© 2001
Agustinus Jacob Posted: 4
November 2001 [rudyct]
Makalah
Falsafah Sains (PPs 702)
Program
Pasca Sarjana / S3
Institut
Pertanian Bogor
November
2001
Dosen:
Prof
Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
METODE DAN TEKNIK PENGAMBILAN CONTOH TANAH DAN
TANAMAN DALAM MENGEVALUASI STATUS KESUBURAN TANAH
Oleh:
Agustinus
Jacob
DAS/
A236010041
e-mail: Agustinus_Jacob@jahoo.com
I. PENDAHULUAN
Dalam bidang pertanian, tanah memiliki arti yang lebih khusus dan
penting sebagai media tumbuh tanaman
darat. Tanah berasal dari hasil
pelapukan batuan bercampur dengan sisa bahan organik dari organisme (vegetasi
atau hewan) yang hidup di atasnya atau di dalamnya. Selain itu di dalam tanah terdapat pula udara dan air yang
berasal dari hujan yang ditahan oleh tanah sehingga tidak meresap ke tempat
lain. Dalam proses pembentukan tanah,
selain campuran bahan mineral dan bahan organik terbentuk pula lapisan-lapisan tanah
yang disebut horizon. Dengan demikian
tanah (dalam arti pertanian) dapat didefenisikan sebagai kumpulan benda alam di
permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan
mineral, bahan organik, air dan udara, dan merupakan media tumbuhnya tanaman.
Secara umum tanah dapat dipelajari
dengan pendekatan pedologi dan pendekatan edaphologi. Ilmu yang mempelajari proses-proses
pembentukan tanah beserta faktor-faktor pembentuknya, klasifikasi tanah, survai
tanah, dan cara-cara pengamatan tanah di lapang disebut “Pedologi”. Dalam hal
ini tanah dipandang sebagai suatu benda alam yang dinamis dan tidak secara
khusus dihubungkan dengan pertumbuhan tanaman.
Walaupun demikian penemuan-penemuan dalam bidang pedologi akan sangat
bermanfaat pula dalam bidang pertanian maupun non pertanian misalnya pembuatan
bangunan (teknik sipil).
Apabila tanah dipelajari dalam
hubungannya dengan pertumbuhan tanaman disebut “edaphologi”. Dalam edaphologi yang dipelajari adalah
sifat-sifat tanah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman, serta
usaha-usaha yang perlu dilakukan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah (fisik,
kimia dan biologi), bagi pertumbuhan tanaman seperti pemupukan pengapuran dan
lain-lain.
Meningkatnya
pengetahuan manusia tentang tanah, maka Ilmu Tanah menjadi Ilmu yang sangat
luas, sehingga untuk dapat mempelajarinya dengan baik perlu pengelompokkan
lebih lanjut kedalam bidang-bidang Ilmu Tanah yang lebih khusus seperti Fisika
Tanah, Kimia tanah, Kesuburan tanah, Mikrobiologi Tanah, Pengawetan Tanah dan
Air, Mineralogi Tanah, Genesis dan Klasifikasi Tanah, Geografi Tanah, Survai
Tanah dan Evaluasi Lahan.
Tulisan ini lebih menyoroti aspek
Kesuburan Tanah dan bagaimana cara mengevaluasi status kesuburan tanah untuk
tujuan pengembangan dan peningkatan produksi tanaman pertanian. Kesuburan Tanah mempelajari hubungan
unsur-unsur hara dalam tanah dengan pertumbuhan tanaman, pemupukan dan
usaha-usaha lain dalam memperbaiki sifat-sifat tanah (sifat fisik, kimia dan
biologi tanah) untuk pertumbuhan tanaman.
Sifat fisik tanah yang terpenting
adalah : solum, tekstur, struktur, kadar air tanah, drainase dan porisitas
tanah, dll. Sifat kimia tanah meliputi
: kadar unsur hara tanah, reaksi tanah (pH), kapasitas tukar kation tanah
(KTK), kejenuhan basa (KB), kemasaman dapat dipertukarkan (Al dan H), dan
lain-lain. Sedangkan sifat biologi
tanah meliputi : bahan organik tanah, flora dan fauna tanah (khususnya
mikroorganisme penting : bakteri, fungi dan Algae), interaksi mikroorganisme
tanah dengan tanaman (simbiosa) dan polusi tanah.
II. METODE EVALUASI STATUS KESUBURAN TANAH
Kandungan unsur hara di dalam tanah sebagai gambaran status kesuburan
tanah dapat dinilai dengan beberapa metode pendekatan yaitu : (1) Analisa
contoh tanah, (2) Mengamati gejala-gejala (symptom) pertumbuhan tanaman, (3)
Analisa contoh tanaman, (4) Percobaan pot di rumah kaca, dan (5) Percobaan
lapangan.
2.1.. Analisis
Contoh Tanah
Analisis tanah dilakukan terhadap contoh tanah yang diambil di lapangan
dengan metode tertentu sesuai tujuan yang diharapkan. Analisa tanah dilabo-ratorium dilakukan terhadap
variabel-variabel kimia dan fisik tanah
: pH, kapasitas tukar kation, Nitrogen, kalium, fosfor, kalsium, magnesium
(hara makro), hara mikro (Fe, Cu, Zn, B, Mo, dll), bahan organik, tekstur tanah
dan sebagainya.
