© 2001Andi
Khaeruni R
Posted: 9
Dec. 2001 [rudyct]
Makalah
Falsafah Sains (PPs 702)
Program
Pasca Sarjana / S3
Institut
Pertanian Bogor
December
2001
Dosen:
Prof Dr Ir
Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
Oleh:
E-mail:
akhaeruni@hotmail.com
Beras merupakan bahan makanan pokok sebagian besar
penduduk Indonesia. Mengingat kebutuhan
pangan beras terus meningkat mengikuti kenaikan jumlah penduduk, maka usaha
peningkatan produksi beras terus dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah telah
menempuh beberapa cara untuk kembali berswa sembada beras seperti yang telah
dicapai pada tahun 1984, antara lain dengan meningkatkan intensifikasi pada
lahan yang telah dibuka, ekstensifikasi khususnya di luar Jawa, penggunaan
varietas unggul berikut peningkatan sarana produksi lainnya.
Meskipun demikian, masih terdapat banyak kendala dalam
upaya meningkatkan produktivitas padi di Indonesia. Penyakit merupakan salah
satu faktor utama penyebab rendahnya produktivitas tanaman yang dalam kondisi
tertentu dapat menyebabkan kegagalan total pada suatu sistem pertanian. Kondisi pertanian di daerah tropis yang
panas dan lembab, termasuk sebagian besar sistem pertanian di Indonesia, sangat
dipengaruhi oleh penyakit bakterial (Semangun, 1991)
Hawar daun bakteri
(HDB) yang disebabkan oleh
Xanthomonas oryzae pv. oryzae (XOO) merupakan salah satu penyakit utama
pada padi sawah di Indonesia (Semangun, 1991 ; Machmud dan Farida, 1993; Hifni
dan Kardin, 1998) dan di negara produsen beras lainnya, seperti Jepang, India,
dan Philipina (Ou, 1985). Penyakit HDB
mulai menyebabkan kerusakan pada pertanaman padi di Indonesia pada musim hujan
tahun 1948/1949 (Ou, 1985), pada waktu itu penyakit ini disebut sebagai kresek atau hama lodoh apabila tanaman
sampai mati. Di Jepang, kehilangan hasil
yang diakibatkan penyakit ini berkisar 20-30% bahkan mencapai 50%. Didaerah tropis, misalnya Indonesia
kerusakan pertanaman padi lebih besar dibandingkan daerah sub tropis.
Serangan penyakit HDB ini
dapat terjadi pada fase bibit, tanaman muda dan tanaman tua (Ou, 1985). Kerusakan yang diakibatkannya cenderung
meningkat sebagai akibat meluasnya
pertanaman IR64 yang tahan terhadap wereng batang coklat tetapi sangat rentan
terhadap HDB dan semakin seragam dan intensifnya pertanaman padi sebagai bagian
dari usaha mempertahankan swa sembada beras.
Patogen penyebab HDB
mempunyai beberapa strain (Ezuka, A
& O. Horino, 1974; Ou, 1985).
Sejalan dengan adanya pergeseran strain XOO dari waktu ke waktu di lapang, menyebabkan penggunaan varietas tahan yang dianggap
mampu mengatasi penyakit hawar daun bakteri hanya bersifat sementara dan
terbatas dibeberapa daerah saja, karena strain
yang tidak menonjol suatu ketika akan menjadi menonjol apabila mendapat inang
yang cocok. Berdasarkan sistem Kozaka
yang telah dikembangkan saat ini di Indonesia telah dijumpai 11 kelompok strain XOO dengan tingkat virulensi yang
berbeda (Hifni & Mihardja, 1994).
Pada tahun 1970-an strain kelompok
III merupakan strain yang luas
sebarannya, sehingga dalam penyeleksian varietas selalu menggunakan strain III. Strain kelompok IV merupakan strain yang tingkat virulensinya paling
tinggi dan belum ada varietas yang tahan terhadap strain ini.
Penggunaan varietas tahan dalam menanggulangi penyakit
HDB masih terus dikembangkan karena cukup efektif dan efisien (Ogawa, T. 1993),
aman, murah dan tidak mencemari lingkungan (Ou, 1985). Untuk memperoleh varietas tahan perlu
dilakukan penyaringan varietas padi dan penyaringan ini dapat dilakukan apabila
telah diketahui strain-strain XOO yang
mendominasi suatu daerah.
