Makalah Falsafah Sains (PPs 702)
Program Pasca Sarjana / S3
Institut Pertanian Bogor
Januari 2002
Dosen:
Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
Oleh:
Agustin Indrawati
P18600005
Pada akhir
akhir ini banyak masyarakat yang resah akibat penyakit
yang ditularkan oleh akibat mengkonsumsi produk hewani. Salah satu
penyakit yang diresahkan tersebut adalah toksoplasmosis. Selain masyarakat
umum, banyak para dokter, dokter hewan ataupun ilmuwan yang mulai tertarik
dengan keberadaan dari penyakit tersebut baik untuk kesehatan hewan ataupun
manusia.
Akibat yang
ditimbulkan tidak sedikit apabila ditinjau dari segi ekonomi karena penyakit
ini dapat menyebabkan terjadinya abortus ataupun sampai kematian khususnya pada
hewan domba dan hewan domestikasi lain. Dari segi kesehatan manusia parasit ini
juga sangat berakibat fatal khususnya bagi ibu – ibu hamil, anak- anak ataupun
penderita imunocompromise. Diperkirakan
bahwa 30 – 50 % populasi manusia didunia ini telah terinfeksi oleh
Toxoplasma dan secara klinik mengandung kista walaupun tidak jelas dan lebih
dari 1000 bayi yang lahir terinfeksi oleh Toxoplasma ( anonim , 2001a; anonim
2001b ).
Toksoplasmosis
merupakan penyakit yang disebabkan oleh
Toxoplasma gondii. Parasit ini merupakan golongan protozoa dan hidup
dialam bebas serta bersifat parasit obligat. Toxoplasma gondii pertama
kali ditemukan pada limpa dan hati hewan pengerat ( rodensia ) Ctenodactyles
gondii ( gundi ) di Sahara Afrika Utara ( Anonim, 2001; Sciammarella,
2001). Toxoplasma
termasuk dalam phylum Apicomplexa , kelas Sporozoa dan Subkelas Coccidia (
Dubey, 1999; anonim, 2001c). Parasit yang termasuk dalam phylum ini mempunyai
tiga karakteristik utama yaitu bersifat obligat intraseluler, siklus hidup yang
komplek baik secara seksual ataupun aseksual dan mempunyai host spesifik yang
sangat tinggi. Genus Toxoplasma hanya terdiri dari satu spesies yaitu Toxopasma
gondii, parasit ini mempunyai sifat
yang tidak umum dibandingkan dengan genus lain, diantaranya dapat menginfeksi
inang antara dalam kisaran yang sangat luas ( tidak bersifat host spesifik ). Inang antara yang mudah terinfeksi antara lain adalah hewan berdarah panas,
manusia dan burung (Smith dan Rebuck,
2000; Sciammarella, 2001).
Inang
perantara dapat terinfeksi oleh parasit ini dengan jalan menelan ookista yang infektif
yang ada dalam feses kucing ( inang definitif ), kista yang mengkontaminasi
pada daging khususnya daging babi dan kambing, ataupun melalui plasenta pada
wanita hamil ( Dubey, 1999; Lopez, 2000 ).
Menurut
March of Dimer, bahwa 40 % wanita hamil yang mengidap toxoplasmosis pada
permulaan awal kebuntingan janin yang dilahirkan akan terinfeksi, sedang
apabila wanita hamil terinfeksi pada trimester pertama kebuntingan maka 15 %
janin akan terinfeksi.dan menyebabkan abortus ataupun kelahiran dini. Walaupun
90% bayi yang terinfeksi lahir dengan normal te[1]tapi
80 – 90% bayi tersebut akan menderita gannguan penglihatan setelah beberapa
bulan atau beberapa tahun dan 10% akan mengalami gangguan pendengaran.