Kadar unsur hara tanah yang
diperoleh dari data analisis tanah bila dibandingkan dengan kebutuhan
unsur hara bagi masing-masing jenis tanaman, maka dapat diketahui apakah
status/kadar unsur hara dalam tanah tersebut sangat rendah (kurang), rendah,
sedang, cukup ataukah tinggi, sesuai kriteria tertentu (Tabel 1).
Prinsip yang harus diperhatikan
dalam uji tanah ialah bahwa metode analisa tanah tersebut (1) harus dapat mengekstraksi bentuk unsur
hara yang tersedia saja, secara tepat. Jadi sifatnya selektif artinya tidak mengekstraksi
bentuk yang tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman, (2) metode analisa yang
dipakai dilaboratorium harus sederhana, cepat, mudah dilaksanakan dan memiliki
ketepatan dan ketelitian tinggi, (3) hasil analisis harus dapat direproduksi. Dengan demikian larutan kimia yang dibuat
harus didasarkan pada pengetahuan yang baik tentang bentuk-bentuk
kimia dari unsur hara di
dalam tanah dan tentang sifat akar tanaman dan mekaniusme pelarutan
bentuk-bentuk kimia oleh akar tanaman.
Oleh karena itu uji kimia tanah
perlu dikorelasikan dengan serapan hara oleh tanaman melalui percobaan rumah
kaca (uji korelasi) dan percobaan lapangan (uji kalibrasi). Uji korelasi dimaksudkan untuk mendapatkan
metode yang tepat untuk suatu unsur dan
tanaman tertentu. Sedangkan uji
kalibrasi dimaksudkan untuk mendapatkan hubungan antara selang kadar suatu
unsur hara atau nilai kritisnya dengan respons tanaman di lapangan terhadap
unsur tersebut. Dengan demikian
memberikan nilai agronomik bagi angka uji tanah tersebut. Tanpa uji kalibrasi maka angka-angka uji
tanah tidak berarti sama sekali.
Dalam studi korelasi yang perlu
diperhatikan ialah :
(1)
Bekerja dengan
contoh-contoh tanah yang memiliki selang kadar unsur hara yang diteliti
tersebut cukup lebar.
(2)
Contoh tanah sebaiknya
diambil dari daerah yang diketahui respons tanamannya, yaitu dari yang
sangat respons terhadap unsur tersebut
sampai yang tidak respons. Apabila hal
ini sulit dilakukan, maka dapat ditempuh dengan cara : mengkorelasikan hasil
uji tanah dengan serapan hara ataupun dengan A-value yaitu
suatu teknik radioisotop dari Fried dan Dean (1952).
Tentang uji kalibrasi, hal yang
perlu diingat ialah bahwa pengujian harus dilakukan terhadap tiap jenis
tanaman, tiap tanah dan tiap tipe iklim, dengan teknik bercocok tanam yang
sama.
Hasil uji tanah ini dipakai untuk: (1) menentukan jumlah hara yang tersedia
bagi tanaman, (2) memberi peringatan kepada petani tentang bahaya-bahaya yang
mungkin akan terjadi pada pertanamannya, baik bahaya defisiensi ataupun
keracunan, (3) menjadi dasar penetapan dosis pupuk, dan (4) memberikan
perkiraan produksi akibat pemakaian dosis pupuk tersebut sehingga memungkinkan
dilakukannya evaluasi ekonomi, (5) membantu pemerintah dalam menyusun kebijaksanaan antara lain dalam hal
pengadaan dan penyebaran pupuk, perencanaan wilayah, dan infrastruktur.
2.2. Mengamati Symptom Pertumbuhan
Tanaman
Kekurangan unsur
hara di dalam tanah dapat memperlihatkan gejala-gejala pertumbuhan tertentu
pada tanaman. Misalnya kekurangan unsur
hara besi (Fe) akan menyebabkan chlorosis; kekurangan hara nitrogen (N)
menyebabkan tanaman kerdil, dan sebagainya.
2.3. Analisis Contoh
Tanaman
Kekurangan unsur
hara di dalam tanah dapat juga diketahui dari analisis jaringan tanaman. Pendekatan ini didasarkan pada prinsip bahwa
konsentrasi suatu unsur hara di dalam tanaman merupakan hasil interaksi dari
semua faktor yang mempengaruhi penyerapan unsur tersebut dari dalam tanah. Analisis tanaman umumnya dilakukan terhadap
bagian-bagian tertentu saja ataupun seluruh bagian tanaman. Interpretasi
keadaan kesuburan tanah akan lebih baik apabila kedua cara ini (analisis tanah
dan tanaman) digabungkan. Teknik analisis
tanaman lebih umum dipakai untuk tanaman umur panjang dibandingkan tanaman
semusim.
Seperti halnya dengan uji tanah,
maka pada analisis tanamanpun pemilihan metode analisis dilakukan melalui
uji-uji korelasi dan kalibrasi. Uji
korelasi disini bertujuan untuk mencari hubungan yang paling baik dari kadar
suatu unsur dalam bagian-bagian tanaman tertentu atau seluruhnya dan pada
umur-umur tertentu dengan produksi tanaman.
