© 2001 Budi Nugroho Posted 7 December 2001
[rudyct]
Makalah Falsafah Sains (PPs
702)
Program Pasca Sarjana / S3
Institut Pertanian Bogor
December 2001
Dosen:
Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng
(Penanggung Jawab
EKOLOGI MIKROBA
Oleh :
Budi Nugroho
P02600002
E-mail: nug60@yahoo.com
Logam berat adalah komponen alamiah lingkungan yang mendapatkan perhatian berlebih akibat ditambahkan ke dalam tanah dalam jumlah yang semakin meningkat dan bahaya yang mungkin ditimbulkan. Bagaimanapun logam berat tersebut berbahaya terutama apabila deserap oleh tanaman, hewan atau manusia dalam jumlah besar. Namun demikian beberapa logam berat merupakan unsur esensial bagi tanaman atau hewan
Istilah logam berat menunjuk pada logam yang mempunyai berat
jenis lebih tinggi dari 5 atau 6 g/cm3. Namun pada kenyataannya dalam pengertian logam berat ini,
dimasukkan pula unsur-unsur metaloid yang mempunyai sifat berbahaya seperti
logam berat sehingga jumlah seluruhnya mencapai lebih kurang 40 jenis. Beberapa
logam berat yang beracun tersebut adalah As, Cd. Cr, Cu, Pb, Hg,
Ni, dan Zn. (Wild, 1995)
Pada akhir-akhir ini bahaya yang
ditimbulkan oleh logam berat merupakan isu lingkungan yang sangat
menonjol. Berbagai limbah berbahaya
saat ini dihasilkan dalam kegiatan manusia,
dan menimbulkan masalah pada penanganannya. Hal ini terutama karena bentuk limbah bermacam-macam dan mempunyai kadar yang beragam pula. Bentuk limbah padat menimbulkan pengaruh
relatif lokal, tetapi apabila bentuk limbah limbah cair atau yang dapat menguap pengaruhnya lebih luas,
dan lebih susah dicegah
kontaminasinya.
Pada dasarnya alam mempunyai mekanisme untuk mengurangi pengaruh negatif penumpukan logam berat terhadap ekosistem. Namun demikian sering terjadi penumpukan logam berat yang melebihi kemampuan alam untuk memprosesnya. Hal tersebut dapat menimbulkan bahaya secara beruntun, mengingat saling ketergantungan yang terjadi antara komponen-komponen ekosistem.
Tulisan ini mencoba untuk mengupas pengaruh logam berat tersebut terhadap mikroba dengan seluruh pengaruh ekologis yang terkait.
Secara alamiah logam berat dikandung oleh berbagai mineral
dalam berbagai batuan penyusun kerak bumi.
Mineral tersebut
umumnya adalah mineral kelam yang banyak ditemukan pada batuan basa atau ultra
basa. Berbagai mineral yang
mengandung logam berat tersebut
disajikan pada Tabel 1.
Berdasarkan kenyataan alamiah seperti dikemukakan di atas, maka di bumi ditemukan pula daerah-daerah yang mempunyai tanah dengan kandungan logam berat cukup tinggi dengan semua implikasi lingkungannya. Tentu saja tanah-tanah tersebut adalah tanah-tanah yang berbahan induk batuan basa atau ultra basa. Proses alamiah lain yang mungkin menyebarkan logam berat adalah proses volkanik.
Manusia adalah makluk yang paling bertanggung jawap terhadap peningkatan
mobilisasi, perpindahan dan akumulasi logam berat di lingkungan. Melalui
berbagai kegiatan industri misalnya, logam berat masuk ke atmosfer, tanah dan perairan melebihi kemampuan alamiah
untuk memprosesnya. Bahan-bahan demikian dikenal sebagai bahan Xenobiotik atau
Antropogenik. Logam berat tersebut masuk ke ekosistem tanah dalam bentuk
organik maupun inorganik. Beberapa
sumber polutan logam berat yaitu
kadnium (Cd) disajikan pada Tabel 2.
