BIOTEKNOLOGI DAN MANFAATNYA

© 2001 W.Marlene Nalley                                                                          Posted 1May2001  [rudyct]  

Makalah Falsafah Sains (PPs 702)

Program Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

Juni 2001

                                                                                                                                         

Dosen:

Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

Prof Dr Ir Zahrial Coto

 

 

TINJAUAN  FILOSOFIS BIOTEKNOLOGI

 

 

 

Oleh:

W.Marlene Nalley
P11600005/BRP
E-mail: mmesang@yahoo.com

 

______________________________________________________________________________

 

I.                   PENDAHULUAN

            Selama kurang lebih empat dasawarsa terakhir, kita melihat begitu pesat perkembangan bioteknologi di berbagai bidang. Pesatnya perkembangan bioteknologi ini sejalan dengan tingkat kebutuhan manusia dimuka bumi. Hal ini dapat dipahami mengingat bioteknologi  menjanjikan suatu revolusi pada hampir semua aspek kehidupan manusia, mulai dari bidang pertanian, peternakan dan perikanan hingga kesehatan dan pengobatan.

            Produk-produk bioteknologi selalu menimbulkan keterkejutan, keheranan dan akhirnya memunculkan kekaguman kepada kita, karena  tidak pernah membayangkan sebelumnya produk-produk tersebut dapat dibuat oleh manusia.  Di bidang Pertanian, bioteknologi mampu menciptakan jenis tanaman yang mempunyai sifat unggul (produksi tinggi, tahan hama dan penyakit), lebih sensasional lagi bahwa tanaman tersebut dapat menghasilkan pupuk sendiri.  Di bidang peternakan dan perikanan, teknologi transgenik merupakan salah satu alternatif upaya peningkatan produksi untuk memenuhi kebutuhan protein  hewani masyarakat.  Di bidang kesehatan dan pengobatan, bioteknologi telah mampu menyelesaikan masalah infertilitas.

Kiranya sudah tidak dapat terbendung lagi derasnya arus bioteknologi memasuki milenium ke tiga,  yang semakin hari keberadaanya semakin kokoh. Menurut beberapa informasi, sangat banyak manfaat bioteknologi ini bagi kehidupan manusia dalam meningkatkan kesejahteraan dan perbaikan hidupnya, antara lain untuk memerangi kelaparan, mengatasi kelangkaan sumber daya energi, mengurangi pencemaran lingkungan dan masih banyak lagi.

Menghadapi pesatnya kemajuan bioteknologi ini, apa yang sebenarnya harus dilakukan dalam mengantisipasinya, terutama dampak negatif yang mungkin ditimbulkan.  Pengkajian mendalam melalui dasar-dasar pengetahuan, penalaran, logika, moral, agama, serta kriteria kebenarannya, tentu akan sangat membantu menuntun kita pada tujuan pengembangn IPTEK yang sebenarnya.

Selaras dengan kemajuan peradaban, bioteknologi dapat dijadikan tolak ukur perkembangan otak manusia yang luar biasa saat ini.   Sehingga sangatlah mungkin muncul pertanyaan, apakah benar semakin cerdas otak manusia makin pandai manusia menemukan kebenaran, makin baikkah perbuatan manusia?  maka, penguasaan manusia terhadap teknologi hendaklah menuntut perkembangan moral manusia itu juga. Tanpa landasan moral maka manusia yang sudah beranjak menjadi ilmuan akan mudah sekali tergelincir dalam melakukan prostitusi intelektual (Suriasumantri, 1999).

II.  BIOTEKNOLOGI  DALAM  BERBAGAI  BIDANG

            Bioteknologi adalah suatu teknik modern untuk mengubah bahan mentah melalui transformasi biologi sehingga menjadi produk yang berguna.  Supriatna (1992 ) memberi batasan tentang arti bioteknologi secara lebih lengkap, yakni: pemanfaatan prinsip–prinsip ilmiah dan kerekayasaan terhadap organisme, sistem atau proses biologis untuk menghasilkan dan atau meningkatkan potensi organisme maupun menghasilkan produk dan jasa bagi kepentingan hidup manusia.

Bioteknologi Dalam Bidang Pertanian

            Rifai (2001) mengatakan, penggunaan bioteknologi untuk menciptakan kultivar unggul seperti tanaman padi dan tanaman semusim sangat berguna untuk pemenuhan kebutuhan pangan rakyat Indonesia.  Karenanya, pengembangan bioteknologi diberbagai bidang perlu mendapat perhatian serius.  Satu fakta yang tidak dapat dipungkiri akibat ketertinggalan  negara kita mengembangkan bioteknologi adalah dimanfaatkannya plasma nutfah negara kita oleh negara lain.  Durian bangkok dan mangga berwarna keunguan dari Australia adalah sebagian kecil contohnya.

