© 2001  Edy Syahputra                                                                                Posted: 27 Sept. 2001   [rudyct]  

Makalah Falsafah Sains (PPs 702)   

Program Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

Sepetember 2001

 

Dosen:

Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

 

 

 

Hutan Kalbar Sumber Pestisida Botani: dulu, kini dan kelak

Oleh:  Edy Syahputra

NRP A462010021

E-mail: e_sitorus_2000@yahoo.com

 

PENDAHULUAN

Hutan Kalimantan Barat merupakan hutan tropis basah yang diperkirakan menyimpan jenis-jenis tumbuhan yang memiliki bioaktivitas.  Keberadaan tumbuhan sebagai sumber insektisida pada hutan tropis agaknya lebih menjanjikan.  Hutan tropis merupakan sumber hayati yang kaya berbagai spesies tumbuh-tumbuhan.   Sebagai salah satu sumber daya alam, hutan harus dikelola dan dimanfaatkan sebaik-baiknya.  Selain tumbuhannya dapat dimanfaatkan untuk produksi kayu, dalam beberapa hal secara langsung ataupun tidak tumbuhan hutan dapat dimanfaatkan untuk tujuan non-kayu.  Untuk jangka panjang pengusahaan hutan non-kayu ini tidak kalah pentingnya bila dikelola secara tepat.  Salah satu pengusahaan hutan non-kayu yang dapat dikembangkan selain sebagai sumber bahan bangunan dan bahan obat-obatan tradisional juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber insektisida.

Insektisida botani memiliki kelebihan tertentu yang tidak dimiliki oleh insektisida sintetik.  Di alam, Insektisida botani memiliki sifat yang tidak stabil sehingga memungkinkan dapat didegradasi secara alami (Arnason et al., 1993; Isman, 1995).  Selain dampak negatif yang ditimbulkan pestisida sintetik seperti resistensi,  resurgensi dan terbunuhnya jasad bukan sasaran (Metcalf, 1986),  dewasa ini harga pestisida sintetik relatif mahal dan terkadang sulit untuk memperolehnya.  Di sisi lain ketergantungan petani akan penggunaan insektisida cukup tinggi.  Hal ini menyebabkan orang terus mencari pestisida yang aman atau sedikit membahayakan lingkungan serta mudah memperolehnya.  Alternatif yang bisa diker­jakan di antaranya adalah memanfaatkan  tumbuhan  yang memiliki khasiat insektisida (Schumetterer, 1995) khususnya tumbuhan yang mudah diperoleh dan dapat diramu petani sebagai sediaan insektisida. 

POTENSI TUMBUHAN TROPIS SEBAGAI INSEKTISIDA BOTANI

Indonesia memiliki flora yang sangat beragam, mengandung cukup banyak jenis tumbuh-tumbuhan yang merupakan sumber bahan insektisida yang dapat dimanfaatkan untuk pengendalian hama.  Dewasa ini penelitian tentang famili tumbuhan berpotensi sebagai insektisida botani dari penjuru dunia telah banyak dilaporkan.  Lebih dari 1500 jenis tumbuhan telah dilaporkan dapat berpengaruh buruk terhadap serangga (Grainge & Ahmed, 1988).  Di Filipina, tidak kurang dari 100 jenis tumbuhan telah diketahui mengandung bahan aktif insektisida (Rejesus, 1987).  Laporan dari berbagai propinsi di Indonesia menyebutkan lebih 40 jenis tumbuhan berpotensi sebagai pestisida nabati (Direktorat BPTP & Ditjenbun, 1994).  Hamid & Nuryani (1992) mencatat di Indonesia terdapat 50 famili tumbuhan penghasil racun.  Famili tumbuhan yang dianggap merupakan sumber potensial insektisida nabati adalah Meliaceae, Annonaceae, Asteraceae, Piperaceae dan Rutaceae (Arnason et al., 1993; Isman, 1995), namun hal ini tidak menutup kemungkinan untuk ditemukannya famili tumbuhan yang baru.  Didasari oleh banyaknya jenis tumbuhan yang memiliki khasiat insektisida maka penggalian potensi tanaman sebagai sumber insektisida botani sebagai alternatif pengendalian hama tanaman cukup tepat.