Strain XOO berbeda dari satu negara ke negara lain dan dari satu
daerah ke daerah lain. Varietas IR64
yang mempunyai gen ketahanan Xa-4
bereaksi tahan terhadap isolat XOO
asal Filipina, tetapi sangat rentan terhadap isolat asal Indonesia dan
India. Gen ketahanan Xa-4 berfungsi baik untuk negara-negara
di kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara lainnya, tetapi kurang baik untuk Asia
Selatan (Zhang & Mew, 1989), oleh karena itu untuk mengendalikan penyakit HDB dengan menggunakan varietas tahan, pemantauan pergeseran patotipe XOO dan seleksi varietas tahan
yang baru harus terus dilakukan dalam menunjang program pemuliaan padi yang
berkesinambungan.
Pada naskah ini akan
dibahas masalah-masalah yang dihadapi
berkenaan dengan penyakit HDB pada padi di Indonesia seperti perkembangan
penyakit HDB, pergeseran strain XOO,
dan upaya-upaya yang dilakukan untuk menanggulangi permasalahan penyakit
tersebut yang berwawasan lingkungan melalui pencarian sumber ketahanan,
pengendalian secara kultur teknis, dan penggunaan agen biokontrol dalam
pengendalian secara hayati.
PERKEMBANGAN
PENYAKIT HAWAR DAUN BAKTERI DI INDONESIA
HDB merupakan salah satu penyakit padi terpenting di
banyak negara penghasil beras termasuk Indonesia. Di Indonesia, HDB pertama kali dilaporkan oleh Reitsman dan
Schure pada tahun 1950 (Reitsman & Schure, 1950). Selanjutnya Schure berhasil mengidentifikasi organisme penyebab
penyakit HDB, yang pada waktu itu dikenal dengan Xanthomonas kresek (Schure).
Namun hasil penelitian Goto (1964) menunjukkan bahwa patogen penyebab
HDB di Indonesia sama seperti yang menyerang tanaman padi di Jepang, sehingga
namanya diganti menjadi Xanthomonas oryzae
(Uyeda et Ishiyama) Dowson. Pada tahun 1976, nama patogen ini menjadi Xanthomonas campestris pv. oryzae dan sejak tahun 1992 oleh Swing et al., (1990) dinamakan Xanthomonas oryzae pv. oryzae.
Selama periode 1986-1990 HDB merupakan penyakit terpenting pada padi di
Indonesia. Luas kumulatif serangannya
mencapai 76.740 ha, dan puncak kerusakan terjadi pada tahun 1989 dengan luas
serangan 26.340 ha, lebih besar dibandingkan penyakit blas, hawar daun jingga,
tungro, bercak bergaris, atau hawar pelepah daun. Kerusakan tanaman akibat penyakit HDB ini lebih berat pada musim
hujan dibanding pada musim kemarau (Direktorat Bina Perlindungan Tanaman
Pangan, 1992). Kerusakan ini terus meningkat sebagai akibat meluasnya
pertanaman padi varietas IR64 yang rentan terhadap HDB (Direktorat Bina
Produksi, 1989). Sehingga selama periode 1990-1993 serangannya mencapai 88.552
ha (Direktorat Bina Perlindungan Tanaman Pangan, 1994), dan data terakhir
menunjukkan bahwa selama periode tahun 1997-2000 luas serangan kumulatif
mencapai 162.309 ha dengan puncak serangan terjadi pada tahun 2000 dengan luas
serangan 78.168 ha (Gambar 1), dalam kurung waktu 1997-2000 penyakit HDB paling
banyak menimbulkan kerusakan di daerah Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah
(Gambar 2).
Gambar 1. Luas serangan penyakit utama padi di Indonesia dari
Tahun
1997 hingga tahun 2000 (Ditlintan, 2000)
Gambar
2. Luas serangan penyakit hawar daun bakteri
dari tahun 1997 hingga 2000
Di
tiga daerah serangan tertinggi (Ditlintan, 2000)
PERGESERAN
PATOTIPE XANTHOMONAS ORYZAE PV ORYZAE
Telah diketahui bahwa Xanthomonas oryzae pv. oryzae
(XOO) membentuk strain-strain baru di lapangan sejalan dengan perkembangan
penggunaan varietas padi. Perbedaan
virulensi antara XOO yang dikumpulkan
dari berbagai daerah merupakan manifestasi dari kedinamisan interaksi antara
inang dan patogen yang dapat dibedakan menjadi varietas diferensial dan
kelompok strain di pihak
patogen. Metode pengelompokan yang
digunakan di Indonesia mengikuti sistem
Kozaka yang digunakan di Jepang (Kozaka, 1969), sehingga mempermudah
penyesuaian pengelompokkan strain.