Pada uji kalibrasi dicari hubungan antara selang ataupun nilai kritis
dari unsur tersebut dalam tanaman dengan produksi tanaman. Teknik ini banyak dipakai pada perkebunan
tebu di Hawaii dengan istilah Crop logging (Clements, 1980). Sebagai gambaran mengenai kandungan unsur
hara tanaman yang merupakan batas antara defisiensi dan kecukupan, disajikan
pada Tabel 2.
Tujuan umum dari analisis tanaman
adalah :
(1)
Untuk
mengdiagnosa atau memperkuat diagnosa gejala kekurangan unsur hara tertentu
yang tampak pada pertumbuhan tanaman di lapangan. Analisis tanaman telah menjadi alat yang efektif dan
menyakinkan dalam mengidentifikasi
kekurangan hara pada tanaman.
(2)
Untuk
mengidentifikasi masalah yang terselubung. Beberapa gejala kekurangan hara tidak menunjukkan
gejala yang spesifik dalam tanaman atau vigor tanaman tetap baik, tetapi produksi rendah. Analisis tanaman dapat mengidentifikasi keadaan tersebut (masalah
terselubung).
(3) Untuk mengetahui
kekurangan hara sedini mungkin. Analisis jaringan tanaman mampu melihat kekurangan hara, walaupun gejala
yang ditunjukkan tidak cukup kuat. Data
analisis tanaman dihubungkan dengan data analisis tanah dan genesa tanah akan
sangat membantu mempercepat penanganan masalah kekurangan hara di dalam tanah.
(4) Untuk mempelajari
bagaimana hara dapat diserap tanaman. Jika unsur hara (pupuk)
ditambahkan kedalam tanah untuk memperbaiki kekurangan hara, seringkali tidak
banyak diketahui bagaimana sebenarnya unsur hara masuk/diserap ke dalam
tanaman. Dengan perkataan lain, jika ada respons tidak ada hara yang
diserap, padahal nyatanya hara tidak kurang, disinilah perlunya mengetahui
bagaimana hara dapat diserap setelah ditahan oleh tanah, atau pemberian yang kurang menguntungkan, atau
bagaimana unsur hara diserap tetapi tidak efektif untuk pertumbuhan tanaman.
(5)
Untuk mengetahui interaksi atau antagonisme diantara
unsur hara. Tidak jarang
ditemui, penambahan hara (pupuk) tertentu menyebabkan berkurangnya sejumlah
hara lainnya di dalam tanah dan menyebabkan penyerapan unsur hara tersebut oleh
tanaman menjadi rendah dan produksinya juga menurun. Penjelasan bagaimana
interaksi tersebut, sering tidak diketahui.
Tersedianya data analisis tanaman mempercepat kita untuk mengetahui
masalah tersebut didalam pemberian hara
makro dan mikro.
(6)
Sebagai alat
bantu pemahaman fungsi hara dalam tanaman. Analisis seluruh bagian tanaman atau bagian-bagian
tertentu secara periodik dalam satu musim, di bawah kondisi lingkungan tertentu
menunjukkan perbedaan yang besar diantara tanaman, dan sama dalam
varietas/galur. Analisis tanaman
digunakan dalam menunjukkan mobilitas unsur dalam tanaman dan bagian tanaman,
dan dapat mengetahui dimana terdapatnya
kebutuhan terbesar beberapa hara dalam proses metabolisme.
Sebagai pembantu dalam
mengidentifikasi masalah. Kadang-kadang
analisis tanaman dibutuhkan dalam uji tanah, dalam mengidentifikasi kasus
masalah khusus. Misalnya tanaman jagung
pada tanah sangat masam diduga kekurangan Mg (daunnya kering pucat dan
nekrosis). Hasil analisis tanaman
memang Mg-nya rendah (0,07%), tetapi juga kadar Mn sangat tinggi (1000 mg/kg)
sedangkan lainnya terlihat normal. Padahal pH tanahnya
hanya berkisar dari 4,7 sampai 5,0;
range pH ini tidak terlalu
rendah untuk tanaman jagung.
2.4. Percobaan Pot di Rumah Kaca
Percobaan pot di rumah kaca dengan menggunakan tanaman sebagai
indikator (Biological test) dapat pula memberi gambaran mengenai status
unsur hara di dalam tanah. Pendekatan
yang dilakukan disini adalah : contoh-contoh tanah diambil dari daerah yang
akan diteliti kemudian dengan berat tertentu dimasukkan kedalam pot dan
ditanamai dengan tanaman tertentu pula.
Selanjutnya setiap pot diberikan perlakuan pupuk menurut jenis dan jumlah unsur hara yang diteliti
(sebagian tanpa pupuk/kontrol).
Dari pertumbuhan atau produksi
tanaman yang diperoleh dapat dideteksi
kekurangan dan kebutuhan akan unsur hara dari tanah dan tanaman tersebut.
2.5. Percobaan Lapangan
Percobaan pertumbuhan dan produksi tanaman (biological test) di
lapangan dengan menggunakan berbagai jenis
dan jumlah pupuk tertentu dapat diketahui kekurangan unsur hara yang
perlu ditambahkan ke dalam tanah dalam bentuk pupuk untuk memenuhi kebutuhan
unsur hara tanaman dalam mencapai tingkat produksi tertentu.