Anggota Meliaceae yang paling banyak diteliti adalah nimba/mimba (Azadirachta indica A. Juss) dengan bahan aktif utama azadirachtin (limonoid).  Tanaman ini tersebar di daratan India.  Di Indonesia tanaman ini banyak ditemukan di sekitar provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur).  Ekstrak biji tanaman mimba mengandung senyawa aktif utama azadiraktin.  Senyawa aktif dari tanaman ini memiliki aktivitas insektisida, antifeedant dan penghambat perkembangan (Scmutterer & Singh 1995) serta berpengaruh terhadap reproduksi berbagai serangga (Schmutterer & Rembold 1995). Sediaan insektisida komersial dengan formulasi dasar ekstrak nimba (neem) telah dipasarkan di Amerika Serikat dan India (Wood et al. 1995, Parmer 1995).  Selain bersifat sebagai insektisida, jenis-jenis tumbuhan tertentu juga memiliki sifat sebagai fungisida, virusida, nematisida, bakterisida, mitisida maupun rodentisida. 

            Selain tanaman di atas, Aglaia sp. (Meliaceae) merupakan salah satu tanaman yang akhir-akhir ini banyak diteliti aktivitasnya.  Daerah penyebaran tanaman ini meliputi India, Cina bagian selatan, Asia Tenggara, Australia bagian utara dan kepulauan di Samudra Pasifik.  Di Indonesia tumbuhan dapat ditemui tumbuh di pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, Philipina, Sulawesi, Bali dan Flores.   Janpraset et al. (1993) berhasil mengidentifikasi senyawa aktif yang bersifat insektisida dari ranting A. odorata (Meliaceae) (culan, pacar cina) sebagai rokaglamida.  Senyawa aktif utama yang bersifat insektisida ini termasuk dalam golongan benzofuran.  Pada daun A. odorata selain rokaglamida juga ditemukan dan tiga senyawa turunannya, yaitu desmetilrokaglamida, metil rokaglat dan rokaglaol (Ishibashi et al., 1993).  Rokaglamida juga telah diisolasi dari empat spesies Aglaia lain, yaitu dari akar dan batang A. elliptifolia (Wu et al., 1997), ranting A. duppereana (Nugroho et al., 1997),  dan buah A. elliptica serta daun A. harmsiana.  Tiga jenis tanaman yang disebutkan terakhir tumbuh dengan baik di Kebun Raya Bogor.  Aktivitas ekstrak bagian tanaman Aglaia selain dapat bersifat sebagai insektisida dapat juga bersifat sebagai antifidan dan/atau penghambat perkembangan. 

            Beberapa spesies tanaman famili Annonaceae ternyata cukup berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai insektisida nabati. Jenis-jenis tanaman famili Annonaceae yang disebutkan di atas umum dijumpai di Indonesia.  Ekstrak biji tanaman srikaya (Annona squamosa) dan nona seberang (A. glabra) mempunyai aktivitas insektisida yang tinggi terhadap Crocidolomia binotalis (Basana & Prijono, 1994; Prijono  et al., 1995).   Sementara itu Budiman (1994) melaporkan ekstrak biji tanaman A. reticulata, A. montana, A. deliciosa dan Polyalthia littoralis efektif terhadap serangga gudang Callosobruchus chinensis.  Senyawa aktif utama dalam A. sqoamosa dan A. glabra adalah squamosin dan asimisin yang termasuk golongan asetogenin (Mitsui et al., 1991).  

PENELITIAN INSEKTISIDA BOTANI DI KALIMANTAN BARAT

Hingga sejauh ini informasi ataupun penelitian tentang pemanfaatan insektisida botani di Kalimantan Barat masih sangat terbatas.  Penggalian dan pemberdayaan tumbuhan lokal sebagai sumber insektisida belum pernah dilaporkan.  Guna menjaga punahnya suatu jenis tumbuhan dan guna menggali potensi kekayaan daerah Kalimantan Barat baik potensi sumber daya alam atau sumber daya manusia penulis dan timnya telah melakukan studi etnobotani pemanfaatan tumbuhan sebagai insektisida.

Sejak zaman dahulu suku bangsa lokal di daerah Kalimantan Barat sudah sering menggunakan tumbuhan untuk berbagai keperluan, seperti ramuan obat tradisional, racun mamalia, racun ikan, dan sediaan insektisida pengendali hama, selain untuk keperluan sandang, pangan, dan papan.  Tumbuhan yang dimanfaatkan tersebut bervariasi dari tumbuhan yang perdu hingga tumbuhan berbentuk pohon.  Di antara tumbuhan tersebut tumbuh secara alami di sekitar hutan dan di tepian sungai, dan sebahagian tumbuhan lain sengaja ditanam untuk keperluan-keperluan tertentu. 