Dengan sistem Kozaka tersebut, pada tahun 1977 Yamamoto et al.
berhasil mengelompokkan isolat XOO yang ada di Indonesia menjadi 3 kelompok strain, yaitu strain III, IV dan V. Strain III mempunyai daerah sebaran yang
paling luas, meliputi Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Jawa dan Bali. Selanjutnya, dengan menggunakan sistem
Kozaka dengan menggunakan varietas padi asal Indonesia sebagai varietas
diferensial dari kelompok yang sama , berhasil di Identifikasi kelompok strain baru yaitu strain VI, VII dan VIII ( (Hifni, 1986 ; Horino & Hifni, 1978),
selanjutnya hasil penelitian Horino & Hifni, (1981) menunjukkan adanya
kelompok strain yang baru lagi yaitu strain I, II dan IX, sehingga kelompok strain yang ada di Indonesia menjadi
sembilan. Dari hasil penelitian Suryadi dan Machmud (1987), diketahui bahwa
dari 34 isolat XOO yang dikumpulkan
dari berbagai daerah di Jawa Barat pada tahun 1985/1986, 32,35% isolat kelompok
VI, 26,47% termasuk kelompok IV, 17,64% termasuk kelompok III, 8,82% termasuk
kelompok VIII, dan 14,7% belum diketahui identitasnya.
Sebagai akibat dari meluasnya penanaman varietas
IR64 yang rentan terhadap HDB, timbul kelompok strain baru yang menjadi dominan
di suatu wilayah, sehingga sampai tahun 1994 menurut sistem Kozaka telah
dikembangkan 11 kelompok strain XOO dengan
tingkat virulensi yang berbeda (Tabel
1). Diantara strain tersebut, kelompok
strain IV merupakan kelompok strain yang virulensinya paling tinggi. Semua varietas dari Indonesia yang pernah
diuji bersifat rentan terhadap kelompok strain tersebut, sehingga perakitan
varietas padi yang tahan terhadap kelompok strain IV tidak dapat dilakukan
(Kardin dan Hifni, 1993). Namun dengan adanya pengujian terhadap galur isogenik
asal IRRI dapat diketahui ada empat galur yang agak tahan terhadap strain IV
(Tabel 3).
Tabel 1. Hubungan timbal-balik varietas diferensial
padi dan patogen XOO
menurut sistem Kozaka yang
sudah dikembangkan.
Varietas |
Kelompok |
I
II III IV V VI VII VIII IX X XI |
|
Kencana R
R R R R R R R R R R PB5 T
R R R
T T R R R T R Tetep T
T R R T R R R R R T Kuntulan T
T T R R T R R R
R R Jawa 14 T
T T R T T T T R T R |
Catatan R: Rentan, T: Tahan
Perbedaan virulensi
dari isolat XOO dipengaruhi oleh gen
virulensi yang dimilikinya. Bila
terdapat gen virulensi patogen (XOO)
yang kompatibel dengan gen ketahanan inang (padi), maka patogen tersebut mampu
menyerang inang. Berdasarkan pola
virulensinya terhadap varietas uji (galur isogenik), isolat yang termasuk dalam
kelompok strain IV diduga sekurang-kurangnya memiliki 9 gen virulen, yaitu v-1, v-2, v-3, v-8, v-10, v-11, v-12 dan v-14. Isolat yang termasuk ke dalam kelompok strain III
hanya memiliki 7 gen virulen, yaitu v-1,
v-4, v-8, v-10, v-11, v-12, dan v-14
(Hifni dan Kardin, 1998).
Dengan bertambahnya kelompok strain XOO maka pengendalian penyakit HDB menjadi makin sulit. Oleh karena itu, pergeseran strain XOO perlu terus dipantau untuk
mengetahui kelompok strain XOO yang
akan digunakan dalam program pemuliaan padi dan untuk dijadikan acuan dalam
menentukan varietas padi yang akan direkomendasikan untuk suatu wilayah (Kardin
dan Hifni, 1993).