III. METODE PENDEKATAN
SAMPLING
Pada umumnya permasalahan dalam Kesuburan Tanah dapat
disusun bersadarkan tahapan atau langkah-langkah yang dilaksanakan dalam
program analisis tanah dan analisis tanaman. Program analisis tanah dan tanaman
selalui melalui tahapan kegiatan sebagai berikut : (1) Pengambilan
contoh , (2) Persiapan contoh, (3) Penetapan Metode Analisis, (4) Persiapan
bahan dan alat, (5) Kegiatan Analisis : menimbang, melarutkan, mereaksikan, dan
pengukuran hasil reaksi; (6) Kalkulasi/perhitungan data analisis, (7)
Interpretasi dan rekomendasi penggunaan data analisis. Informasi yang diperlukan dalam program
analisis tersebut di atas dapat dirumuskan dalam butir-butir pernyataan,
sebagai berikut :
a. Pengambilan contoh (sampling)
untuk Analisis Tanah - Tanaman
(1) Bagaimana bentuk
dan pola keragaman atau variabilitas
(baik horizontal maupun vertikal) dalam nilai uji tanah pada keadaan lapangan.
(2) Dengan
memperhitungkan keragaman yang ada, prosedur pengambilan contoh yang bagaimana
yang dapat memberikan estimasi praktis yang terbaik mengenai ketersediaan unsur
hara, dengan memperhitungkan pula faktor biaya dan tenaga.
(3) Bagian tanaman yang
mana yang harus diambil sebagai contoh dan pada fase pertumbuhan mana
pengambilan contoh tersebut harus dibakukan untuk berbagai jenis/tipe tanaman.
(4) Berapa banyak
tanaman yang harus diambil sebagai contoh dan bagaimana polanya.
Disamping hal tersebut di atas, penanganan contoh sebelum
dianalisis (samples preparation) perlu diperhitungkan pula, misalnya pengaruh
berbagai tingkat pengeringan contoh terhadap nilai uji, adanya kontaminasi, dan
lain sebagainya. Bagaimana pula
mendapatkan “sub sample” yang
representatif.
b. Metode Analisa Tanah - Tanaman
(1) Uji tanah dan
tanaman yang bagaimana yang perlu dimasukkan dalam program analisa tanah dan
tanaman.
(2) Apakah metode yang
ada merupakan yang terbaik dalam menilai (assessing) ketersediaan unsur hara
tertentu dalam tanah.
(3) Atau diperlukan
metode yang baru, dan bila ya apakah sudah cukup informasi yang tersedia
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan unsur hara yang dimaksud.
(4) Bagaimana hubungan
antara produksi tanaman di lapangan dengan nilai uji tanah dan nilai analisis tanaman.
(5) Apakah metode
analisa tanah dan tanaman yang diteliti tersebut dapat diadopsi untuk analisa
rutin.
c. Rekomendasi
(1) Bahan apa yang
harus dipakai untuk koreksi keracunan atau adanya defisiensi unsur hara
tertentu pada suatu tanaman tertentu.
(2) Metode
aplikasi pupuk/kapur yang bagaimana
yang paling efisien.
(3) Waktu pemakaian
pupuk/kapur (kapan sebaiknya pemupukan dilakukan).
(4) Dosis atau takaran
pupuk yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tanaman akan unsur hara dalam
mencapai suatu tingkat produksi tertentu.
Beberapa pendekatan umum yang biasa dilakukan dalam
penanganan program penelitian Kesuburan Tanah yaitu melalui “ road survey”, studi rumah
kaca dan studi lapangan.
Untuk memilih metode uji tanah terbaik untuk berbagai
jenis tanah dilakukan Studi Korelasi.
Sedangkan Uji Kalibrasi adalah untuk meneliti hubungan nilai uji
tanah dan tanaman dilapangan. Untuk
proses kalibrasi yang lebih penting adalah memperoleh informasi yang sedikit
dari lokasi yang banyak daripada yang
banyak (mendalam) dari lokasi yang sedikit.
Oleh karena itu desain percobaan harus sesederhana mungkin.
Tujuan akhir dari program penelitian kesuburan tanah
sesungguhnya adalah untuk memberikan rekomendasi pemupukan yang juga menyangkut
aspek ekonomi sedemikian rupa sehingga petani mendapatkan keuntungan yang
maksimal dari penggunaan pupuk atau kapur.
Oleh karena itu bentuk fungsi produksi atau respons (surface respons
curve) tanaman pada kondisi tertentu perlu dipelajari. Demikian
pula konsep “Law of the minimum” dan “Law of limiting
factors” perlu diperhatikan.