Tabel 1. Beberapa Mineral yang Mengandung Logam Berat
(Mitchell, 1964)
No. |
Mana Mineral |
Unsur Utama |
Unsur Minor |
1. |
Olivin |
Mg, Fe, Si |
Ni, Co, Mn,
Li, Zn, Cu, Mo |
2. |
Hornblende |
Mg, Fe, Ca, Al, Si |
Ni, Co, Mn, Sc, Li, V, Zn, Cu, Ga |
3. |
Augit |
Ca, Mg, Al, Si |
Ni, Co, Mn, Sc, Li, V, Zn, Pb, Cu, Ga |
4. |
Biotit |
K, Mg, Fe, Al, Si |
Rb, Ba, Ni, Co, Sc, Li, Mn, V, Zn, Cu, Ga |
5. |
Anorthit |
Ca, Al, Si |
Sr, Cu, Ga, Mn |
6. |
Andesin |
Ca, Na, Al, Si |
Sr, Cu, Ga, Mn |
7. |
Oligoklas |
Na, Ca, Al, Si |
Cu, Ga |
8. |
Garnet |
Ca, Mg, Fe, Al, Si |
Mn, Cr, Ga |
9. |
Ortoklas |
K,
Al, Si
|
Rb, Ba, Sr, Cu, Ga |
10. |
Ilmenit |
Fe, Ti |
Co, Ni, Cr, V |
11. |
Magnetit |
Fe |
Zn, Co, Ni, Cr, V |
Tabel 2. Sumber Polutan Kadnium (Cd) (Babich dan Stotzky, 1978)
Atmosfer |
Tanah |
Perairan |
Penambangan dan Pengo-lahan bahan Tambang |
Endapan dari atmosfer |
Endapan dari atmosfer |
Peleburan |
Debu |
Debu |
Galvanisasi |
Air limbah tambang |
Air limbah tambang |
Pabrik pewarna |
Pupuk limbah lumpur |
Air buangan prosesing limbah |
Pabrik baterai |
Pupuk Superfosfat |
Limbah cair industri |
Electroplating |
Pestisida |
Limbah cair dari TPA |
Industri amalgamasi |
|
|
Industri pupuk |
|
|
Pembakaran bahan bakar fosil |
|
|
Pemakaian ban mobil |
|
|
Penggunaan pestisida |
|
|
Pembakaran |
|
|
Industri Baja |
|
|
Asap rokok |
|
|
Proses pelapukan |
|
|
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa kegiatan pertanian berpeluang memberikan andil terhadap polusi logam berat. Berbagai bahan untuk kegiatan pertanian mengandung logam berat. Sebagai contoh bahan tersebut adalah fungisida, herbisida, insektisida, pupuk fosfat, penggunaan bahan bakar fosil dalam usaha pertanian dsb.
SIFAT
KIMIA LOGAM BERAT
DAN IMPLIKASI LINGKUNGANNYA
Berbagai reaksi terjadi terhadap logam berat setelah bahan tersebut mencapai tanah atau lingkungan lainnya. Reaksi tersebut dapat terjadi dengan senyawa inorganik atau senyawa organik. Berbagai kemungkinan reaksi yang terjadi terhadap logam berat di dalam tanah adalah (Babich dan Stotzky, 1978)
1.
Membentuk
senyawa larut, komples dari berbagai macam molekul;
2.
Presipitasi
atau kopresipitasi
3.
Terinkorporasi
kedalam struktur mineral;
4.
Terakumulasi
atau terfiksasi ke dalam bahan biologi;
5. Dikompleks dengan agen pengkhelat;
6. Diadsobsi dalam mineral liat atau koloid organik.
Berbagai faktor lingkungan berpengaruh terhadap logam berat. Faktor-faktor tersebut adalah : kemasaman tanah, bahan organik, suhu, tekstur, mineral liat, kadar unsur lain Cu, Cd, Mg, Pb, Zn, Mg dsb.
Tingkat ketersediaan
logam berat tergantung pada pH lingkungan.
Menurut Babich dan Stotzki, (1978)
pada pH dibawah 8 Cd misalnya terdapat terutama dalam bentuk bebas, Cd+2
dan Cd (OH)+ mulai terbentu pada pH 7 – 7.5, sedangkan Cd (OH)2 mulai terbentuk pada pH 9.0. Klein dan
Trayer (1995) mengemukakan bahwa pH adalah faktor penting yang menentukkan
tranformasi logam. Penurunan pH secara umum meningkatkan
ketersediaan logam berat kecuali Mo dan Se.
Pengaruh bahan organik terhadap logam berat berkaitan dengan pembentukan senyawa kompleks antara bahan organik dengan logam tersebut. Stabilitas khelat organik dengan beragam kation bervalensi dua mengikuti urutan : Pb > Cu > Ni > Co > Zn > Cd > Fe > Mn. Kekuatan ikatan ini akan mempengaruhi kelarutan logam berat yang selanjutnya mempengaruhi mikroba tanah. (Babich dan Stotzki, 1978).
Makin halus tekstur makin tinggi kekuatan untuk mengikat logam berat. Oleh karena itu tanah yang bertekstur liat mempunyai kemampuan untuk mengikat logam berat lebih tinggi dari tanah berpasir. Jenis mineral liat juga berpengaruh terhadap pengikatan logam berat oleh tanah. Umumnya kemampuan mengikat logam berat vermikulit > illit > montmorillonit > kaolinit (Babich dan Stotzki, 1978).
Logam berat mungkin diabsorbsi dan diakumulasikan dalam jaringan hidup. Kemampuan beberapa logam berat dalam berikatan dengan asam amino mengikuti arutan sebagai berikut : Hg > Cu > Ni > Pb > Co > Cd. Cadnium misalnya menunjukkan afinitas terhadap porfirin, purine, systein, histidin dsb. . (Babich dan Stotzki, 1978).
Logam berat juga diakumulasikan dalam biota. Urutan afinitas plankton terhadap logam bervalensi dua adalah : Zn > Pb > Cu > Mn > Co > Ni > dan Cd, sedangkan ganggang adalah Pb > Mn > Zn > Cu , Cd > Co > Ni. (Babich dan Stotzki, 1978).