PENCARIAN
SUMBER KETAHANAN TANAMAN PADI TERHADAP
PENYAKIT
HAWAR DAUN BAKTERI
Varietas tahan tetap
merupakan komponen utama pengendalian HDB secara terpadu karena sangat
ekonomis, efektif, dan tidak merusak lingkungan (Ogawa, 1993 & Ou,
1985). Tetapi keefektifan varietas yang
tahan ini dipengaruhi oleh interaksi antara gen pembawa sifat tahan yang
dimilikinya dan gen virulensi pada populasi XOO
yang terdapat di suatu wilayah.
Strain XOO berbeda dari suatu
daerah dengan daerah lain, dan dari suatu negara ke negara lain. Varietas padi yang tahan terhadap strain XOO asal Filipina belum dapat dipastikan
akan bereaksi tahan terhadap strain asal Indonesia atau negara lain, sehingga
perlu adanya pengujian ulang. Varietas
dengan gen ketahanan xa-5 bereaksi
tahan terhadap semua strain asal Filipina, sedangkan varietas dengan gen
ketahanan xa-4 seperti yang dimiliki
IR64 hanya tahan terhadap strain I asal Filipina (Kaku, 1993). Oleh karena itu
gen ketahanan yang masih efektif disuatu wilayah perlu diidentifikasi dengan
seksama.
Usaha
untuk mengidentifikasi strain XOO dengan
varietas diferensial menurut sistem sistem Kozaka, seperti yang dilakukan selama
ini, masih relatif kasar karena kita tidak dapat mengetahui identitas gen
ketahanan pada inang dan gen virulensi pada patogen yang berperan dalam
mengatur interaksi varietas padi dan strain
XOO. Karena itu Kelompok Peneliti
Fitopatologi Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan bekerja sama dengan International Rice Research Institute
(IRRI) telah mengembangkan identifikasi
strain XOO yang lebih teliti dengan memanfaatkan galur isogenik yang
diperoleh dari IRRI yang saat ini telah memiliki galur isogenik dengan 19 jenis
gen ketahanan (Tabel 2). Galur-galur
isogenik tersebut telah diketahui gen ketahanannya sehingga dengan menggunakan
galur-galur isogenik sebagai varietas differensial, gen-gen ketahanan suatu
wilayah dapat dilacak. Dengan berasumsi
bahwa interaksi strain XOO dan
varietas padi mengikuti teori gen untuk gen, maka kita juga dapat melakukan
deduksi gen virulensi pada suatu strain
Tabel 2. Gen ketahanan varietas padi diferensial
terhadap hawar daun bakteri (Ogawa,
1993)
Varietas Gen ketahanan |
IR-BB 1 Xa-1, Xa-12 IR-BB 2 Xa-2 IR-BB 3 Xa-3 IR-BB 4 Xa-4 IR-BB 5 Xa-5 IR-BB 7 Xa-7 IR-BB 8 Xa-8 IR-BB 10 Xa-10 IR-BB 11 Xa-11 IR-BB 21a Xa-21 IR24 Xa-16 BJ1 Xa-5, Xa-13 Taichung
Native 1 Xa-14 Asominori Xa-17 Toyonishiki Xa-18 M41b Xa-15 XM5c Xa-19 XM6c Xa-20 |
a Gen
yang baru dirakit, b Mutan dari Harebare
c
Mutan dari IR24
Hasil penelitian
Hifni dan Kardin (1998) menunjukkan bahwa galur isogenik dengan gen ketahanan Xa-5, Xa-7 dan Xa-21 bereaksi tahan terhadap Strain III dan IV asal
Indonesia. Varietas dengan gen ketahanan
Xa-4 bereaksi rentan terhadap strain
III dan IV asal Indonesia. Selain ke-3
gen di atas , varietas dengan gen ketahanan
Xa-2 dan X-3 juga bereaksi tahan terhadap kelompok Strain III asal
Indonesia. Dengan deemikian varietas diferensial IRR, yaitu IR-BB 2,
IR-BB 3, IR-BB 5, IR-BB 7, DV85, BJ1, dan IR BB21 yang berturut-turut menpunyai
gen ketahanan Xa-2, Xa-3, Xa-5,
Xa-7, Xa-5 & Xa-7, X-5 & Xa-13, dan Xa-21 efektif
menekan serangan XOO asal Indonesia
khususnya kelompok strain III dan IV (Tabel 3).