IV. TEKNIK PENGAMBILAN CONTOH TANAH - TANAMAN
4.1. Pengambilan Contoh Tanah
Pengambilan contoh untuk analisis laboratorium, sesungguhnya tidak
semudah yang dibayangkan orang. Mengapa
demikian? Jawabannya adalah karena pemahaman ekstrim bahwa setiap jengkal tanah
memiliki sifat yang berbeda. Dengan
demikian contoh tanah yang diambil di lapangan haruslah representatif artinya
contoh tanah tersebut harus dapat mewakili suatu areal atau luasan
tertentu. Contoh yang tidak representatif selalu berakibat merugikan apakah
petani ataupun masyarakat luas. Dengan
demikian pengambilan contoh tanah harus mempertimbangkan sifat-sifat tanah dan
faktor-faktor pembentukannya. Banyak faktor yang mempengaruhi proses pembentukan
tanah tetapi hanya ada 5 faktor yang dianggap paling penting (Buol at al.,1980)
yaitu (1) Iklim, (2) Organisme, (3) Bahan Induk, (4) Topografi , dan (5)
Waktu. Dalam proses pembentukan tanah
pengaruh kelima faktor tersebut bersifat simultan, bukan parsial. Walaupun kenyataan di lapangan ditemukan ada
salah faktor yang lebih dominan pengaruhnya dibandingkan dengan faktor
pembentukan tanah lainnya.
Penyebab utama dari contoh yang
tidak representatif ialah: (1) kontaminasi, dan (2) jumlah contoh yang terlalu
sedikit untuk daerah yang variabilitas kesuburannya tinggi. Bahaya kontaminasi biasanya berasal dari
tempat atau alat pengambilan contoh dan lain-lain. Menghadapi contoh yang tidak representatif, yang disebabkan oleh
keragaman kesuburan tanah, maka persoalannya menjadi lebih sulit. Untuk
itu haruslah diketahui sifat dan sumber-sumber keragaman. Hal ini dapat didekati secara statistika tetapi
tidak sesederhana itu, karena sebaran data tidak selalu normal. Dengan
cara ini diperlukan contoh yang banyak sehingga sering dinilai tidak
praktis. Oleh sebab itu keragaman
lapangan dapat didekati cukup melalui :
·
Penilaian lapangan
secara khusus
·
Pengetahuan yang baik
tentang tanah
·
Sistem bercocok tanam
yang diterapkan petani
·
Program-program
pemupukan yang berlaku di daerah itu,
·
Teknologi pengelolaan
tanah-tanaman lainnya yang diterapkan petani
·
Lain- lain
Dengan mengetahui variabilitas ini,
dapat ditentukan teknik pengambilan contoh yang lebih representatif. Makin besar variabilitas tanah (bentuk lahan,
jenis tanah, dll.) makin banyak
contoh/lokasi pengamatan yang dibuat.
Tabel 1.
Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah (Staf Pusat Penelitian Tanah, 1983)
_________________________________________________________________________
Sifat Tanah
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat
tinggi
_________________________________________________________________________
C
-Organik (%) <
1,00 1,00-2,00 2,01-3,00 3,01-5,00
> 5,00
Nitrogen
(%) < 0,10 0,10-0,20 0,21-0,50 0,51-0,75
> 0,75
C/N < 5 5 -
10 11 - 15
16 - 25 > 25
P2O5 HCl (mg/100g) < 10 10 - 20 21 - 40 41 - 60 > 60
P2O5 Bray-1 (ppm) < 10 10 - 15 16 - 25 26 - 35 > 35
P2O5
Olsen (ppm) < 10
10 - 25 26 - 45
46 - 60 > 60
K2O HCl
25% (mg/100g) < 10 10 - 20 21 - 40 41
- 60 > 60
KTK
(me/100g) <
5 5 - 16 17 - 24 25 - 40 > 40
Susunan Kation :
K
(me/100g) <
0,1 0,1-0,2 0,3-0,5
0,6-1,0 >1,0
Na (me/100g) < 0,1 0,1-0,3 0,4-0,7
0,8-1,0 >1,0
Mg
(me/100g) <
0,4 0,4-1,0 1,1-2 ,0 2,1-8,0 >
8,0
Ca
(me/100g) <
0,2 2 -
5 6 - 10 11 - 20
> 20
Kejenuhan Basa (%) < 20
20 - 35 36 - 50 51 - 70 > 70
Aluminium (%) < 10 10 - 20 21 - 30 31 - 60
> 60
______________________________________________________________________________
Sangat Masam Agak Netral
Agak Alkalis
masam masam alkalis
______________________________________________________________________________
pH H2O < 4,5 4,5 -
5,5 5,6- 6,5 6,6-7,5 7,6-8,5
> 8,5
______________________________________________________________________________
Sumber :
Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. Edisi
Revisi. Penerbit Akademika
Pressindo. Jakarta.
Hal. 126.
Tabel 2. Batas
antara Kecukupan dan Defisiensi Unsur Hara Berdasarkan
Data Analisis Tanaman (Sanchez, 1976).
___________________________________________________________________
Unsur Hara Tebu
Padi Jagung
Kedelai
____________________________________________________________________
N (%) 1,5
2,5 3,0 4,2
P
(%) 0,05 0,10 0,25 0,26
K (%) 2,25
1,0 1,90 1,71
Ca (%) 0,15 0,15
0,40 0,36
Mg (%) 0,10
0,10 0,25 0,26
S (%)
0,01 0,01 - -
Cu (ppm) 1
3,4 10 21
Fe (ppm) 5 6 5 10
Mn (ppm)
±10 70 15 51
Mo (ppm) -
- 0,1 1,0
Zn (ppm) 10 10 15 21
Si
(%) - 5 - -
____________________________________________________________
4.1.1. Pentingnya Pengambilan Contoh Tanah
Pengambilan contoh tanah merupakan tahap awal dan terpenting dalam
program uji tanah di laboratorium.