Organisme yang pertama terpengaruh akibat penambahan polutan logam berat ke tanah atau habitat lainya adalah organisme dan tanaman yang tumbuh di tanah atau habitat tersebut. Dalam ekosistem alam terdapat interaksi antar organisme baik hubungan tersebut interaksi positif maupun interaksi negatif yang menggambarkan bentuk-bentuk transfer energi antar populasi dalam komunitas tersebut. Dengan demikian pengaruh logam berat tersebut pada akhirnya akan mencapai hirarki rantai makanan tertinggi yaitu manusia. Kasus yang sangat terkenal dari keracunan logam berat (Hg) terhadap manusia adalah yang terjadi di Teluk Minamata, Jepang.
Ketahanan mikroba tanah terhadap logam berat berbeda-beda tergantung
pada mekanisme yang dipunyai mikroba untuk menyesuaikan diri terhadap polusi
dan tergantung pada kondisi lingkungan tempat organisme tersebut tumbuh. Beberapa urutan tingkat meracun logam berat terhadap organisme tanah
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Urutan Tingkat Meracun Logam Berat terhadap Mikroba Tanah (Babich dan Stotzki, 1978)
No. |
Organisme |
Spesies |
Urutan Tingkat Meracun |
1. |
Fungi |
- |
Cu > Cd > Pb > Zn |
2. |
Kamir |
Hansenula anomala |
Ag > Hg > Co > Ni > Cd |
|
|
Sacharomyces cerevisiae |
Cd > Ag > Hg > Cu > Ni |
3 |
Bakteri |
Escherichia coli |
Hg > Cd > Al > Pb > Co > Fe |
4. |
Ganggang |
Dunaliella viridis
|
Hg > Cu > Ni
> Cd > Pb |
|
|
Porphyridium marinum
|
Hg > Cu > Cd
> Pb |
|
|
Tetraselmis pseudonana
|
Hg > Cd > Cu
> Pb |
5. |
Lichen |
- |
Co > Zn = Ni > Cu > Pb > Fe |
Tabel di atas menunjukkan bahwa ketahanan mikroba terhadap logam berat bervariasi dalam kelompok organisme, genus maupun spesies di dalam genus yang sama. Pengaruh logam berat terhadap mikroba tersebut terlihat pada beberapa tahap dalam daur kehidupannya. Pada fungi pengaruh tersebut terlihat pada tahap pembentukan miselium, pembentukan badan buah maupun pada proses perkecambahan spora. Pada kamir (yeast) dapat berupa meningkatnya kegiatan lipolitik, meningkatnya respirasi akibat berkurangnya penghambatan oleh sistein. Pada bakteri pengaruh tersebut dapat terlihat pada penurunan dan perpanjangan laju pertumbuhan, penundaan perkembang-biakan dsb. (Babich dan Stotzki, 1978; Klein dan Trayer, 1995)
Pengaruh logam berat terhadap mikroba dalam lingkungan hidupnya dapat terekspresi dalam berbagai bentuk antara lain : perubahan populasi mikroorganisme pada satu komunitas, menurunnya karbon mikroba, meningkatnya respirasi tanah, munculnya mikroba resisten, dan lain sebagainya. Pengaruh terhadap mikroba tersebut di atas selanjunya akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidupnya seperti menurunnya “Turn Over”, menumpuknya sampah di tanah, menurunya laju penyediaan hara dari bahan organik, berkembangnya patogen dsb.
Perubahan Populasi Mikroba.
Penambahah bahan mengandung logam berat seperti limbah lumpur (sewage sludge) ke dalam tanah mengubah populasi mikroba. Frostegard, Tunlip dan Baath. (1995) mengukur pengaruh Zn terhadap populasi mikroba dengan analisis fosfolipida dengan ekstraksi asam lemak (Phospholipid Fatty Acid = PLFA) dan diolah dengan analisis komponen utama (PCA = principal component analysis) mendapatkan bahwa terjadi peningkatan relatif biomas fungi dan aktinomisetes dan penurunan biomas bakteri. Hasil percobaan Fließbach, Martens dan Reber (1994) dengan metode inhibitor selektif mengasilkan data seperti disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Kontribusi Bakteri dan Fungi pada Dekomposisi Senyawa yang diberi Inhibitor Sikloheksamid dan Streptomisin.