Untuk lebih melestarikan efektifitas gen-gen
ketahanan terhadap XOO perlu
dipikirkan usaha untuk melakukan perwilayahan penanaman varietas yang tahan dan
pergiliran varietas yang mempunyai gen ketahanan yang berbeda. Penggabungan gen Xa-5, Xa-7 dan Xa-21 dalam suatu varietas tidak
dianjurkan, karena di lapangan telah terdeteksi populasi XOO yang mampu mengatasi semua gen ketahanan yang ada (Kardin dan
Hifni, 1998). Penanaman varietas yang
mempuyai ketiga gen tersebut hanya akan meningkatkan tekanan seleksi untuk
berkembangnya strain XOO yang lebih virulen.
Tabel
3. Hasil uji ketahanan 15 varietas
IRBBN terhadap strain kelompok III dan IV asal
Indonesia serta Reaksi varietas padi terhadap
HDB
Varietas Gen |
Reaksi terhadap HDB a) |
Rumah Kaca Lapangan IV III IV |
|
IR-BB7 Xa-7 ST T AT IR-BB5 Xa-5 T T AT DV85 Xa-5, Xa-7 T T AT BJ1 Xa-13,Xa-5 T T AT IR1545-339-2-2 Xa-5 T AT AR IR-BB2 Xa-2 SR AT SR IR-BB3 Xa-3 SR AT SR IR-BB8 Xa-8 R AR SR IR-BB11 Xa-11 SR AR SR IR20 Xa-4 R R R IR-BB10 Xa-10 R R SR IR-BB1 Xa-1,
Xa-12
SR R SR CAS209 Xa-10 SR R SR IR-BB4 Xa-4 R SR
SR TN 1
Xa-14 SR SR SR |
a)
ST:sangat
Tahan; T:Tahan; AT:Agak Tahan; R:Rentan; SR:Sangat Rentan
PENGENDALIAN HAWAR DAUN BAKTERI SECARA KULTUR TEKNIS
Intensitas serangan
HDB tidak hanya dipengaruhi oleh ketahanan varietas dan virulensi patogen,
tetapi juga dipengaruhi oleh teknik bercocok tanam yang diterapkan oleh
petani. Sama halnya dengan penyakit-penyakit
padi lainnya, penyakit HDB mempunyai hubungan yang jelas dengan pemupukan,
khususnya pemupukan nitrogen. Pemberian pupuk N dengan dosis anjuran penting
untuk meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan produktivitas. Sebaliknya
pemupukan N dengan dosis yang tinggi
akan meningkatkan kerusakan pada varietas dengan ketahanan moderat,
walaupun pada varietas yang resisten dampaknya relatif kecil. Oleh karena itu, pemupukan N yang berlebihan
sebaiknya dihindarkan. Selain pemupukan sesuai dosis anjuran, pergiliran
varietas dan tanaman, sanitasi dan eradikasi pada tanaman yang terserang dapat dilakukan untuk mengendalikan penyakit
HDB pada suatu daerah tertentu.
PENGENDALIAN
HAWAR DAUN BAKTERI SECARA HAYATI
Pengendalian penyakit tanaman di
Indonesia selama ini lebih banyak
mengandalkan penggunaan pestisida, namun akibat efek samping yang ditimbulkan
maka penggunaannya mulai dikurangi, akibat residu yang ditinggalkan dapat
bersifat racun dan karsinogenik. Oleh karena
itu pengembangan agens biokontrol (agen hayati) sebagai komponen pengendalian
penyakit hawar daun bakteri padi secara terpadu yang ramah lingkungan perlu
dikembangkan dan diharapkan menjadi alternatif pengendalian yang penting dalam
era pertanian yang berkelanjutan. Keuntungan biokontrol antara lain; lebih
aman, tidak terakumulasi dalam rantai makanan, adanya proses reproduksi
sehingga dapat mengurangi pemakaian yang berulang-ulang dan dapat digunakan
secara bersama-sama dengan pengendalian yang telah ada (Suwanto, 1994).
Rasminah (1995) menyatakan bahwa pemanfaatan
mikroorganisme sebagai agens pengendalian nampaknya masih perlu
dikembangkan. Pengembangan penggunaan
mikroorganisme tersebut perlu dilandasi pengetahuan jenis-jenis mikroorganisme,
jenis-jenis penyakit dan juga mekanisme
pengendalian penyakit tanaman dengan menggunakan mikroorganisme. Pemanfaatan ini diharapkan dapat membantu
pengendalian penyakit tanpa mengganggu kondisi lingkungan.