Hasil studi etnobotani pemanfaatan tumbuhan sebagai pestisida yang dilakukan oleh penulis dan timnya di daerah hutan penyangga Taman Nasional Bukit Baka - Bukit Raya (Kabupaten Sintang) dan Taman Nasional Gunung Palong (Kabupaten Ketapang) mengungkapkan bahwa tidak kurang dari 53 jenis tumbuhan pernah dimanfaatkan petani dan masyarakat setempat sebagai pestisida.  Jumlah jenis tumbuhan ini tentunya akan bertambah bila dilakukan studi etnobotani pada kabupaten-kabupaten lainnya.  Dari sejumlah tanaman yang digunakan sebagai pestisida, 19 jenis tumbuhan digunakan petani sebagai insektisida, sedangkan sisanya digunakan sebagai racun hewan lainnya. 

Jenis tumbuhan yang pernah dimanfaatkan sebagai insektisida botani pada suatu tempat dengan tempat lainnya sangat beragam, sedangkan cara pemanfaatannya umumnya relatif hampir sama.  Umumnya terdapat beberapa cara yang biasa dilakukan petani, antara lain dengan penyemprotan cairan perasan tumbuhan, penyebaran atau penempatan/ penanaman bagian tumbuhan di sudut-sudut tertentu pada lahan pertanaman, pengasapan (pembakaran bagian tanaman yang mengandung bahan insektisida), dan penggunaan bagian tumbuhan untuk pengendalian hama di penyimpanan. 

Pengetahuan tentang pemanfatan insektisida botani ini secara sederhana diwarisi dari generasi sebelumnya.  Generasi-generasi tua  yang masih hidup di sekitar hutan kini keberadaannya sangat terbatas.  Meskipun ada, hanya sedikit generasi tua yang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam memanfaatkan tanaman sebagai pestisida untuk diwariskan kepada generasi muda.  Selain itu, kebanyakan generasi muda tidak tertarik lagi mempelajari dan meneruskan warisan tersebut.   Dengan demikian bahaya hilangnya warisan telah di depan mata.  Hasil survey juga mengungkapkan bahwa adanya beberapa jenis tumbuhan yang tidak ditemukan lagi di lapangan.  Hal ini merupakan permasalahan tersendiri bagi usaha menggali potensi sumber insektisida botani di Kalimantan Barat.

Penelitian yang Sudah Berjalan

Hasil pengujian aktivitas insektisida ekstrak dari berbagai jenis tumbuhan yang tumbuh di Kalimantan Barat sedang dan terus dilakukan.  Pengujian aktivitas ini masih terbatas pada serangga uji larva Crocidolomia binotalis Zeller (Lepidoptera: Pyralidae) dan imago kumbang Callosobruchus maculatus (F.) (Coleoptera: Bruchidae).  Penelitian dilaksanakan dengan metode residu pada pakan dan metode residu pada permukaaan wadah.  Untuk selanjutnya penelitian akan dikembangkan menggunakan metode dan serangga uji hama-hama pertanian yang lain.

Dari 44 jenis tumbuhan yang tumbuh di Kalimantan Barat yang pernah diuji aktivitas insektisidanya,  terdapat beberapa jenis ekstrak memiliki aktivitas insektisida yang baik terhadap kumbang Callosobruchus maculatus (pengujian menggunakan ekstrak aseton dengan metode kontak) dan/atau ulat kubis Crocidolomia binotalis (pengujian menggunakan ekstrak air dengan metode residu pada daun/efek racun perut).   Hasil penelitian menunjukkan bahwa di antara jenis ekstrak memiliki aktivitas yang bervariasi.  Dua jenis ekstrak, yaitu ekstrak kulit batang Calophyllum soulattri dan ekstrak akar Eurycoma longifolia, aktif terhadap kedua jenis serangga uji.  Ekstrak empat jenis tumbuhan, yaitu ekstrak aseton kulit batang Goniothalamos macrophyllus, ekstrak ranting dan biji Croton tiglium, serta ekstrak kulit batang Agelaea trinervis dan Antiaris toxicaria, aktif terhadap kumbang C. maculatus tetapi ekstrak airnya kurang/tidak aktif terhadap larva Cr. binotalis.  Di antara delapan jenis tumbuhan yang aktif, hanya C. tiglium yang sifat insektisidanya telah dikenal dengan baik. 