Siklus hidup dari Toxoplasma gondii
pertama kali dikemukakan pada tahun 1970 dan sebagai inang definitif ( penjamu
) adalah kelompok familia Felidae termasuk kucing – kucing yang sudah
terdomestikasi. Hewan berdarah panas, manusia, dan unggas sebagai iang perantara (
Dubey, 1998). Kucing yang
terdomestikasi merupakan golongan yang sangat penting untuk penularan
terjadinya toksoplasmosis pada hewan lain ataupun manusia. Parasit ini
ditularkan dengan tiga cara yaitu dengan cara kongenital yaitu melalui
plasenta, mengkonsumsi daging yang terkontaminasi oleh kista dan melalui
kotoran asal kucing yang mengandung ookista. Dalam silkus hidupnya pada phylum
Amplicomplexa mengenal 3 stadium yaitu stadium takizoit yaitu stadium
multiplikasi aktif dari tropozoit dan biasanya teramati pada infeksi akut.
Stadium ini paling sering dijumpai pada organ tubuh khususnya otak, otot
daging, otot jantung dan mata ( Sciammarella, 2001; Ghaffar, 2001 ).
Gambar 1 : Cara penularan Toxoplasma gondii ( Dubey, 1999)
Stadium bradizoit merupakan stadium dimana kista tidak aktif dan berada dalam jaringan serta bersifat infektif dan stadium ketiga adalah stadium ookista yang berada dalam kotoraran kucing. Dalam siklus hidupnya diperantarai oleh sel inang ke intraselular inang dan kemudian melakukan multiplikasi dan parasit ini mempunyai siklus hidup yang bersifat obligat dengan fase seksual dan aseksual. Siklus seksual terjadi pada tubuh kucing dan siklus aseksual terjadi pada berbagai inang antara yang sangat bervariasi. .
Kucing terinfeksi oleh Toxoplasma gondii setelah menelan makanan yang mengandung kista yang ada dalam jaringan tubuh inang antara ( rodensia, burung dll ) yang terinfeksi. Parasit akan multiplikasi dalam dinding usus kecil dan memproduksi ookista. Ookista ini akan diekskresikan melalui feses dalam jumlah besar selama 2 – 3 minggu, dalam waktu 5 hari ookista akan mengalami sporulasi dan menginfeksi hewan lain atau manusia. Ookista ini sangat tahan terhadap perubahan kondisi lingkungan dan akan bertahan hidup dan berdiam pada tanah yang basah ataupun pada tanah berpasir. Selama menginfeksi intraintestinal pada kucing, kista akan pecah dalam lumen usus dan melakukan penetrasi pada bagian enterosit usus dan melewati bagian lamina propia kemudian bereplikasi dalam tubuh secara cepat dan menjadi stadium takizoit ( silkus ekstraselular intestinal ) ( gambar 2 ). Stadium ini merupakan stadium akut yang berkaitan dengan gambaran patologi. Pada stadium ini proses respon kekebalan tubuh akan sangat membantu, hal ini disebabkan pada stadium takizoit secara cepat akan menyebar dan bereplikasi dalam sel epitel intestinal ( siklus entero-epitelial ) serta keseluruh jaringan tubuh inang. Siklus ini merupakan puncak dari reproduksi seksual.
Gambar 2 :
Stadium takizoit ( Dubey, 1999 )
A:
bentuk eksraselular, terlepas dari hospes
B:
bentuk intrasel, seperti bunga mawar berada dalam vacoula
C: gambaran takizoit dengan
mikroskop electron
Adanya sistem
kekebalan dari kucing, menyebabkan pelepasan ookista terhenti dan perkembangan
takizoit tertahan dan akan menghasilkan bentukan yang disebut bradizoit (
replikasi terjadi secara pelan ). Stadium ini banyak ditemukan pada otak dan
otot jaringan ataupun otot jantung. Secara perlahan stadium ini akan berubah
menjadi kista dan menyebabkan infeksi secara kronik pada inang perantara (
Dubey,1999; Smith dan Rebuck, 2000; anonim, 2001b; Sciammarella, 2001 ).
Siklus
seksual hanya terjadi pada kelompok feline dan diawali karena kucing
menelan jaringan yang mengandung kista ataupun bradizoit. Fertilisasi terjadi
didalam usus dan akan membentuk ookista. Pada saat berkontak dengan udara,
ookista akan berdeferensiasi dan membentuk dua sporokista, masing – masing
sporokista akan mengandung 4 sporozoit. Keseluruhan siklus terjadi selama 3 –
10 hari dari saat tertelannya bradizoit dan 18 hari setelah ingesti ookista.
Kucing yang terinfeksi akan memproduksi ookista dalam jumlah ribuan ( Dubey,
1999; Anonim, 2001b ).
