel 1. Manfaat dan Biaya Proyek Irigasi.
Keterangan |
Manfaat |
Biaya |
Riel
: Langsung
: - Berwujud - Tak Berwujud Tak
Langsung : - Berwujud - Tak Berwujud Dalam
nilai uang (pecuniary): |
- Naiknya hasil pertanian - Pelestarian kawasan - Berkurangnya erosi tanah - Perlindungan masyarakat - Peningkatan pendapatan riel masyarakat |
- Biaya bendungan - Hilangnya hutan belantara - Pengalihan air - Rusaknya margasatwa - |
Sumber : Cullis dan Jones, 1992.
Tabel 2. Manfaat dan Biaya Proyek Pendidikan.
Keterangan |
Manfaat |
Biaya |
Riel
: Langsung
: - Berwujud - Tak Berwujud Tak
Langsung : - Berwujud - Tak Berwujud Dalam nilai uang (pecuniary): |
-
Menaikan pendapatan masa
mendatang - Hidup diperkaya - Berkurangnya biaya penanggu- langan
tindak kriminal - - Kenaikan
relatif pendapatan
para guru |
- Biaya gaji, gedung, pembelian buku - Hilangnya waktu senggang - - - |
Sumber : Cullis dan Jones, 1992.
Tabel
3. Manfaat dan Biaya Proyek Prasarana
Transportasi.
Keterangan |
Manfaat |
Biaya |
Riel
: Langsung
: - Berwujud - Tak Berwujud Tak
Langsung : - Berwujud - Tak Berwujud Dalam nilai uang (pecuniary): |
- Menghemat biaya bahan bakar - Menghemat waktu - - - Keuntungan diperoleh pemilik bengkel
pada jalur yang baru |
- Menambah
penyusutan roda
kendaraan -
Menambah kecelakaan - Mengurangi produk pertanian - Biaya pemandangan - Kerugian dihadapi oleh pemi- lik
bengkel pada jalur yang lama |
Sumber : Cullis dan Jones, 1992.
Tabel 4. Manfaat dan Biaya Proyek Prasarana Kesehatan.
Keterangan |
Manfaat |
Biaya |
Riel
: Langsung
: - Berwujud - Tak Berwujud Tak
Langsung : - Berwujud - Tak Berwujud Dalam
nilai uang (pecuniary): |
-
Menghemat biaya kesehatan
pada masa mendatang - -
Bertambahnya masa produktif
pasien -
Menambah kenikmatan dalam
waktu senggang -
Keuntungan perusahan yang memproduksi
peralatan
scanning |
-
Biaya pengobatan dari pasien -
Biaya kesempatan dari pasien - - -
Hilangnya penerimaan oleh produsen obat untuk penyakit gejala gangguan |
Sumber : Cullis dan Jones, 1992.
Lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999, dapat membuka peluang untuk mempercepat terwujudnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di daerah secara lebih merata. Hal ini disebabkan oleh terjadinya migrasi kapital dan investasi dari pusat ibu kota ke daerah-daerah, yang dengan kewenangan otonominya akan memperoleh bagian dana pembangunan secara lebih proporsional. Demikian pula daerah dapat lebih leluasa dalam menentukan skala prioritas pembangunan daerahnya, tanpa harus didikte oleh pusat.
Perencanaan pembangunan dari atas ke bawah (top-down planning) yang pernah dilakukan pada masa orde baru, nampaknya belum menciptakan kestabilan ekonomi di daerah, bahkan yang terjadi adalah ketidakjelasan alokasi sumberdaya, ketidakmerataan pendapatan, pengangguran, kemiskinan, dan lain sebagainya. Perencanaan pembangunan dari bawah ke atas (bottom-up planning) merupakan perencanaan yang diharapkan dapat mengatasi distorsi tersebut.
Dalam usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah, tidak mungkin sepenuhnya perekonomian diserahkan pada mekanisme pasar, akan tetapi diperlukan adanya peranan pemerintah untuk mengatur perekonomian suatu daerah otonomi. Salah satu cara adalah dengan menerapkan desentralisasi fiskal. Kebijakan fiskal ini diharapkan mampu meningkatkan efisiensi perekonomian daerah. Efisiensi ekonomi dimaksudkan sebagai peningkatan nilai dalam ukuran uang dari pengeluaran pemerintah yang diterima oleh pembayaran pajak, sedangkan nilai outputnya bertambah besar dari pemanfaatan sejumlah sumberdaya tersebut
Analisis manfaat dan biaya digunakan untuk mengadakan evaluasi penggunaan sumber-sumber ekonomi agar penggunaan sumber ekonomi yang langka dapat dilakukan secara efisien. Pemerintah mempunyai banyak program yang harus dilaksanakan, sedangkan biaya dan dana yang tersedia sangat terbatas. Pemerintah menjamin penggunaan sumber-sumber ekonomi yang efisien dengan memilih program-program yang memenuhi kriteria efisien.
Cullis, J., and P. Jones. 1992. Public Finance and Public Choice Analitical Perspectives. Mc Graw-Hill Book Co. London
Mangkoesoebroto, G. 1993. Ekonomi Publik. BPFE. Yogyakarta
Musgrave, R. A., P.B. Musgrave. 1989. Public Finance in Theory and Pracrice 3th ed. Mc Graw-Hill Book Co. New York, USA.
Todaro, M. 1989. Pembangunan Ekonomi
di Dunia Ketiga. Erlangga. Jakarta.
Tambunan, M. 2000. Indonesias New Challenges and Opportunities in East A18, No. 2 Transaction periodicals Consortium the Dept. of East Asian Languages & Cultures Rutgers-The States University of New Jersey, USA..