Hasil penelitian ini merupakan laporan pertama mengenai sifat insektisida A. trinervis, A. toxicaria, B. lanceolata, C. soulattri, E. longifolia, dan N. Cuspidatum.  Informasi ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pengelola hutan (pemda setempat atau pusat) dalam mengelola hutannya. 

Penelitian Sedang Berlangsung

              Untuk tahap pertama membatasi diri dengan topik penelitian yang bertujuan menciptakan suatu paket teknologi formulasi sediaan insektisida botani khususnya yang berasal dari jenis ekstrak tumbuhan yang paling aktif sehingga dapat langsung digunakan petani dalam pengendalian hama.  Selain itu penulis juga akan meneliti toksisitas insektisida terhadap aspek-aspek lingkungan.  Untuk melihat pengaruh ekstrak/senyawa aktif terhadap organisme bukan sasaran, penulis menguji toksisitas ekstrak/senyawa aktif terhadap musuh alami hama, sedangkan untuk melihat pengaruhnya terhadap kesehatan pengguna (operator), penulis menguji toksisitas ekstrak/senyawa aktif terhadap mencit.  Untuk mengetahui waktu paruh ekstrak ataupun senyawa aktif (hayati dan fotostabilitas), penulis juga akan melakukan uji aktivitas residu.   Hama sebagai serangga uji yang digunakan adalah hama penting pada tanaman kubis yakni Crocidolomia binotalis Zeller (Lepidoptera: Pyralidae).  Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi & Toksikologi Serangga, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.  Penelitian mencakup percobaan laboratorium, rumah kaca dan percobaan lapang.  Hasil penelitian diharapkan berguna dalam mendukung program nasional PHT.

Ekstraksi dan Fraksinasi Bahan Tumbuhan.  Bahan tumbuhan dihancurkan dengan mesin penggiling hingga menjadi serbuk.  Serbuk bahan disaring dengan saringan kawat kasa berjalinan 1 mm.  Serbuk halus diekstrak menggunakan pelarut etanol dengan perbandingan berat bahan : pelarut 1 : 10.  Ekstraksi dilakukan dengan metode perendaman (maserasi) selama 24 jam.  Ekstrak bahan tanaman disaring dengan kertas saring, kemudian diuapkan dengan rotary evaporator (Buchi R-114) pada suhu 55 – 60 °C dan pada tekanan 580 - 600 mmHg.  Ekstrak kasar yang dihasilkan dipartisi dalam corong pemisah dengan menggunakan pelarut-pelarut yang sesuai menjadi tiga fraksi yaitu fraksi heksana, fraksi etil asetat dan fraksi air.  Masing-masing fraksi heksana dan etil asetat diuji aktivitas insektisidanya.  Fraksi yang terbukti memiliki aktivitas yang tinggi selanjutnya difraksinasi menggunakan beberapa teknik kromatografi dengan fase tetap silika gel.

Pengujian Aktivitas Insektisida.  Pengujian bertujuan untuk mengetahui pengaruhnya sebagai insektisida.  Semua fraksi hasil setiap tahapan pemurnian diuji aktivitasnya pada larva serangga uji Crocidolomia binotalis.  Pengujian bioaktivitas insektisida dilakukan dengan metode percobaan makan dan percobaan kontak.  Pengujian aktivitas insektisida dilakukan dengan beberapa taraf konsentrasi.  Pada perlakuan kontrol, serangga uji hanya diberi makan daun yang diolesi dengan pelarut  saja (tanpa ekstrak).         Ekstrak dengan konsentrasi tertentu dioleskan merata pada setiap permukaan pakan serangga dengan sonde mikro (microsyringe).  Pakan yang digunakan adalah potongan-potongan daun brokoli (Ф 3 cm).  Potongan pakan yang diberi perlakuan ditempatkan dalam cawan petri (Ф 9 cm)  yang dialasi kertas tissue.  Dengan kuas, ke dalam setiap cawan petri dimasukkan 15 ekor larva instar II.  Pengamatan mortalitas larva uji dilakukan setiap hari hingga larva mencapai instar IV.  Penentuan nilai LC50 (lethal concentration) dilakukan dengan analisis probit dengan program komputer (SAS Institut 1990). 

Isolasi Senyawa Aktif.  Isolasi dilakukan dengan teknik kromatografi (kolom kromatografi, TLC dan HPLC).  Fraksi etil asetat dipisahkan fraksi aktifnya menggunakan kolom kromatografi gel silika dengan elusi bertingkat.  Campuran pelarut yang digunakan n-heksana, kloroform, etil asetat, dan metanol.  Aktivitas fraksi diuji dengan uji hayati terhadap larva instar II C. binotalis.