Bradizoit dapat ditemukan 5 – 6 hari setelah infeksi dan
bentuk kista yang ditemukan pada berbagai jaringan terutama otak dan otot
jaringan. Jumlah kista akan meningkat dan mencapai puncaknya pada 2 – 12 minggu
setelah infeksi dan secara perlahan akan menurun secara periodik akibat
rupturnya kista. Bradizoit yang dilepaskan dari kista akan masuk dan
mengelilingi sel untuk kemudian membentuk kista baru, dan biasanya akan
mengelilingi kista yang mengalami ruptur atau bradizoit ini akan berubah menjadi
takizoit. Adanya bradizoit dan takizoit terindikasi adaya infeksi
toksoplasmosis yang bersifat kronik ( Dubey, 1999;Anonim, 2001c; Smith dan
Rebuck, 2000 ).
Menurut Wu
tahun 2001, penularan parasit ini ke manusia karena : 1. menelan makanan yang terkontaminasi ookista
yang bersporulasi. 2. menelan daging
atau otak yang mengandung bradizoit. 3. Akibat infeksi kongenital yang
ditularkan melewati plasenta dari ibu hamil ke janin yang dikandung.
Kucing merupakan inang definitif yaitu
sebagai inang penjamu dan ookista yang dihasilkan selain akan berkembang
menjadi bradizoit maka akan diekskresikan melalui feses. Feses ini kemudian
akan mencemari air, tanah dan pakan ternak yang terbuka ( Lawrence, 1995 ;
Weigel etal , 1999 ; dubey, 1998 ), sehingga dapat menular kemanusia. Dilaporkan bahwa kotoran kucing yang
mencemari air, tanah dan pakan babi di peternakan babi di Illinois yang
didalamnya juga banyak ditemukan kucing, menunjukkan bahwa ookista ditemukan di
feses dan bulu kucing ,tanah, air dan pakan babi yang terbuka yang ada
dilingkungan peternakan tersebut. Selain ditemukan adanya ookista tersebut
ditemukan juga adanya hasil positif toksoplasmosis pada sampel darah dari orang
– orang yang menangani pemrosesan daging babi ( 92%), penanganan pakan babi dan
kucing 74% dari 174 pekerja ( Weigel et al, 1999 ). Menurut European
multicentre case control study, perbandingan antara penularan melalui kista
yang ada di daging dan ookista dari feses kucing ke manusia 5-10 kali lebih
tinggi resikonya pada orang yang mengkonsumsi daging ( anonim, 2001 ).
Daging merupakan rute penularan yang
banyak dilaporkan pada tahun – tahun terakhir ini. Babi, kambing dan domba
merupakan ternak yang sangat penting sebagai sumber penularan terhadap
Toxoplasma gondii . Selain ternak tersebut juga pada sapi, unggas dan hewan
buruan ( Dubey, 2000, Figueiredo, 2001 ). Diperkirakan bahwa 50% orang yang
terinfeksi Toxoplasma gondii di Amerika Serikat karena mengkonsumsi daging
atupun daging unggas ( Roghmann, 1999 ), sehingga mendapat perhatian yang lebih
tinggi dibandingkan foodborne patogen lain, karena penurunan produktifitas dan
peningkatan biaya kesehatan ( Robert dan Frenkel, 1990 ) . Menurut Dubey dalam
Figueiredo, 2001 bahwa kambing yang terinfeksi oleh Toxoplasma gondii pada mucosa
vaginal, air liur , sekresi nasal, urine dan air susu yang diekskresi
mengandung takizoit. Penularan terjadi karena menelan kista yang ada pada
jaringan otak, daging, jantung ataupun organ lain asal ternak tersebut yang
proses pemasakkanya dilakukan kurang sempurna ataupun proses pengasapan yang
kurang. Dari hasil penelitian serologi pada 1000 wanita hamil di eropa
menunjukkan bahwa antara 30 – 63 persen terinfeksi toksoplasma karena
mengkonsumsi daging yang penangannanya kurang sempurna dalam pemasakan ataupun
pengasapan ( Gilbert, 2000 ) dan 17% tertular karena kontak dengan ookista yang