Bioteknologi seperti transgenik dalam bidang pertanian pada dasarnya  telah mulai dikembangkan, namun penolakan-penolakan dari berbagai pihak menyebabkan teknologi ini tidak pesat perkembangannya.  Tanaman-tanaman pertanian yang telah berhasil meningkatkan produksi dan kualitas melalui transgenik antara lain kapas, jagung, dan lain-lain.

Pro dan kontra penggunaan tanaman transgenik ramai dibicarakan diberbagai media massa.   Salah satu contohnya adalah kapas transgenik.  Pihak yang pro, terutama para petinggi dan wakil petani yang tahu betul hasil uji coba di lapangan memandang kapas transgenik sebagai mimpi yang dapat membuat kenyataan, sedangkan Pihak yang kontra, sangat ekstrim mengungkapkan berbagai bahaya hipotetik tanaman transgenik (Tajudin, 2001).

Selain kapas, Setyarini (2000) memaparkan tentang kontroversi penggunaan tanaman jagung yang telah direkayasa  secara genetik untuk pakan unggas.  Kekhawatiran yang muncul adalah produk akhir unggas Indonesia akan mengandung genetically modified organism ( GMO ).  Masalah lain yang menjadi kekhawatiran berbagai pihak adalah potensinya dalam mengganggu keseimbangan lingkungan antara lain serbuk sari jagung dialam bebas dapat  mengawini gulma-gulma liar, sehingga menghasilkan gulma unggul yang sulit dibasmi.  Sebaliknya, kelompok masyarakat  yang pro mengatakan bahwa dengan jagung transgenik selain akan mempercepat swa sembada jagung, manfaat lain adalah jagung yang dihasilkan mempunyai kualitas yang hebat, kebal terhadap serangan hama sehingga petani tidak perlu menyemprot pestisida.

            Bagaimana cara kita menyikapinya?, satu-satunya jalan adalah dengan melakukan beberapa tahapan pengujian, studi kelayakan, serta sistem pengawasan yang ketat oleh instansi yang berwenang.  Disini, pihak peneliti memegang peranan penting dalam mengungkap dan membuktikan atau menyanggah berbagai kekhawatiran yang timbul.  

Bioteknologi dalam Bidang Peternakan dan Perikanan

            Penggunaan bioteknologi guna meningkatkan produksi peternakan  meliputi : 1) teknologi produksi, seperti inseminasi buatan, embrio transfer, kriopreservasi embrio, fertilisasi in vitro, sexing sperma maupun embrio, cloning dan spliting. 2) rekayasa genetika, seperti  genome maps, masker asisted selection, transgenik, identifikasi genetik, konservasi molekuler, 3) peningkatan efisiensi dan kualitas pakan, seperti manipulasi mikroba rumen, dan 4) bioteknologi yang berkaitan dengan bidang veteriner  (Gordon, 1994; Niemann dan Kues, 2000).

            Teknologi reproduksi yang telah banyak dikembangkan adalah a) transfer embrio berupa teknik Multiple Ovulation and Embrio Transfer (MOET).  Teknik ini telah diaplikasikan secara luas di Eropa, Jepang, Amerika dan Australia dalam dua dasawarsa terakhir untuk menghasilkan anak (embrio) yang banyak dalam satu kali siklus reproduksi.   b) cloning  telah dimulai sejak 1980an pada domba. Saat ini pembelahan embrio secara fisik (spliting) mampu menghasilkan kembar identik pada domba, sapi, babi dan kuda.  c) produksi embrio secara in vitro; teknologi In vitro Maturation (IVM), In Vitro Fertilisation (IVF), In Vitro Culture (IVC), telah berkembang dengan pesat.  Kelinci, mencit, manusia, sapi, babi dan  domba  telah berhasil dilahirkan melalui fertilisasi in vitro (Hafes, 1993). 

Di Indonesia, transfer embrio mulai dilakukan pada tahun 1987.  Dengan  teknik ini seekor sapi betina, mampu menghasilkan 20-30 ekor anak sapi (pedet) pertahun. Penelitian terakhir membuktikan bahwa, menciptakan jenis ternak unggul sudah bukan masalah lagi. Dengan teknologi transgenik, yakni dengan jalan mengisolasi gen unggul, memanipulasi, dan kemudian memindahkan gen tersebut dari satu organisme ke organisme lain, maka ternak unggul yang  diinginkan dapat diperoleh.  Babi transgenik, di Princeton Amerika Serikat kini sudah berhasil memproduksi hemoglobin manusia sebanyak 10 – 15 % dari total hemoglobin manusia, bahkan laporan terakhir mencatat adanya peningkatan persentasi hemoglobin manusia yang dapat dihasilkan oleh babi transgenik ini.

            Dalam bidang perikanan, kebutuhan adanya penerapan  teknologi sangat  dinantikan, mengingat adanya penangkapan ikan yang  melebihi potensi lestari (over fishing), banyaknya terumbu karang yang rusak dan dengan adanya peningkatan konsumsi ikan.  Menteri Kelautan dan Perikanan, Sarwono  mengakui adanya kebutuhan penerapan teknologi, tetapi ia juga  mengakui adanya ketakutan pada dampak penerapan teknologi tinggi.