Elusidasi Struktur Kimia.  Elusidasi struktur kimia dilakukan dengan teknik spektrometri, spektometri massa dan NMR. 

Pengujian Antifidant.  Pengujian antifidan dilakukan dengan percobaan pilihan, di mana serangga uji diberi pilihan makan dengan dan tanpa ekstrak.  Pengujian dilakukan dengan beberapa taraf konsentrasi.  Konsentrasi yang digunakan untuk setiap jenis ekstrak  adalah konsentrasi sub letal.  Pada perlakuan kontrol, serangga uji hanya diberi makan daun yang diolesi dengan pelarut (tanpa ekstrak).  Ekstrak dengan konsentrasi tertentu dioleskan merata pada setiap permukaan pakan serangga dengan sonde mikro (microsyringe).  Pakan yang digunakan adalah potongan daun brokoli.  Potongan pakan yang diberi perlakuan ditempatkan dalam cawan petri yang dialasi kertas tissue.  Dengan kuas, ke dalam setiap cawan petri dimasukkan 15 ekor larva.  Sebelum perlakuan semua daun ditimbang untuk mengetahui bobot segarnya.  Dari tiap daun yang digunakan diambil dan ditimbang berat basah satu contoh potongan daun untuk penentuan kadar air.  Contoh daun tersebut dikeringkan dalam oven suhu 100 oC selama 2 hari dan selanjutnya ditimbang untuk mendapatkan berat kering.  Lama pemberian pakan perlakuan dan kontrol dilakukan selama 48 jam, selanjutnya sisa daun perlakuan dan kontrol yang tinggal ditimbang untuk mendapatkan berat daun yang dikonsumsi.  Percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap dengan empat ulangan.  Indeks hambatan makan (IHM) dihitung dengan rumus:

IHM = (BK – BP) / (BK + BP)

BK = bobot daun kontrol yang dimakan, BP = bobot daun perlakuan yang dimakan.  Data indeks hamabatan makan dianalisis dengan sidik ragam.  dan dilanjutkan dengan Pembandingan nilai tengah antar perlakuan.  Analisis data menggunakan program SAS (SAS Institute 1990). 

Pengujian Toksisitas Ekstrak Aktif terhadap Musuh Alami.  Percobaan dilakukan dengan metode kontak pada permukaan gelas.  Percobaan menggunakan imago betina Eriborus argenteopilosus.  Pelarut yang digunakan adalah campuran pelarut aseton-metanol.  Sejumlah tertentu ekstrak dimasukkan ke dalam tabung selanjutnya sambil menguapkan pelarutnya tabung diputar-putar agar larutan membasahi seluruh permukaan dalam tabung.   Sebagai kontrol, tabung hanya diberi perlakuan pelarut saja.  Setelah tabung kering, sepuluh ekor imago betina dimasukkan ke dalam tabung dan dibiarkan kontak selama 2 jam.  Kemudian imago tersebut dipindahkan ke dalam kurungan plastik-kasa yang telah diberi larutan madu madu 10% yang diserapkan pada kapas.  Pengamatan dilakukan terhadap mortalitas imago hingga 3 hari.  Percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap.  Perlakuan dan kontrol diulang lima kali. Analisis data dilakukan dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan pembandingan nilai tengah dengan menggunakan program SAS (SAS Institute 1990). 

Pengujian Aktivitas Residu Ekstrak.  Umur residu ekstrak yang digunakan adalah berkisar dari 0 hari hingga 14 hari setelah penyemprotan.  Pengujian menggunakan metode residu pada daun.  Daun brokoli yang telah mencapai umur residu diberikan sebagai pakan larva.   Pemberian pakan daun perlakuan dan kontrol dilkukan selama 2 hari, selanjutnya larva dipelihara dan diberi pakan daun segar tanpa perlakuan hingga berkepompong.  Pengamatan dilakukan setiap hari pada mortalitas larva hingga saat berkepompong.  Persentase mortalitas larva perlakuan dikoreksi dengan persentase mortalitas larva kontrol menggunakan rumus Abbott (1925):

 

 Pt  =     ( Po – Pc ) / (100 - Pc )  x  100%

 

                                                       

Di mana Pt adalah persentase kematian terkoreksi, Po adalah persentase kematian teramati dan Pc adalah persentase kematian kontrol.  Persentase mortalitas larva terkoreksi terhadap waktu dipetakan.  Waktu paruh dihitung berdasarkan persamaan regresi hubungan antara waktu dan mortalitas dengan menggunakan rumus:

 

WP = (50 x b) + a

 

Di mana WP adalah waktu paruh, b adalah kemiringan garis regresi dan a adalah intersep (Immaraju et al., 1994).