Analisis contoh tanah bertujuan untuk
(1) menentukan sifat fisik dan kimia tanah (status unsur hara
tanah), (2) mengetahui lebih dini
adanya unsur-unsur beracun di dalam tanah, (3) sebagai dasar penetapan dosis
pupuk, dan kapur sehingga lebih efektif, efisien, dan rasional (4) Memperoleh data base untuk program
perencanaan dan pengelolaan tanah - tanaman.
4.1.2. Kapan
Pengambilan Contoh Tanah Dilakukan
Contoh tanah dapat diambil setiap saat, dan langsung dilakukan analisis di laboratorium. Keadaan tanah saat pengambilan contoh tanah
sebaiknya pada kondisi kapasitas lapang
(keadaan kelembaban tanah sedang yaitu keadaan tanah kira-kira cukup
untuk dilakukan pengolahan tanah).
Pengambilan contoh tanah terkait erat dengan tujuan yang ingin dicapai
dalam suatu kegiatan perencanaan pengelolaan tanah-tanaman.
4.1.3. Frekuensi Pengambilan Contoh Tanah
Secara umum contoh tanah
diambil sekali dalam 4 tahun untuk sistem pertanaman di lapangan. Untuk tanah yang digunakan secara intensif
untuk budidaya pertanian, contoh tanah diambil paling sedikit sekali dalam setahun. Pada tanah-tanah dengan nilai uji tanah
tinggi, contoh tanah disarankan diambil setiap 5 tahun sekali.
4.1.4. Bagaimana Cara Pengambilan contoh Tanah
Contoh tanah yang diambil dapat berbentuk contoh tanah terganggu (disturb soil samples) dan contoh tanah
utuh atau tidak terganggu (undisturb
soil samples).
Contoh tanah utuh biasanya
diperlukan untuk analisis sifat fisik
tanah (bobot isi, porisitas dan permeabilitas tanah), sedangkan contoh tanah
terganggu diperlukan untuk analisis sifat kimia tanah dan sifat fisik tanah
lainnya (tekstur, kadar air tanah/pF).
Pengambilan contoh tanah utuh (undisturb soil samples) harus menggunakan “ring samples”, sedang-kan contoh tanah terganggu dapat
diambil dengan menggunakan alat cangkul, sekop, atau auger (bor
tanah). Untuk keperluan evaluasi status kesuburan tanah, sebaiknya contoh
yang diambil merupakan contoh komposit yaitu contoh tanah campuran dari contoh-contoh tanah individu (sub samples). Suatu contoh komposit harus mewakili suatu
bentuk/unit lahan yang akan dikembangkan atau digunakan untuk tujuan
pertanian. Satu contoh komposit mewakili suatu hamparan lahan
yang homogen (10 - 15 Ha). Untuk lahan
miring dan bergelombang satu contoh komposit
dapat mewakili tidak kurang dari 5 hektar. Satu contoh komposit terdiri dari
campuran 15 contoh tanah individu
(sub samples).
Sebelum pengambilan contoh tanah, perlu diperhatikan keseragaman
areal/hamparan. Areal yang akan diambil
contohnya diamati lebih dahulu keadaan topografi, tekstur, warna tanah,
pertumbuhan tanaman, penggunaan tanah, input (pupuk, kapur, bahan organik,
dsb.), dan rencana pertanaman yang akan ditanam kemudian. Dari pengamatan ini, dapat ditentukan satu
hamparan yang sama (homogen/mendekati sama) untuk titik sampling. Berikut ini hanya dikemukakan cara
pengambilan contoh profil dan contoh kesuburan (komposit) disuatu kebun atau
areal yang akan dipakai secara umum.
4.1.4.1. Pengambilan Contoh
dari Profil
Tujuan pengambilan contoh jenis ini ialah: untuk mempelajari proses-proses
kimia dalam hubungan dengan genesis
tanah, mengumpulkan sifat tanah untuk tujuan klasifikasi tanah, serta untuk menilai potensi
kesesuaian lahan. Dalam menentukan
lokasi profil tanah perlu berpedoman pada faktor-faktor pembentuk tanah, karena
ada keteraturan tertentu menurut topografi (toposequence), iklim (climosequence),
bahan induk (lithosequence), vegetasi (biosequence) dan umur (chronosequence). Dalam pengambilan contoh tanah profil
(setelah dibatasi horizonnya, dan dilakukan deskripsi sifat-sifat fisik :
solum, warna, tekstur, struktur, tingkat perkembangan tanah, porisitas, land
use, dll.), haruslah dimulai dari horizon/lapisan yang paling bawah
kemudian baru ke lapisan di
atasnya. Tiap lapisan diambil kira-kira 1 kg contoh.