Sebagian
besar pekerjaan dibidang biokontrol masih dalam taraf percobaan dan kajian
kelayakan ekonomi (Suwanto, 1994), seperti halnya biokontrol penyakit hawar
daun bakteri masih dalam taraf pengujian di laboratorium dan rumah kaca. Hasil
penelitian Khaeruni, et al (Data belum
dipublikasikan) menunjukkan bahwa terdapat sejumlah bakteri filosfer yang
diisolasi dari daun padi yang berpotensi sebagai agen biokontrol penyakit hawar
daun bakteri pada skala rumah kaca, demikian pula hasil penelitian Machmud dan
Farida (1995), mendapatkan bahwa terdapat bakteri filosfer Pseudomonas kelompok
fluorescens dan Bacillus sp yang juga
diisolasi dari daun dan batang tanaman padi yang berpotensi sebagai agen
biokontrol penyakit hawar daun pada padi secara in vitro.
Penggunaan agen biokontrol dalam skala
luas di lapangan memerlukan beberapa kriteria antara lain formulasi agen
biokontrol mudah diaplikasi di
lapangan, pembiakan massal dan bahan formulasi yang murah dan mudah didapatkan,
serta agen biokontrol mampu bertahan dalam waktu yang relatif lama dalam bahan
formulasinya pada suhu ruang. Hal-hal
tersebut sering menjadi kendala utama dalam pemanfaatan biokontrol di lapangan,
yang perlu dipikirkan jalan keluarnya.
Kerusakan yang diakibatkan oleh HDB terus meningkat dari
waktu ke waktu sebagai akibat adanya pergeseran patotipe XOO di lapang dan penanaman
varietas padi IR64 secara luas. Untuk
mengantisipasi hal tersebut penggunaan varitas tahan tetap merupakan komponen
utama dalam penanggulangan HDB secara terpadu disamping penggunaan komponen
pengendalian lainnya yang berwawasan lingkungan seperti kultur teknis dan
penggunaan agen hayati.
Pemantauan pergeseran
strain di lapang harus tetap dilakukan untuk mengetahui strain-strain
yang dominan, sehingga mempermudah merekomendasikan varietas yang ditanam
disuatu daerah sambil mengembangkan penelitian-penelitian agen biokontrol yang
dapat diterapkan di lapangan, sehingga permasalahan penyakit HDB tersebut dapat
ditanggulangi.
Direktorat Bina Perlindungan
Tanaman Pangan. 1992. Evaluasi serangan organisme pengganggu
utama padi selama 5 tahun (1986-1990) berdasarkan laporan pengamat hama.
Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan, Jakarta. 84 hlm.
Direktorat Bina Perlindungan Tanaman Pangan. 1994. Evaluasi kerusakan
tanaman padi karena organisme pengganggu tahun 1993. Direktorat Jenderal
Pertanian Tanaman Pangan, Jakarta. 174 hlm.
Direktorat Bina Perlindungan Tanaman Pangan. 1994. Evaluasi kerusakan
tanaman padi karena organisme pengganggu tahun 1997-2000. Direktorat Jenderal
Pertanian Tanaman Pangan, Jakarta. 174 hlm.
Direktorat Bina Produksi. 1989. Penyebaran varietas padi musim tanam
1988 dan 1988/1989. (Interim Rep.).
Ezuka, A. and O. Horino.
1974. Classification of rice varieties and Xanthomonas
oryzae strains on the basis of differential interactions. Bull. Tokal-Kinki
Nat. Agr. Exp. Sta. 27:1-19.
Goto, M. 1964. Kresek and
pele yellow leaf systemic symptoms of bacterial leaf blight of rice caused by Xanthomonas oryzae (Uyeda et Ishiyama)
Dawson. PI. Dis. Rep.48 : 858-861.
Hifni, H.R. 1986. Kelompok bakteri Xanthomonas campestris
pv. oryzae berdasarkan patogenitasnya
pada varietas padi. Penelitian Pertanian 6(2):74-76.