ada dalam tanah. Resiko tertular oleh Toxoplasma juga berasal dari wanita yang mempersiapkan daging mentah untuk
dimasak, minum susu yang tidak dipasteurisasi khususnya susu kambing, telur
mentah ataupun orang yang selalu kontak dengan hewan, makan sayuran ataupun
buah yang tidak dicuci. Seroprevalensi terhadap toxoplasma ditemukan tinggi
pada orang – orang Nepal yang mempunyai kebiasan makan daging mentah dan memelihara
kucing didalam rumah. Dalam penelitian ini dibandingkan antar distrik, dan
distrik yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi daging mentah tersebut yang
menunjukkan seroprevalen tinggi dibanding distrik yang tidak mengkonsumsi ( Rai
et al, 1999 , Anonim ,2001a). Menurut Roghmann dkk tahun 1999, Bahwa orang orang Adventist di Maryland yang tidak
biasa makan, daging dan produknya ataupun ikan
dibandingkan dengan kontrol yaitu orang yang selalu mengkonsumsi produk
daging menunjukkan hasil yang signifikan. Menurt penelitian selain kebiasaan
mengkonsumsi daging, faktor umur, ras, kekebalan tubuh juga sangat berperan
dalam penularan toksoplasmosis ( Dubey, 1998; Roghmann, 1999; Weigel, 1999
). Seroprevalensi kejadian
toksoplasmosis didunia sangat bervariasi yaitu dijepang 12 %, 21-36% di Inggris
dan Amerika, sedangkan di Perancis dan El Salvador sangat tinggi yaitu 84 – 90
% ( Smith dan Rebuck, 2000 ).
Menurut Gilbert tahun 2001, bahwa wanita hamil yang menderita toksoplasmosis 25% akan menularkan kejaninnya. Penularan toksoplasmosis kongenital terjadi apabila infeksi pada saat gestasi dan menyebabkan abortus pada trimester pertama kehamilan ( Dubey, 1999 ; Smith dan Rebuck, 2000 ), selain itu juga dapat menyebabkan terjadinya kelahiran dini, gangguan pada bayi yang dilahirkan berupa, lahir dengan berat badan yang abnormal, kebutaan, kehilangan pendengaran, gangguan perkembangan mental ( Frenkel, 1990 ; Weigel, 1999 ), sedang apabila wanita hamil terinfeksi pada trimester kedua atau ketiga kehamilan maka bayi yang dilahirkan akan mengalami pembesaran kepala ( hidrochepalus ) ( gambar 3 ), atau lesi pada retina mata yang khas ( gambar 4 ) dan otak ( Lawrence, 1995; Dubey, 1999 ; Sciammarella, 2001 ) .
Gambar 3 : Bayi yang
menderita hidrocephalus ( Dubey, 1999 )
Gambar
4 : Kerusakan retina mata yang khas ( Sciammarella, 2001 )
( http://www.emedicine.com/cgiin/foxweb.exe/makezoom@/em/makezoom?picture=\websites\emedicine\emerg\images\Large\623eye%5Ftoxo%2Ejpg&template=izoom2
)
PATHOGENESA
Toxoplasma gondii merupakan
suatu prasit intraselular dan reproduksi terjadi didalam sel. Kebanyakan kasus
toksoplasmosis pada manusia didapat karena mengkonsumsi jaringan yang
mengandung kista yang ada pada daging yang proses pemasakannya kurang sempurna
atau daging mentah. Selain itu kontak langsung dengan tanah atau air yang
terkontaminasi oleh feses kucing yang mengandung ookista yang secara tidak
langsung kontak dengan makanan atau
minuman. Penularan bentuk lain adalah melalui plasenta ibu hamil yang menderita
toksoplasmosis ( Dubey, 1999; Anonim, 2001a). Bradizoit yang ada dalam jaringan
ataupun tropozoit yang lepas dari ookista akan melakukan penetrasi ke sel
epitel usus dan melakukan multiplikasi. Toxoplasma akan menyebar secara lokal
pada limfoglandula mesenterika usus dan melalui pembuluh limfe dan darah akan
menyebar ke seluruh organ. Sebelum organ lain menjadi rusak, nekrosis akan
terjadi lebih dahulu pada usus dan limfoglandula mesenterika, baru kemudian
terjadi focal necrosis terjadi pada organ lain.