Dosis Lumpur Limbah |
Bakteri (%) |
Fungi (%) |
Tanah
Pertanian
|
|
|
Tanpa limbah |
22.0 |
78.0 |
100 m3, logam rendah |
15.4 |
84.6 |
100 m3, logam tinggi |
17.1 |
82.9 |
300 m3, logam rendah |
15.1 |
84.9 |
300 m3, logam tinggi |
3.8 |
96.2 |
|
|
|
Tanah hutan
|
|
|
Tanpa limbah |
29.4 |
70.6 |
100 m3, logam rendah |
19.1 |
80.9 |
100 m3, logam tinggi |
16.5 |
83.5 |
300 m3, logam rendah |
11.7 |
88.3 |
300 m3, logam tinggi |
2.8 |
97.2 |
Hasil penelitian Fostegard et. al (1994) yang dikemukakan di atas menunjukkan hasil yang bersamaan. Tabel 4 juga menunjukkan bahwa walaupun sejak awal aktivitas fungi dominan, perlakuan dengan limbah berlogam berat meningkatkan dominansi fungi tersebut, sedangkan peranan bakteri menurun. Hasil yang sama diperoleh Kozdroj (1995) dan Kelly, Haggblom dan Tate III (1999)
Karbon Mikroba (C-mik)
Karbon mikroba menunjukkan jumlah karbon dalam ekosistem tertentu yang berupa jaringan mikroba. Hasil penelitian Chander dan Brookes (1993), Kozdroj (1995), Valsecchi, Gigliotti dan Farini (1995), Chander, Brookes dan Harding (1995) Frostegard , Tunlip dan Baath (1995), Kelly et. al. (1999), Moreno, Hernandez dan Garcia (1999) dan Aceves, Grace, Ansorena, Dendooven dan Brookes (1999) menunjukkan bahwa peningkatan kadar logam berat menurunkan biomas mikroba pada ekosistem yang bersangkutan. Hasil penelitian Chander dan Brookes (1993) disajikan pada Tabel 5
Hal tersebut berarti mikroba banyak yang mati. Berkaitan dengan dominansi fungi yang dikemukakan pada Tabel 5 di atas maka bakteri lebih terhambat perkembangannya dibandingkan fungi. Sebagai inplikasi terhadap hal ini adalah term over bahan oganik memanjang, dengan potensi terjadinya penumpukan sampah lebih panjang.
Tabel 5. Kadar Karbon Mikroba pada Perlakuan Limbah Lumpur Mengandung Cu, Zn dan Ni
No. |
Perlakuan |
C-Biomas
(ug g-1 tanah)
|
1. |
Tanpa Limbah |
169 |
2. |
Lumpur tanpa logam berat |
183 |
3. |
Lumpur-Zn (600 kg ha-1) |
185 |
4. |
Lumpur-Zn (1200 kg ha-1) |
172 |
5. |
Lumpur-Zn (1900 kg ha-1) |
140 |
6. |
Lumpur-Zn (2800 kg ha-1) |
108 |
7. |
Lumpur-Cu (600 kg ha-1) |
150 |
8. |
Lumpur-Cu (2000 kg ha-1) |
94 |
9. |
Lumpur-Cu (3000 kg ha-1) |
82 |
10. |
Lumpur-Ni (50 kg ha-1) |
184 |
11. |
Lumpur-Ni (100 kg ha-1) |
181 |
12. |
Lumpur-Ni (150 kg ha-1) |
189 |
13. |
Lumpur-Ni (200 kg ha-1) |
182 |
Respirasi mikroba
menunjukkan aktivitas metabolime mikroba.
Kontaminasi logam berat pada suatu ekosistem meningkatkan respirasi
tanah. Hasil penelitian
Fließbach et. al. (1995) disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Respirasi Contoh Tanah
Lapisan Olah (Ap) Setelah Perlakuan dengan Limbah Berkadar Logam Berat Rendah
dan Tinggi
Dosis Lumpur Limbah |
Respirasi (ug CO2-C
g-1 h-1) |
Tanah Pertanian
|
|
Tanpa limbah |
0.25 |
100 m3, logam rendah |
0.27 |
100 m3, logam tinggi |
0.29 |
300 m3, logam rendah |
0.36 |
300 m3, logam tinggi |
0.40 |
|
|
Tanah hutan
|
|
Tanpa limbah |
0.27 |
100 m3, logam rendah |
0.22 |
100 m3, logam tinggi |
0.22 |
300 m3, logam rendah |
0.45 |
300 m3, logam tinggi |
0.60 |
Tabel 6 menunjukkan bahwa peningkatan dosis limbah lumpur berkadar logam berat tinggi meningkatkan respirasi tanah yang terjadi. Dengan total karbon mikroba menurun seperti dikemukakan di atas maka menunjukkan bahwa respirasi per satuan karbon mikroba meningkat, namun efisiensi konversi C tanah menjadi C mikroba rendah. Hasil yang sama diperoleh pada penelitian Insam, Huchinson dan Reber (1995), Moreno et. al. (1999) dan Aceves et. al . (1999) yang mendapatkan bahwa logam berat tersebut meninbulkan tekanan pada kehidupan mikroba tanah sehingga respirasi meningkat. Hasil penelitian Valsecchi et. al. (1995) yang berupa korelasi lenier antara kadar logam berat pada bekas pertambangan dengan karbon mikroba, biomasa mikroba dan nisbah keduanya dan menunjukkan korelasi positif nyata dengan respirasi tanah, korelasi negatif untuk biomasa mikroba dan korelasi positif nyata untuk nisbah kedua keduanya. Dengan demikian dari penelitian ini diperoleh bahwa peningkatan kadar logam berat dalam tanah akan meningkatkan respirasi tanah, menurunkan biomas mikroba dan meningkatkan respirasi per satu satuan berat mikroba.