4.1.4.2. Pengambilan contoh
Komposit
Contoh komposit ini biasanya diambil dari lapisan 0-20 cm, atau 0-20 cm
dan 20-40 cm. Tiap contoh yang dibawa
ke laboratorium, merupakan contoh komposit dari sejumlah anak contoh (cores). Unit terkecil yang diwakili oleh satu contoh
komposit ditentukan oleh : (a) luas areal, (2) sumber-sumber variabilitas yang
ada (faktor-faktor pembentuk tanah, tekstur,
penggunaan tanahnya, keadaan pertumbuhan tanaman, dll.), yang
diperkirakan dapat mempengaruhi sifat tanah.
Cara pengambilan contoh
komposit ialah dengan (1) metode
sistematik (sistem diagonal, atau zig zag), dan (2) metode acak. Pertama-tama kita gambar blok-blok sesuai dengan luas areal, kemudian diambil
contoh komposit. Tiap contoh komposit
dapat terdiri dari 10 - 30 cores (anak contoh) dan dimasukkan
kedalam ember plastik misalnya. Contoh
ini diaduk merata kemudian dengan sistem quartering diambil ± 1 kg untuk dianalisis di laboratorium. Jangan lupa memberi label yang berisi catatan lokasi dan sejarah
penggunaan tanah (kalau ada), keadaan tanaman waktu itu, produksi, rencana
penanaman untuk musim berikut, dan lain-lain.
Alat-alat yang diperlukan : Soil
sampler (yang dapat mengambil contoh sama banyak secara vertikal), pacul,
pisau, ember, kantong plastik, label, buku catatan, peta/denah lokasi pengambil
contoh. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam pengambilan contoh antara lain :
·
Jangan mengambil contoh
tanah dari galengan, selokan, bibir teras, tanah tererosi sekitar rumah dan jalan, bekas pembakaran
sampah/sisa tanaman/jerami, bekas penimbunan pupuk, kapur, bahan organik, atau
bekas penggembalaan ternak.
·
Permukaan tanah yang
akan diambil contohnya harus bersih dari rumput-rumputan, sisa tanaman, bahan
organik segar/serasah, dan batu-batuan atau kerikil.
·
Alat-alat yang digunakan
dalam pengambilan contoh harus bersih dari kotoran dan tidak berkarat. Kantong plastik yang digunakan sebaiknya
masih baru, belum pernah dipakai untuk keperluan lain.
4.2. Pengambilan Contoh Tanaman
Pertimbangan untuk mengambil contoh tanaman lebih kurang sama dengan
pengambilan contoh tanah. Interpretasi
hasil analisis tanaman tidak akan lebih baik tanpa pengambilan contoh,
penanangan contoh dan analisis contoh tersebut dengan baik. kesalahan dari fase-fase kegiatan tersebut
akan menyebabkan kesalahan interpretasi dan rekomendasi.
Jika contoh tidak representatif maka
seluruh analisis yang diteliti dan biaya yang mahal akan percuma, karena hasil
yang diperoleh tidak absah. Untuk
mendapatkan sample tanaman yang representatif, khususnya jenis tanaman tertentu
merupakan masalah yang rumit dan
dibutuhkan pengetahuan yang ahli dan komprehensif mengenai aspek anatomi, fisiologi
tanaman, dan faktor lingkungan lainnya yang mendukung pertumbuhan dan
perkembangan tanaman tersebut. Konsentrasi
hara sangat bervariasi dengan jenis tanaman, dan komposisinya sangat beragam
dari waktu ke waktu dalam hari, ataupun
bulan, dari jenis tanah yang berbeda.
Dengan demikian pengambilan
contoh tanaman harus memperhatikan : tempat, umur fisiologis dan bagian
morfologis tanaman. Walau bagaimanapun pengambilan contoh yang terbaik
adalah bila hubungan konsentrasi hara dengan produksi/pertumbuhan mempunyai
korelasi yang paling besar.
Beberapa teknik operasional yang
perlu diperhatikan dalam pengambilan contoh tanaman adalah :
(1)
Contoh diambil dan
dikelompokan menurut bagian-bagian tanaman sesuai rencana. Jumlah tanaman contoh yang diambil merupakan
tanaman yang berada pada kondisi umum/rata-rata, pada sifat-sifat tanah yang
homogen.
(2)
Contoh tanaman diambil berrdasarkan
umur tertentu, letak/bagian daun tertentu.
Perhatikan bagian tanaman yang akan diambil dengan sifat unsur yang
diteliti (mobil versus immobil). Pemotongan contoh harus cukup tinggi dari
tanah.
(3)
Pengambilan contoh
tanaman umumnya menjelang masa reproduksi/ generatif.
(4) Tidak disarankan mengambil contoh yang kotor (debu
atau tanah), rusak oleh hama atau penyakit, atau tanaman yang sudah mati. Contoh yang terkontaminasi dengan tanah,
sangat mengganggu penetapan Fe, Al, Mn, Cu, Zn, Mo, B. Juga Ca dan Mg , terutama contoh yang
terkontaminasi kapur. Perlu diingat
bahwa K akan hilang banyak kalau dicuci dengan air (karena kotor), contoh yang
kotor sebaiknya dibersihkan dengan
melap atau menggunakan tisu.
(5) Tidak disarankan mengambil contoh tanaman, ketika
tanaman dalam keadaan stress air atau suhu, pengambilan paling baik adalah pada cuaca terang (angin, suhu dan
radiasi). Sebaiknya contoh diambil pada
jam 08.00 AM atau 05.00 PM.