Gambaran
klinis akan tampak segera setelah beberapa waktu jaringan mengalami kerusakkan
khususnya organ mata, jantung, dan kelenjar adrenal. Kejadian nekrosis pada
organ – organ tersebut diakibatkan oleh adanya multiplikasi intraselular dari
takizoit ( Dubey, 1999; Dubey, 1999 ). Limabelas sampai 85% populasi anak –
anak didunia secara kronis terinfeksi oleh toxoplasma dipengaruhi oleh kondisi
geografi ( Dubey dalam Fuentes, 2001 ) temperatur ataupun kelembaban (Anonim,
2001a ). Dengan adanya faktor kelembaban dan temperatur yang sesuai ookista
akan mampu bertahan beberapa bulan sampai lebih dari satu tahun. Lalat, cacing, kecoak dan
serangga lain mungkin dianggap sebagai agen mekanis dalam penyebaran parasit
ini. Faktor lain yang berpengaruh adalah umur, menurut penelitian yang
dilakukan oleh Martin dalam Lawrence tahun 1995, bahwa usia berpengaruh secara
serologi pada orang yang mengkonsumsi daging babi yang proses pemasakannya
tidak sempurna dan pada orang yang selalu menangani daging mentah.
Tingkat mortalitas dan morbiditas dari
parasit ini cukup tinggi pada pasien yang imunocompromise ( AIDS, kanker,
transplantasi ) dan pada anak – anak yang tertular melalui ibunya ( Dubey, 1999
; Smith dan Rebuck, 2000 ). Kondisi yang muncul pada penderita imunocompromise
tersebut biasanya berupa peradangan selaput otak ataupun adanya abses yang
sifatnya multiganda.
GEJALA KLINIK
Diperkirakan
bahwa lebih dari 3000 orang yang menderita toksoplasmosis kongenital di Amerika
Serikat tiap tahun tidak menunjukkan gejala. Gejala akan muncul dan sifatnya
adalah individual. Gejala serius muncul pada bayi yang dilahirkan abortus dan lahir dini ( 1 : 10 bayi yang terinfeksi ) ( Anonim, 2001a)
dengan ditemukan gejala infeksi mata,
pembesaran hati dan limpa, kuning pada mata dan kulit dan pneumonia
,ensepalopati dan diikuti kematian. Sedangkan pada bayi yang lahir normal,
gejala akan tampak setelah beberapa minggu, bulan atau tahun setelah lahir.
Gejala ini banyak dijumpai setelah usia pubertas misalnya adanya gangguan pada
mata sampai terjadi kebutaan, kegagalan pada sistem syaraf, gangguan
pendengaran ( bisu- tuli), deman, kuning akibat gangguan hati,erupsi kulit,
gangguan pernafasan ( Anonim, 2001b ). Pada bentuk laten biasanya berupa
kerusakan psikomotor, konvulsi dan pembesaran kepala ( hidrosepalus ). Pada 69%
kasus berkaitan dengan korioretinitis dengan peningkatan volume otak ( Chandra,
2001 ). Pada penderita imunocompromise, yaitu penderita AIDS, kanker ataupun
transplantasi organ gejala akan cepat terlihat yaitu adanya gangguan sistem
syaraf, encepalitis, pembesaran limfoglandula, gangguan mata, pendengaran,
gangguan pernafasan dan gangguan jantung dan angka kematian pada penderita
diatas cukup tinggi ( Anonim, 2001b; Smith dan rebuck, 2000; Theobald 2001 ).
Penyebaran dari toxoplasma gondii sangat luas yaitu
dari daerah Alaska sampai dengan Australia. Distribusi yang sangat luas ini
mungkin menjadi suatu bagian dalam mekanisme penularan. Kejadian toksoplasmosis
pernah dilaporkan pada 35.940 wanita hamil
di Norwegia antara tahun 1992 – 1994. Di Indonesia pernah dilaporkan
oleh Gandahusada pada tahun 1995, bahwa
angka prevalensi dari toksoplasmosis pada manusia berkisar antara 2- 63
%, kucing 35 – 73%, anjing 75%, babi 11-36%, kambing 11-61 %, sedangkan
sapi/kerbau kurang dari 10% ( Chandra, 2001 ). Menurut Hartono dalam Chandra
tahun 2001 bahwa terjadinya keguguran spontan yang ada di RS. Dr.