Penambahan logam berat ke dalam ekosistem dalam jumlah banyak akan menimbulkan tekanan terhadap mikroba yang hidup dalam ekosistem tersebut. Sebagai akibatnya mikroba sebagian akan mati dan sebagian membuat penyesuaian dan timbullah seleksi alamiah. Hasil penelitian Kozdroj (1995) yang dilakukan dengan menambah Cd dan Cu secara berulang dan mengukur aktivitas mikroba secara berulang setiap minggu selama 4 minggu menunjukkan bahwa makin jauh interval waktu pengukuran dengan pemberian Cd atau Zn aktivitas mikroba semakin tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa timbul mikroba yang relatif resisten. Hasil percobaan Huysman, Verstraete dan Brookes (1994) disajikan pada Tabel 7. Pada penelitian ini bakteri yang digunakan diisolasi dari lapangan dan kemudian ditumbuhkan dalam media agar dan diberi perlakuan dengan logam berat (Zn, Cd, Ni dan Cu).
Tabel 7. Konsentrasi Minimum Tembaga (KMT) untuk Bakteri Aerob dan Anerob serta Fungi.
Lokasi |
Bakteri Aerob |
Bakteri Anaerob |
Fungi |
KMT (mM) |
|||
Tidak Dipupuk |
|
|
|
Lovendegem B |
7 |
1.50 |
20 |
Lovendege DG |
5 |
1.75 |
19 |
Tilegem |
7 |
1.75 |
52 |
Rata-rata |
6.3 |
1.66 |
19.6 |
Lahan Dipupuk |
|
|
|
Egem |
13 |
1.75 |
20 |
Ruiselede |
9 |
1.75 |
20 |
Wingene |
9 |
1.75 |
18 |
Rata-rata |
10.3 |
1.75 |
19.3 |
Data pada Tabel 7 menunjukkan bahwa konsentrasi minimum tembaga (KMT) bakteri tanah aerobik jauh lebih tinggi dari bakteri anaerobik dengan masing-masing bernilai 6.3 dan 10.3. Relatif tidak ada perbedaan nilai KMT antara bakteri anaerobik dari lahan yang dipupuk dan tidak dipupuk. Bakteri anaerobik sekitar 10 kali lebih sensitif terhadap Cu dibandingkan anaerobik, sedangkan fungi kira-kira 2 kali lebih toleran terhadap Cu dibandingkan bakteri. Menurut Klein dan Trayer (1995) perbedaan toleransi terhadap logam berat, akibat adanya perbedaan kemampuan dalam mehilangkan sifat meracun logam berat yang bersangkutan. Selanjutnya dicontohkan bahwa bakteri dapat toleran terhadap Hg dan As karena mempunyai plasma yang produksinya dikendalikan oleh gen mer. Salah satu spesien bakteri yang mempunyai mekanisme ini adalah Ascherischia coli.
PENGARUH
MIKROBA TERHADAP LINGKUNGAN
Bioremediasi didefinisikan sebagai proses yang menggunakan mikroba, tanaman , enzim mikroba atau tanaman untuk menawarkan racun polutan di tanah atau lingkungan (Skipper, 1998, Skladany dan Metting Jr, 1993). Konsep bioremediasi tersebut termasuk di dalamnya proses-proses : biodegradasi yang menunjuk pada panawaran atau transformasi senyawa beracun secara total atau parsial oleh mikroba dan tanaman; mineralisasi yang menunjukkan perubahan menyeluruh bahan organik polutan menjadi senyawa inorganik dan kometabolisme yang menunjuk pada proses perubahan polutan tanpa mengubah karbon atau energi untuk mikroba pelapuk. (Skipper, 1998).
Bioremediasi dipertimbangkan sebagai penanganan kontaminan didasarkan pada beberapa kriteria yaitu ( Mullen, 1998) :
1. Organisme yang digunakan harus mempunyai aktaivitas katabolisme untuk menghancurkan kontaminan dengan laju yang mencukupi untuk membuat konsentrasi kontaminan menurun mencapai standar
2. Secara biologis kontaminan dapat dicapai oleh organisme
3. Lingkungan mendukung untuk pertumbuhan mikroba, tanaman atau aktivitas enzimatik
4. Biaya bioremediasi harus lebih murah atau paling kurang sama dengan teknologi lain
Lebih lanjut dikemukakan oleh Mullen bahwa disamping bioremediasi mempunyai keuntungan, teknologi tersebut juga mempunyai beberapa kelemahan. Keuntungan bioremediasi antara lain : relatif kurang berbahaya dan kurang mahal, dan proses berlangsung secara alamiah, tidak berdampak pada lingkungan dan tidak menghasilkan bahan sisa (rekalsitran), sedangkan kerugiannya adalah umumnya kontaminan mempunyai ketersediaan biologis rendah dan proses penawaran racun sukar dilakukan bila kontaminan merupakan campuran bahan yang proses penawarannya saling berlawanan.