Pengujian Fitotoksisitas.  Pengujian fitotoksisitas dilakukan pada bibit tanaman kubis. Pengujian dilakukan dengan menyemprot bibit tanaman (umur 3 minggu) dengan ekstrak aktif yang dicampur dengan air menggunakan sprayer.  Konsentrasi penggunaan ekstrak di lapang 4 kali nilai LC99 percobaan di laboratorium.  Pengamatan fitotoksitas dilakukan terhadap gejala nekrotis pada bagian daun tanaman pada beberapa hari setelah penyemprotan.  Pengamatan tingkat kerusakan tanaman atau fitotoksisitas dilakukan dengan pengamatan visual dengan cara skoring sebagai berikut: 0 = tidak ada kerusakan, 0 – 5% bentuk atau warna daun tanaman tidak normal; 1 = keracunan ringan, 5 – 20% bentuk atau warna daun tanaman tidak normal; 2 = keracunan sedang, 20 - 50% bentuk atau warna daun tanaman tidak normal; 3 = keracunan berat, 50–70% bentuk atau warna daun tanaman tidak normal; 4 = keracunan sangat berat, lebih 75% bentuk warna daun tanaman tidak normal.

Rekayasa Formulasi Ekstrak.  Percobaan bertujuan untuk mencari komposisi formulasi ekstrak yang optimal dan efektif dalam pengendalian hama serta mudah diaplikasikan di lapangan.  Bahan yang digunakan dalam pembuatan formulasi tersebut adalah ekstrak ditambah dengan kombinasi bahan-bahan lainnya, seperti pelarut, pengemulsi, perekat dan tabir cahaya.  Rekayasa formulasi dilakukan dengan membuat variasi komposisi di antara bahan tersebut hingga diperoleh komposisi yang optimal.  Untuk mengetahui teknik aplikasi di lapangan dengan benar, maka sebelum aplikasi dilakukan uji stabilitas formulasi ekstrak dalam sediaan insektisida.

Pengujian Toksisitas pada Tikus.  Untuk mengantisipasi pengaruh samping penggunaan ekstrak tumbuhan pada kesehatan mamalia yang, dilakukan percobaan toksisitas ekstrak terhadap mencit.  Mencit yang digunakan dalam pengujian berumur 1 bulan.  Mencit diberi ekstrak dengan konsentrasi tertentu (setara dengan residu ekstrak di lapang).  Pemberian dilakukan 2 kali per minggu dengan metode oral.  Setelah beberapa waktu mencir yang telah diberi perlakuan dibedah dan diamati pertumbuhan uterus dan hatinya.

Pengujian Keefektifan Ekstrak di Lapangan.  Pengujian keefektifan ekstrak di lapangan dilakukan pada luasan tertentu. Pengujian dilakukan pada pertanaman brokoli. Sebelum penyemprotan ekstrak dilakukan pencatatan jenis-jenis hama yang terdapat di sekitar lahan.  Tiga hari setelah penyemprotan ekstrak dilakukan pengamatan terhadap efikasi ekstrak. 

Penelitian Akan Segera Dilaksanakan

Untuk mengantisipasi punahnya suatu jenis tanaman, studi etnobotani tentang pemanfaatan tumbuhan sebagai pestisida akan terus dilakukan di daerah-daerah pedalaman Kalimantan Barat, khususnya pada daerah yang penduduk aslinnya masih melakukan kegiatan pertanian sebagai mata pencaharian utama.  Selain itu juga dilakukan kegiatan inventarisasi untuk mengatahui keberadaan dan ketersediaan tumbuhan.  Sebagai usaha konservasi terhadap tumbuhan, dilakukan penanaman kembali tumbuhan yang diduga berkhasiat pestisida di Kebun Percobaan Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Tanjungpura, Pontianak.  