Ciptomangunkusumo dan RS. Hasan Sadikin, setelah sampel plasenta diisolasi pada
hewan percobaan menunjukkan 81 dari 101 sampel (80,2%) positif terhadap kista
toxoplasma. Sedangkan dari keseluruhan sampel yaitu 178 memperlihatkan 52,25%
positif dengan menggunakan metode Elisa.
Untuk melakukan diagnsa
terhadap penyakit toksoplasmosis dapat dilakukan beberapa cara yaitu bisa
menggunakan cara serologi ataupun pemeriksaan histopatologi. Dengan hanya
melihat gejala klinik maka diagnosa kurang bisa ditegakkan karena gejala yang
tampak tidak spesifik ( Dubey, 1999 ). Pemeriksaan langsung bisa dilakukan
dengan cara melihat adanya dark spot pada retina, melakukan pemeriksaan
darah untuk melihat apakah parasit sudah menyebar melalui darah dengan melihat
perubahan yang terjadi pada gambaran darahnya, serta bisa menggunakan CT scan,
MRI untuk menemukan lesi akibat parasit tersebut. Pemeriksaan juga bisa
dilakukan dengan biopsi dan dari sampel biopsi tersebut bisa dilakukan
pengujian dengan menggunakan PCR ( Theobald, 2001; Fuentes, 2001 ), isolasi
pada hewan percobaan ataupun pembuatan
preparat histopatologi ( Dubey, 1999).
Metode diagnosa lain yang sering digunakan adalah
dengan menggunakan Indirect haemaglutination (IHA), Immunoflourescence (IFAT)
ataupun dengan Enzym Immunoassay ( Elisa ) ( Figueiredo et al, 2001 ).
Dalam penatalaksanaan ini meliputi bagaimana cara
pencegahan dan pengobatan terhadap toksoplasmosis. Untuk pencegahan terhadap toksoplasmosis
antara lain dengan ( Dubey, 1999; Anonim, 2001a,Gilbert, 2000;Anonim, 2001b )
·
Meminimalkan
paparan terhadap parasit tersebut dengan jalan memasak daging sapi,babi,
kambing dan lainya dengan pemanasan internal 70oC ( 158oF)
sedikitnya 15 – 30 menit. Dengan melakukan freezing thawinig, penggaraman,
pengasapan ataupun pengasinan, kista tidak dapat dihancurkan. Menghindari
mengkonsumsi susu kambing yang tidak dipasteurisasi ataupun telur mentah
·
Menghindari
kontak langsung dengan tanah yang potensial sebagai tempat ookista, karena
ookista akan mampu bertahan dalam tanah dalam waktu yang sangat lama dan tidak
terpengaruh oleh buruknya kondisi lingkungan atau menggunakaan sarung tangan
selama kontak dengan tanah melaukan cuci tangan dengan sabun dan air
·
Hindari
kontaminasi silang antara bahan mentah dengan bahan makan yang telah matang
·
Membiasakan
mencuci sayur dan buah yang akan dikonsumsi
·
Membersihkan
tangan dengan air dan sabun setelah mempersiapkan daging mentah untuk
dimasak
·
Membuang
feses kucing dari kandang kucing setiap hari untuk mencegah ookista sporulasi
·
Melakukan
disinfeksi kandang kucing engan mencuci menggunakan air mendidih ataupun dengan
sterilisasi 55oC, disinfeksi dengan bahan kimia tidak menghancurkan
ookista
·
Tidak
memberikan daging mentah pada kucing dan biarkan kucing tetap berada dirumah
agar tidak memburu rodensia ataupn burung liar
·
Untuk
wanita hamil hindari mengkonsumsi daging yang dalam pemasakan kurang sempurna (
daging asap, salami dll ) serta susu ataupun produk yang tidak terpasteurisasi.
Pemberian
antibiotika merupakan salah satu cara untuk untuk pengobatan toksoplasmosis.