Secara umum prinsip penawaran kontaminan dilakukan dengan menurunkan aktivitas kontaminan tersebut dalam lingkungan, baik dengan cara pembentukan senyawa yang mempunyai kelarutan yang rendah, pembentukan seyawa atau unsur yang mempunyai sifat meracun lebih rendah, atau mengencerkan kontaminan tersebut dengan menyebarkabn lebih luas hingga konsentrasinya dibawah ambang batas (Klein dan Thayer, 1995, Mullen, 1998, Skipper, 1998). Dalam kaitan dengan logam berat penurunan konsentrasi tersebut harus dikaitkan dengan proses serapan oleh organisme mengingat logam berat tersebut umumnya larut dalam lemak dan dapat terakumulasi pada tubuh organisme (Mullen, 1998).
Salah satu proses penawaran sifat meracun logam berat dilakukan dengan pembentukan komplek logam organik, contohnya metilasi. Proses Metilasi menunjuk pada mekanisme penawaran racun oleh organisme yang bersangkutan dengan proses pengkelatan logam berat oleh metil atau senyawa sejenis lainnya (Mullen, 1998). Proses ini juga dapat dianggap sebagai proses produksi senyawa logam-organik oleh mikroba. Menurut Klein dan Thayer (1995) diketahui ada tiga cara metilasi yaitu :
1. Transfer metil dari S-adenosymethionine dengan unsur As, Se, Te, Sb;
2. Transfer metil dari methylcobaltamine dengan unsur Hg, Ga, Sn dan Pb
3. Transfer metil dari N-5-methyltetrahydrofolate untuk logam yang bermuatan positif.
Pembentukan senyawa organo-logam menyebabkan perubahan sifat logam terutama dalam kaitan dengan mobilitasnya yaitu penguapan, proses desosiasi dalam air dsb. Lintasan tersebut merupakan lintasan untuk melakukan proses penurunan konsentrasi kontaminan (Mullen.1998). Metilasi umumnya meningkatkan kelarutan logam dalam lemak dan meningkatkan sifat beracunnya dibandingkan bentuk ion organiknya kecuali untuk logam As dalam bentuk arsenobiotin dan Se dalam bentuk Selenotionen (Klein dan Thayer ,1995; Mullen, 1998). Berbagai jenis bakteri dan fungi yang tersangkut dalam proses metilasi disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Genus Bakteri yang Berperan dalam Proses Alkilasi Logam dalam Kondisi Aeribik dan Anaerobik. (Klein dan Thayer, 1995)
Genus
|
Unsur Logam
|
||||
As |
Hg |
Sn |
Se |
Pb |
|
Fungi |
|
|
|
|
|
Aspergillus |
X |
X |
- |
- |
- |
Candida |
X |
- |
- |
- |
- |
Gleocladium |
X |
- |
- |
- |
- |
Neurospora |
X |
X |
- |
- |
- |
Penicillium |
X |
-- |
- |
X |
- |
Saccharomyces |
X |
X |
- |
- |
- |
Schizophillum |
- |
- |
- |
X |
- |
Scopulariopsis |
X |
X |
- |
X |
- |
Trychophyton |
X |
- |
- |
- |
- |
|
|
|
|
|
|
Bakteri |
|
|
|
|
|
Aeromonas |
X |
- |
- |
X |
X |
Acinetobacter |
- |
- |
- |
- |
X |
Alkaligenes |
- |
- |
- |
- |
X |
Bacillus |
- |
X |
- |
- |
- |
Ascherichia |
X |
X |
- |
- |
- |
Flavobacterium |
X |
- |
- |
X |
X |
Klebsiella |
- |
X |
- |
- |
- |
Mycobacterium |
- |
X |
- |
- |
- |
Pseudomonas |
- |
X |
X |
X |
X |
Clostridium *) |
- |
X |
- |
- |
- |
Desulvovibrio*) |
- |
X |
X |
- |
- |
Methanobacterium
*) |
x |
- |
- |
- |
- |
Keterangan :
*) bakteri anaerob
Transformasi Senyawa Logam-Organik dalam Tanah
Dua tujuan utama mempelajari
transformasi senyawa logam-organik dalam tanah adalah : mengetahui senyawa yang dihasilkan oleh penambahan senyawa logam-organik dalam
tanah dan mengevaluasi respon komunitas yang ada dalam tanah tersebut.