Kenworthy (1964), Chapman (1964) dan Jones et al
(1971) dalam (Leiwakabessy dan Koswara, 1985) telah meringkaskan
teknik pengambilan contoh tanaman untuk analisis jaringan seperti pada Tabel 3.
Tabel
3. Prosedur Pengambilan Sample Tanaman di Lapangan
______________________________________________________________
Tingkat
Pertumbuhan Sample bagian
tanaman Jumlah sample dari
tanaman
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Jagung :
1. Tanaman muda Seluruh bagian atas 20 - 30
(< 30 cm), atau tanaman
2.
Menjelang keluar Seluruh
daun terbuka 15 - 25
bunga jantan, atau dibawah gelungan
3.
Pada saat keluar rambut Seluruh daun
tongkol 15 - 25
jagung (dibawah atau diatasnya)
Kacang-kacangan :
1. Tanaman muda Seluruh bagian atas 20 - 30
(< 30 cm), atau tanaman
2. Menjelang atau saat Dua/tiga daun terbuka 20 - 30
awal berbunga lebar dari puncak tanaman
Pengambilan
setelah mulai terbentuk polong tidak disarankan
Serealia (termasuk padi) :
1. Tanaman muda Seluruh bagian atas 20 - 30
(< 30 cm),
atau tanaman
2.
Menjelang berbuah Empat daun
teratas 50 - 100
Pengambilan setelah berbuah tidak
disarankan
Kentang :
Menjelang atau saat Daun ketiga
sampa 20 - 30
bunga pertama ke enam dari kuncup
Kol/Kubis :
Menjelang berbuah Daun dewasa pertama 10 - 20
dari bongkol
Tomat (Lapang) :
Menjelang atau saat Daun kedua/keempat 20 - 25
bunga pertama dari kuncup
Tomat (rumah kaca):
Menjelang atau saat 1. Daun muda : daun-daun 20 - 25
pembentukan buah ke-2 dan ke-3 dekat pucuk
2.
Tanaman tua : daun-daun 20 -
25
ke-4 sampai ke-6
dari pucuk
------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lanjutan
Tabel 3.
_________________________________________________________________
Tingkat
Pertumbuhan Sample bagian
tanaman Jumlah sample dari
tanaman
--------------------------------------------------------------------------------------------------
Umbi-umbian :
Menjelang
berumbi Daun batang pusat
yang 20 - 30
atau pembesaran umbi dewasa
Tembakau :
Sebelum berbunga
Daun teratas yang
terbuka 8 - 12
penuh
Sorgum :
Menjelang atau saat Daun kedua dari puncak 15 - 20
berbuah tanaman
Tebu :
Diatas umur 4 bulan Daun yang terbuka ketiga 15 - 25
atau ke-4 dari puncak
Kacang tanah :
Menjelang atau sampai Daun-daun dewasa pada 40 - 50
saat berbunga masing-masing batang utama
dan tiap cotyledon
cabang-cabang
lateral
Kapas :
Menjelang atau pada Daun-daun termuda (bukan
30 - 40
bunga pertama atau saat
pucuk) pada batang utama
pemecahan pertama
Sweet corn :
1.
Sebelum keluar bunga Seluruh
daun dewasa dibawah 20 - 30
jantan gelungan
2. Saat keluar bunga jantan Seluruh daun tongkol 20 - 30
Melon (Ketimun, semangka):
Pertumbuhan awal sebelum Daun-daun dewasa batang
20 - 30
terbentuk buah utama
Jeruk limau :
Pertengahan musim Daun-daun dewasa yang 20 - 30
tumbuh terakhir pada musim
tsb. dan pada daerah yang
belum berbahaya
__________________________________________________________________
DAFTAR
PUSTAKA
Black, C. A.
1965. Methods of Soil Analysis.
Part 1. American Society of Agronomy,
Madison, Wisconsin.
Bradfield, R.
1961. A Quarter Century in Soil
Fertility Reseach and A Glimpse into
The Future. Soil Sci. Soc. Amer. Prof. 25 : 439 - 442.
Buol, S. W., F. D. Hole, and R. J. McCracken. 1980.
Soil genesis and Classification.
Second edition. The Iowa State University Press Ames.
Clements, H. F.
1980. Sugarcane Crop Logging and Crop Control: Principles and Practices. The Pitman International Series of Applied
Biology. Pitman Publ. Limited London.
Donahue, R. L., R. W. Miller, and J. C.
Shickluna. 1977. Soils.
An Introduction to Soils and Plant Growth. Fourth Edition. Prentice
Hall Inc. New Jersey.
Fried, M. and
L. Dean. 1952. A concept Concerning The Measurement of Available Soil Nutrients. Soil Sci. 73 : 263 - 271.
Jones, B.J. Jr.
1998. Plant Nutrition
Manual. CRC Press LLC.
Boca Raton Boston London New York Washington.
Leiwakabessy, F. M. dan O. Koswara. 1985.
Metode dan Teknik Pengumpulan, Analisis dan Interpretasi Data Kesuburan
Tanah. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB.
Sanchez, P. A.
1976. Properties and Management
of Soils in The Tropics. John Wiley and
Sons, Inc., New York.