Penelitian Di Masa Mendatang

Setelah data-data bioaktivitas tumbuhan serta data-data keamanannya diketahui, penelitian di masa mendatang salah satunya diarahkan terhadap penyediaan sumber bahan baku.  Untuk penggunaan insektisida botani yang berorientasi pada penerapan usaha tani berinput rendah (sederhana), penyediaan bahan baku merupakan satu kendala yang pasti akan di hadapi.  Kendala ini dapat diatasi dengan cara menanam tumbuhan tersebut dalam skala luas.  Khusus tumbuhan berkayu, penanaman komoditas ini dapat disertakan dalam program konservasi tanaman hutan di hutan tanaman, hutan tanaman industri (HTI) misalnya.  Pada hutan tanaman ini akan diperoleh multi hasil, batang tumbuhan dimanfaatkan sebagai kayu, sedangkan daun dan kulit batangnya dapat digunakan sebagai sumber bahan baku insektisida.  Dengan demikian hutan alami akan terbebas dari kerusakan-kerusakan akibat pengambilan bagian tanaman. 

DAFTAR PUSTAKA

Abbott, WS.  1925.  A method of computing the effectiveness of an insecticide.  J. Econ. Entomol. 18:265-267.

Arnason, J.T., S. Mackinnon, A. Durst,  B.J.R. Philogene, C. Hasbun, P. Sanchez,  L. Poveda, L. San Roman, M.B. Isman, C. Satasook, G.H.N. Towers, P. Wiriyachitra, J.L. McLaughlin.  1993.  Insecticides in Tropical Plants with Non-neurotoxic Modes of Action.  p. 107-151.  In K.R. Downum, J.T. Romeo, H.A.P. Stafford (eds.), Phytochemical Potential of Tropical Plants.  New York: Plenum Press.

Basana, I.R., D. Prijono.  1994.  Insecticidal Activity of Aqueous Extracts of Four Species of Annona (Annonaceae) against Cabbage Head Caterpillar, Crocidolomia binotalis  Zeller (Lepidoptera: Pyralidae).  Bul. HPT. 7:50-60.

Bentz, J., J.W. Neal.  1995.  Effect of A Natural Insecticide from Nicotiana gossei on The Whitefly Parasitoid Encarsia formosa (Hymenoptera: Aphilenidae).  J. Econ. Entomol. 88: 1611-1615.

Bowers, W.S.,  T. Ohta, J.S. Cleere, P.A. Marsella.  1976.  Discovery of Insect Anti-juvenile Hormones in Plants.  Science 193: 542-547.

Budiman, C.P.  1994.  Kajian Manfaat Bahan Tanaman Famili Annonaceae sebagai Pestisida Alami untuk Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan. Dalam H. siswomihardja, U. Damiati, Hidayat, I. Kamal, E.T. Purwani, M. Sinuraya, Basuki, Andrizal, Sutripriarso (eds.),  Kumpulan Makalah Seminar Pemanfaatan Bahan Alami Dalam Upaya Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan.  Jakarta: Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu dan Direktorat Bina Perlindungan Tanaman dan Direktorat Bina Perlindungan Tanaman Pangan.

Coats, J.R.  1994.  Risks from Natural versus Synthetic Insecticides. Annu. Rev. Entomol. 39: 489-515.

Direktorat Bina Perlindungan Tanaman Perkebunan [DBPTP] dan Direktorat Jenderal Perkebunan [Ditjenbun].  1994.  Upaya Pemanfaatan Pestisida Nabati dalam Rangka Penerapan Sistem Pengendalian Hama Terpadu.  Dalam Dj. Sitepu, P. Wahid, M. Soehardjan, S. Rusli, Ellyda, I. Mustika, D. Soetopo, Siswanto, I.M. Trisawa, D. Wahyuno, M. Nuhardiyati (eds.), Prosiding Seminar Hasil Penelitian dalam Rangka Pemanfatan Pestisida Nabati, Bogor, 1-2 Desember 1993.  Bogor: Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.

Grainge, M., S. Ahmed.  1988.  Handbook of Plants with Pest Control Properties. New York: Wiley.

Hamid, A., Y. Nuryani.  1992.  Kumpulan Abstrak Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani, Bogor. P.1. Dalam S. Riyadi, A. Kuncoro, dan A.D.P. Utami. Tumbuhan Beracun.  Malang: Balittas.

Heyne, K.  1987.  Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid II & III.   Diterjemahkan oleh Badan Litbang Kehutanan Jakarta.  Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya.

Immaraju, J., S. Wells , W. Ruggero , R. Nelson, B. Selby.  1994.  Relative residual activities of azadirachtin, dyhidroazadirachtin and tetrahydroazadirachtin. Proc. Brighton Crop Protection Conference.  p 53-58

Ishibashi, F., C. Satasook, M.B. Isman, G.H.N. Towers.  1993.  Insecticidal 1H-Cyclopentatetrahydro [b]benzofurans from Aglaia odorata. Phychemistry 32: 307-310.