Transformasi senyawa logam –
organik terjadi dalam kondisi aerobik
maupun anaerobik. Keadaan tersebut
menyebabkan pendugaan total reaksi yang
terjadi di tanah lebih susah dibandingkan dengan di perairan atau endapan
anaerob. Beberapa transformasi senyawa logam berat yang terjadi di dalam tanah
adalah sebagai berikut :
Air raksa
(Hg)
Siklus dasar reaksi Hg dalam tanah dilakukan oleh mikroba dan hasilnya meliputi transformasi aerobik dan anaerobik dari Hg (II) ke monometil-Hg dan selanjutnya dekomposisi monometil-Hg menjadi metana dan Hg (0). Etil, metoksietil dan penil-Hg dapat didekomposisikan dengan cara yang sama. Proses metilasi ini merupakan proses detoksifikasi bagi organisme yang tersangkut (Klein dan Trayer, 1995; Mullen, 1998)
Detoksifikasi tersebut dilakukan dengan reduksi dari Hg (II) menjadi Hg (0) yang mudah menguap sehingga konsentrasi Hg. (Mullen, 1998) Oleh karena itu dinamika Hg dalam tanah sangat dipengaruhi olehnilai Eh. Pada Eh >0.4 v Hg larut berada dalam bentuk Hg(II), dalam kondisi reduksi lemah (0.2 – 0.4 v) sebagai Hg(0) atau Hg (II), dan dengan kondisi yang makin reduktif menjadi Hg(0) atau HgS (Klein dan Trayer, 1995). Beberapa bakteri aerobik dan fakultatif mengkatalisasi proses reduksi Hg (II) menjadi Hg (0) seperti Basillus, Pseudomonas, Corynebacterium, Micrococcus dan Vibrio. Reduksi oleh bakteri tersebut mungkin merupakan strategi remediasi untuk endapan terkontaminasi ( Mullen, 1998)
Sulfida memainkan peranan penting siklus Hg dalam kondisi anaerobik sebagaimana pembentukan HgS yang dapat membatasi metilasi. Dibawah kondisi anaerobik sulfida dapat berperan mengalihkan arah reaksi pada pembentukan Hg S yang mengendap. Reaksi fotolitik juga dapat terjadi di permukaan tanah dengan melepaskan gas Hg. (Klein dan Trayer, 1995)
Timah
Putih (Sn)
Senyawa metil-Sn dapat dibentuk dengan proses biologis dan kimia biasa. Metilasi dengan melibatkan metilcobaltamine menghasilkan monometil-Sn yang diikuti dengan alkilasi dan menghasilkan tetrametil-Sn yang mudah menguap. Pemutusan ikatan organo-Sn secara transmetilasi dan fotolitik dapat terjadi
Metil-Sn
dapat bereaksi dengan Hg(II) untuk menghasilkan metil-Hg dengan reaksi yang
dilakukan oleh Pseudomonas sp. Pseudomonas
juga dapat mentransformasi Sn(IV) dan Sn(II) kedalam tetrametil-Sn dan satu
seri senyawa stanane (SnH4) yang mudah menguap dalam kondisi aerobik. Cara ini mungkin merupakan cara
pergerakan Sn kedalam atau dari tanah.
Metil-Sn dapat dihasilkan lebih mudah pada
kondisi anaerobik dibandingkan aerobik yang dilakukan oleh Desulfofibrio. Tripenil-Sn
secara biologi mudah terdegradasi, demikian juga monophenil-Sn. (Klein dan
Trayer, 1995)
Timah Hitam (Pb)
Penelitian organo-Pb telah banyak
dilakukan dalam kaitan dengan lingkungan terutama untuk senyawa tetraetil-Pb
(bahan anti knocking). Tetraetil-Pb
bila berada di tanah dapat diubah ke bentuk larut (mungkin senyawa
trialkil-Pb) dan diakumulasikan oleh
tanaman (Klein dan Trayer, 1995).
Secara alamiah logam berat dikandung oleh berbagai mineral dalam berbagai batuan penyusun kerak bumi. Mineral tersebut umumnya adalah mineral kelam yang banyak ditemukan pada batuan basa atau ultra basa. Sehingga logam berat akan relatif banyak di tanah-tanah dengan bahan induk tersebut.
Persoalan polusi logam berat muncul akibat kegiatan manusia yang membuang sampah logam berat kedalam ekosistem tertentu, dalam jumlah yang melebihi kapasitas ekosistem tersebut untuk memprosesnya secara alamiah. Sebagai akibatnya terjadi polusi dalam ekosistem yang bersangkutan yang dapat menyebabkan kerusakan eksistem tersebut.
Akumulasi logam berat pada suatu ekosistem akan mengganggu kehidupan
mikroba pada ekosistem tersebut. Ketahanan
mikroba terhadap polusi logam berat ini tergantung pada faktor genetik (jenis
mikroba, genus, species, galur) dan faktor lingkungan (bahan organik,
kemasaman, jumlah liat, jenis liat, unsur lain dsb). Pengaruh logam berat terhadap mikroba antara lain merubah
populasi mikroba, menurunkan populasi
(menurunkan karbon mikroba); menurunkan
konversi karbon organik, menimbulkan
mikroba resisten dsb.
Proses transformasi logam berat dalam
ekosistem dan remediasi pengaruh buruk logam berat sebagian besar merupakan
proses biologi yang dilakukan oleh
mikroba. Dengan demikian
perbaikan lingkungan yang rusak akibat polusi akan sangat tergantung pada
keberlangsungan proses-proses biologi yang terjadi pada ekosistem tersebut.