Antibiotika yang sering digunakan adalah kombinasi antara pyrimethamine dan
sulfonamide dan kombinasi ini efektif untuk infeksi akut ( Sciammarella, 2001
). Menurut Wu tahun 2000, obat lain yang bisa digunakan adalah preparat
azitromycin, clindammycin dan atovaquone. Vaksinasi pada
saat ini baru dikembangkan.
Anonim , 2000. Toxoplasma gondii . Department of
Immunology and Infectious Disease Research. http://www.Research.Institut.of.PAMK.htm
Anonim,2001.Toxoplasmosis and
Cat. Newsletter. http://www.HCF%20Newsletter.htm
Anonim, 2001a. Toxoplasmosis
Public health Education Information Sheet. March of Dimer. Ask NOAH About :
Pregnancy Fact Sheet WHO. http://www.noah.health.org/toxoplas.html
Anonim, 2001b. Toxoplasmosis in Cat. Cornell Feline Health Center. Cornell Veterinary Medicine. http://web.vet.cornell.edu/public/FHC/toxo.html
Anonim,
2001c. Toxoplasma gondii ( Toxoplasmosis ). http://www.toxoplasma.gondii
(toxoplasmosis)
Chandra G, 2001. Toxoplasma gondii : Aspek Biologi, Epidemiologi,Diagnosis, dan Penatalaksanaannya. Medika (5) Tahun XXVll
Dubey JP, Lindsay DS, Speer CA, 1998. Structures of Toxoplasma gondii Tachyzoites, Bradyzoites, and Sporozoites and Biology and Development of Tissue Cysts. Clin. Microbiol. Rev. p. 267-299
Dubey JP, 1999. Toxoplasma gondii. http://www.medimicrochapter84.htm
Figueiredo JF, Silva DAO Cabral DD, Mineo
JR, 2001. Seroprevalence of Toxoplasma gondii in
Goats by the Indirect
Haemagglutination, Immunoflourescence and Immunoenzymatic Test in the
Region of Uberlandia, Brazil. Memorias do instituto Oswaldo Cruz On-line. Vol 96(5).
Fuentes I, Rubio JM, Ramirez C and Alvar J, 2001. Genotypic Characterization of Toxoplasma gondii Strains Associated with Human Toxoplasmosis in Spain : direct Analysis from Clinical Samples. J. Clin. Microbiol. P. 1566-1570
Gilbert RE, 2000. Undercooked Meats is Chief Cause of Parasite Infection in Pregnancy. BMJ 2000, 312 : 142-147
Ghaffar
A, 2001. Toxoplasmosis. http://www.mic.ki se.
Lawrence V, 1999.
Toxoplasmosis and Raw Meat. http://www.he.net/virginia/00000035.htm
Lopez L, 2000. Toxoplasmosis. http://www.medicine.com
Rai SK, Matsumura T, Ono K, Abe A, Hirai K, Rai G, Sumi K, Kubota K, Uga S, Shrestha HG, 1999 High Toxoplasma Seroprevalence associated with meat Eating Habits of Locals in Nepal. Asia Pac J Public Health. 11(2) (abstact )
Roberts T, Frenkel JK, 1990. Estimating Income Losses and Other preventable costs Caused by Congenital Toxoplasmosis in The United State. J Am Vet Med Assc 196 : 249-256
Roghmann MC, Faulkner CT, Lefkowitz A, Patton S, Zimmerman J and Morris,JR JG, 1999. Decreased Seroprevalence for Toxoplasma gondii in Sevent Day Adventists in Maryland. Am. J.Trop.Med. Hyg. 60(5) p. 790-792
Sciammarella J, 2001. toxoplasma gondii. http://www.emedicine.com
Smith JE and Rebuck N, 2000. Toxoplasma gondii Strain Variation and Phatogenecity. In. Microbial Foodborne disease. Cary JW, JE linz and D. Bhatnagar (Eds). Technomic Co. Inc. USA. P. 405-431
Theobald
D, 2001. What is Toxoplasmosis. http://www.toxoplasmosis.htm
Weigel RM, Dubey JP, Dyer D and Siegel AM, 1999. Risk Factors of Infection with Toxoplasma gondii for Residents and Workers on Swine Farms in Illinois. Am. J. Trop. Med. Hyg. 60(5). p.793-798
Wu L, 2001. Toxoplasma gondii. http://www.emedicine.com