Isman, M.B., J.T. Arnason, G.H.N. Towers.  1995.  Chemistry and Biological Activity of Ingredients of Other Species of Meliaceae.  p. 652-666.  In H. Schmutterer (ed.), The Neem Tree: Source of Unique Natural Products for Integrated Pest Management, Medicine, Industry and Other Purpose.  Weinheim (Germany): VCH.

Janprasert, J., C. Satasook, P. Sukumalanand, D.E. Champagne, M.B. Isman, P. Wiriyachitra, G.H.N. Towers.  1993.  Rocaglamide, A Natural Benzofuran Insecticide from Aglaia odorata.  Phytochemistry 32: 67-69.

Metcalf, R.L.  1986.  The Ecology of Insecticides and The Chemical Control of Insect. p. 251-294.  In M. Kogan (ed.), Ecological Theory and Integrated Pest Management Practice.  New York:  John Wiley & Son. 

Nugroho, B.W., R.A. Edrada, B. Gussregen, V. Wray, L. Witte, P. Proksch.  1997. New Insecticidal Rocaglamide Derivatives from Aglaia  deperreana (Meliaceae).  Phytochemistry 44: 1455-1461.

Parmar , B. S.  1995. Results with commercial neem formulations produced in India. In H. Schmutterer  (eds), The Neem Tree Azadirachta indica A. Juss. And Other Meliaceous Plants. Sources of  Unique Natural Products for Integrate Pest Managemant,  Medicine, Industry and Other Purposes. pp. 453-470. VCH Weinheim. New York, Basel, Cambridge, Tokyo.

Prijono, D. 1988.  Penuntun Praktikum Pengujian Insektisida.  Bogor: Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian IPB.

Prijono D & E. Hassan.  1993.  Effects of Neem (Azadirachta indica A. Jussieu) Extract on Feeding, Development, Reproduction, Longevity and Oviposition of Crocidolomia binotalis Zeller (Lepidoptera: Pyralidae). Bul HPT. 6(2):55-65.

Prijono, D., M.S. Gani, E. Syahputra.  1995.  Screening of Insecticidal Activity of Annonaceous, Fabaceous, and Meliaceous Seed Exstracts against Cabbage Head Caterpilar, Crocidolomia binotalis Zeller (Lepidoptera: Pyralidae)”.  Bul HPT. 8: 74-77.

Rajesus, B.M.  1987.  Botanical pest control research in the Philipines.  Philipp. Ent. 7(1):1:30

SAS Institut.  1990.  SAS/STAT User’s Guide, Version 6, fourth edition, Volume 2.  North Carolina:  SAS Institut Inc.

Schmutterer, H. (ed.).  1995.  The Neem Tree Azadirachta indica A. Juss. and Other Meliaceous Plants: Sources of Unique Natural Products for Integrated Pest Management, Medicine, Industry and Other Purposes.  VCH, Weinham-Germany.

Schmutterer, H.  1997.  Side-effects of neem (Azadirachta indica) products on insect pathogens and natural enemies of spider mites and insects.  J. Appl. Entomol. 121:121-128.

Schmutterer, H. & H. Rembold. 1995. List of insect pest susceptible to neem products. In H. Schmutterer (ed.), The Neem Tree-Source of Unique Natural products for Integrated Pest Management, Medicine, Industry and Other Purposes. pp. 195-204. VCH. Weinheim, New York, Basel, Tokyo.

Schmutterer, H.  & R. P. Singh. 1995. List of insect pest susceptible to neem products. In H. Schmutterer (ed.), The Neem Tree- Source of Unique Natural products for Integrated Pest Management, Medicine, Industry and Other Purposes. pp. 326-365. VCH, Weinheim, New York, Basel, Cambridge, Tokyo.

Wood, T., W. Ruggero & R. Nelson. 1995. Performance profile for the neem-based insecticide ALIGNTM . In The Neem Tree- Source of Unique Natural Products for Integrated Pest Management, Medicine, Industry and Other Purposes. pp. 445-453. VCH, Weinheim. New York, Basel, Cambridge, Tokyo.

Wu, T.S.,  M. J. Liou,  C. S. Kuoh,  C. M. Teng,  T. Nagao,  K. H. Lee. 1997.  Cytotoxic and Antiplatelet Aggregation Principles from Aglaia ellipfolia. J. Nat. Prod. 60: 606-608.