Aceves, M. B., C. Grace, J. Ansorena, L. Dendooven and P. C. Brookes. 1999. Soil microbial biomass and organic C in a gradient of zinc concentrations in soils around a mine spoil tip. . Soil Biol. Biochem. 31 : 867-876
Alexander, M. 1974. Microbial formation of environmental pollutants. Edv. Appl. Microbiol. 18 : 1 – 64
Babich, H. and G. Stotzky. 1878. Effects of cadnium on the biota : influence of environmental factors. Edv. Appl. Microbiol. 23 : 55 – 117
Chander, K. and P. C. Brookes. 1993. Residual effects of zinc, copper and nickel in sewage sludge on microbial biomass in a sandy loam. Soil Biol. Biochem. 25(9) : 301-309
--------------------------------------. and S. A Harding. 1995. Microbial biomass dynamics following addition of metal-enriched sewage sludges to a sandy loam. Soil Biol. Biochem. 27(11) : 1409-1421.
Deng, S. P. and M. A. Tabatabai. 1995. Cellulase activity of soils : effect of trace elements. Soil Biol. Biochem. 27(7) : 977-979
Diaz-Ravina, M. and E. Baath. 1996. Influence of difference temperatures on metal tolerance measurements and growth response in bacterial communities from unpolluted and polluted soils. Biol. Fertil. Soils. 21 : 233-238.
Fließbach, A., R. martens and H. H. Reber. 1994. Soil microbial biomass and microbial activity in soils treated with heavy metal contaminated sewage sludge. Soil Biol Biochem. 26(9) : 1201-1205
Frostegard, A., A. Tunlid and E. Baath. 1996. Changes in microbial community structure during long-term incubation in two soils experimentally contaminated with metals. Soil Biol. Biochem. 28(1) : 55-63
Hausinger, R. P. 1987. Nickel utilization by microorganism. Microbiol. Rev. 51(1) : 22-42.
Hickey, W. J. Biochemistry and metabolism of xenobiotic chemical. In. D.M Sylvia, J. J. Fuhrmann, P. E. Hartel,and D. A. Zuberer. (eds) Principles and Applications of Soil Microbiology. Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey.
Huysman, F., W. Verstraete and P. C. Brookes. 1994. Effect of manuring practices and increased copper concentration on soil microbial populations. Soil Biol. Biochem. 26(1) : 103-110.
Insam, H., T. C. Hutchinson
and H. H. Reber. 1996. Effects of heavy metal stress on the
metabolic quotient of the soil microflora. Biochem. 28(4/5) : 691-694
Jardim, W. F. and H. W. Pearson. 1985. Copper toxicity to cyanobacteria and dependence on extracellular ligand concentration and degradation. Microb. Ecol. 11: 139-148.
Kelly, J. J., M. Häggblom, and R. L. Tate III. 1999. Changes in soil microbial communities over time resulting from one time application of zinc : a laboratory microcosm study. Soil Biol. Biochem. 31 : 1455-1465
Klein, D. A. and J. S. Thayer. 1995. Interactions between soil microbial community and organometallic compounds. In. Bollag, J. M. and G. Stotzky (eds). Soil Biochemistry. Volume 6. Marcel Dekker, Inc. New York and Basel.
Kozdroj. J. 1995. Microbial responses to single or succesive soil contamination with Cd or Cu. Soil Biol. Biochem. 27(11) : 1459-1465
Ledin, M. , C. Krantz-Rulcker and B Allard. 1996. Zn, Cd and Hg accumulation by microorganisms, organic and inorganik soil components in multi-compartment systems. Soil Biol. Biochem. 28(6) : 791-799
Mitchell, R. L. 1964. Trace element in soils. In. F. E. Bear (ed). Chemistry of the Soils. Second Edition. Oxford & IBH Publishing Co. New Delhi.
Moreno, J. L., T. Hernandez, and C. Garcia. 1999. Effect of a cadnium-contaminated sewage sludge compost on dynamics of organic matter and microbial activity in an arid soil. Biol. Fertil. Soils. 29 : 230 – 237
Mullen, M. D. 1998. Transformations on other elements. In. D.M Sylvia, J. J. Fuhrmann, P. E. Hartel,and D. A. Zuberer. (eds) Principles and Applications of Soil Microbiology. Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey.
Sitaula, B. K., A. Almas, L. R. Bakken and B. R. Singh. 1999. Assessment of heavy metals associated with bacteria in soil. Soil Biol. Biochem. 31 : 315-316.
Skipper. H. D. 1998. Bioremediation of contaminated soils. In. D.M Sylvia, J. J. Fuhrmann, P. E. Hartel,and D. A. Zuberer. (eds) Principles and Applications of Soil Microbiology. Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey.
Skladany, J. G. and F. B. Metting, J. R. Bioremediation of contaminated soil. In. F. B. Metting, Jr. (ed). Soil Microbial Ecology. Marcel Dekker, Ivc. New York.
Valsecchi, G., C. Gigliotti and A. Farini. 1995. Microbial biomass, activity and organic matter accumulation in soils contaminated heavy metals. Biol. Fertil. Soils. 20 : 253-259
Wild, A. 1995. Soils and The Environtment : An Introductions. Cambridge University Press. Cambridge, Great Britain.
Witter, E., K. E. Giller and S. P. McGrath. 1996. Long term effects of metal contamination on soil microorganisms. Soil Biol. Biochem. 26(3) : 421-422