Hifni, H.R. dan M.K. Kardin,
1998. Pengelompokan Isolat Xanthomonas oryzae pv oryzae
dengan Menggunakan Galur Isogenik Padi IRRI, Hayati 5:66-72
Hifni, H.R. dan S. Mihardja.
1994. Studi pergeseran populasi strain bakteri Xanthomonas campestris pv. oryzae penyebab penyakit hawar daun
bakteri (Interim Rep.).
Horino, O. and H. R. Hifni. 1978.
Resistance of some varieties to bavterial leaf bilght group of the causal
bacterium, Xanthomonas oryzae. Contr.
Centr. Res. Inst. Agric. Bogor. 44: 1-17.
Horino, O. and H. R. Hifni.
1981. A survey of geographical distributions of pathogenic groups of Xanthomonas campestris pv. oryzae. Annu. Phytopathol. Soc. Japan
47:50-57.
Kardin, M.K. dan H. R.
Hifni. 1993. Penyakit hawar daun bakteri padi di Indonesia. Risalah Seminar
Puslitbangtan, April 1992-Maret 1993. hlm. 85-99.
Kaku, H. 1993. Infections types
in rice-Xanthomonas campestris pv. oryzae interactions. JARQ 27:81-87.
Kozaka,T. 1969. Control of rice diseases with resistant varieties. Agr, &Hort.
(Nogyo Oyabi Engei) 44:208-212.
Kustianto, B., Minantyorini,
Hartini R., 1995. Pencarian sumber ketahanan
varietas padi terhadap penyakit hawar
daun bakteri kelompok IV, hal. 188-192. Di
dalam Peningkatan Peranan Fitopatologi
Dalam Pengamanan Produksi & Pelestarian Lingkungan. Risalah Kongres Nasional XII & Seminar
Ilmiah. Perhimpunan Fitopatologi Indonesia,
1995. Yogyakarta.
Machmud, M. dan Farida, 1995.
Isolasi dan identifikasi bakteri antagonis terhadap bakteri hawar daun padi (Xanthomonas oryzae pv oryzae),
hal. 259-269. Di dalam Peningkatan Peranan Fitopatologi Dalam Pengamanan
Produksi & Pelestarian Lingkungan. Risalah Kongres Nasional XII & Seminar Ilmiah. Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, 1995.
Yogyakarta.
Ogawa, T. 1993. Methods and strategy for monitoring race distributions and
identifications of resistance genes tobacterial leaf blight (Xanthomonas campestris pv. oryzae) in rice . JAEQ 27:71-80.
Reitsma, J. and P.S. J.
Schure. 1950. Kresek a bacterial disease of rice. Contr. Gen. Agric. Res. Sta. Bogor 117:1-17.
Semangun, H. 1991. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan Penting di
Indonesia. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Suwanto, A., 1994. Mikroorganisme Untuk
Biokontrol, Strategi Penelitian & Penerapannya dalam Bioteknologi
Pertanian. Agrotek 2:40-46.
Suryadi, Y. dan M, Machmud.
1987. Patotipe bakteri Xanthomonas campestris
pv. oryzae di Jawa Barat pada musim
tanam 1985/1986 dan ketahanan varietas padi terhadap patotipe III, V, VI, dan
VIII, hlm. 165-169. Prosiding Seminar Ilmiah Ilmu Penyakit Tumbuhan dan
Konggres Nasional PFI, Surabaya, 24-26 November 1987.
Swing, J., Van Den Mooter,
M., Vayterin, L., Hoste, B., Gillis, M., Mew, T.W., and Kersters, K. 1990.
Reclassifications of the causal agents of bacterial blight (Xanthomonas campestris pv. oryzae) of
rice as pathovars of Xanthomonas oryzae
(ex Ishiyama 1922) sp. nov., nom. Rev. Int. J. Syst. Bacterial. 40:309-311.
Yamamoto, T., H.R. Hifni, M.
Machmud, T. Nishizawa, and D.M. Tantera. 1977. Variation in pathogenicity of Xanthomonas oryzae (Uyeda et Ishiyama)
Dawson and resistance of rice varieties to the pathogen. Contr. Centr. Res.
Inst. Agric. Bigor. 28:1-22.
Zhang,Q. and T.W. Mew. 1989.
Types of resistance in rice to bacterial blight. Bacterial Blight of Rice.
Proceedings of The Int. Workshop on Bacterial Blight of Rice, 14-18 March 1988.
IRRI. Philippines.