Penelitian bioteknologi dalam bidang perikanan, di utamakan pada tiga kelompok, yaitu:  akuakultur, pemanfaatan produksi alam, dan prosesing bahan makanan yang bernilai ekonomi tinggi. Pengembangan bioteknologi dibidang akuakultur meliputi seleksi, hibridasi, rekayasa kromosom, dan pendekatan biologi molekuler seperti transgenik sangat dibutuhkan untuk menyediakan benih dan induk ikan.

Pada akuakultur, program peningkatan sistem kekebalan ikan telah dilakukan dengan menggunakan vaksin, imunostimulan, probiotik, dan  bioremediasi. Vaksin dapat memacu produksi antibiotik specifik dan hanya efektif untuk mencegah  satu patogen tertentu. Imunostimulan merupakan teknik meningkatkan kekebalan yang non specifik, misalnya  lipopolysaccharide dan  B-glucan  yang telah diterapkan untuk ikan dan udang di Indonesia.  Probiotik  diaplikasikan pada pakan atau dalam lingkungan perairan budidaya sebagai penyeimbang  mikroba dalam pencernaan dan lingkungan perairan .

Pada tahun 1980  penelitian transgenik pada ikan telah dimulai dengan mengintroduksi gen tertentu kepada   organisme hidup lainnya serta mengamati fungsinya secara in vitro.   Dalam teknik ini, gen asing hasil isolasi di injeksi secara makro ke dalam telur untuk memproduksi galur ikan yang mengandung gen asing tersebut.  Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan ikan transgenik, yaitu: 1) isolasi gen (clone DNA) yang akan diinjeksi pada telur, 2) Identifikasi gen pada anak ikan yang  telah mendapatkan injeksi gen asing tadi,  dan 3) keragaman dari turunan ikan yang diinjeksi gen asing tersebut.

Bioteknologi dalam Bidang Kesehatan dan Pengobatan

            Suatu terobosan baru telah dilakukan di Colorado AS.  Pasangan Jack dan Lisa  melakukan program bayi tabung bukan semata-mata untuk mendapatkan turunan, tetapi karena perlu donor bagi putrinya Molly yang berusia 6 tahun dan menderita penyakit fanconi anemia (Gatra, 2000).  Fanconi anemia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh tidak berfungsinya sumsum tulang belakang sebagai penghasil darah. Jika dibiarkan akan menyebabkan penyakit leukemia. Satu-satunya pengobatan adalah melakukan pencakokkan sumsum tulang dari saudara sekandung, tetapi  masalahnya, Molly adalah anak tunggal. Teknologi bayi tabung  diterapkan untuk mendapatkan anak yang bebas dari penyakit fanconi anemia. Melalui teknik “Pra Implantasi genetik diagnosis” dapat dideteksi embrio-embrio yang membawa gen fanconi. Dari 15 embrio yang dihasilkan, ternyata hanya 1 embrio yang terbebas dari gen fanconi. Embrio ini kemudian ditransfer ke rahim Lisa dan 14 embrio lainnya dimusnahkan. Bayi tabung  ini lahir 29 Agustus 2000 yang lalu, dan beberapa jam setelah lahir, diambil sampel darah dari umbilical  cord (pembuluh darah yang menghubungkan bayi dengan placenta) untuk ditransfer ke darah Molly. Sel-sel dalam darah tersebut diharapkan akan merangsang sumsum tulang belakang Molly untuk memproduksi darah.

III.  PERANAN  MANUSIA  DALAM  PENGEMBANGAN  BIOTEKNOLOGI

            Hobbelink (1988) menyatakan bahwa bioteknologi sebagai suatu teknologi sebenarnya bukan barang baru.  Ia telah ada sejak beribu tahun yang silam, sejak manusia mengenal cara membuat anggur, bir, keju ataupun ragi roti. Orang-orang Mesir kuno telah menggunakan bioteknologi untuk membuat bir pada 2000 tahun sebelum kelahiran Kristus.  Prinsip dasar upaya ini umumnya sama yaitu sejumlah bahan dasar didedahkan (exposure) ke jasad renik tertentu yang akan mentransformasikan bahan dasar itu (anggur, barley, susu atau gandum) ke produk yang diinginkan, yakni : minuman anggur, bir, keju dan roti.         Kini, bioteknologi modern dapat menghasilkan produk-produk yang bersumber dari sel (cellular product) dan dapat dilakukan melalui transformasi biologis (biotransformation). Terlebih lagi bioteknologi  modern dalam prosesnya dapat  dipengaruhi serta dikendalikan sepenuhnya oleh manusia sebagai pelakunya.

            Peran manusia seiring dengan kemajuan bioteknologi kiranya tak dapat disangkal lagi. Sebagai pelaku, manusia dituntut mempunyai kerangka berfikir sistematis serta mempunyai wawasan luas terhadap ilmunya, mampu melihat hakikat ilmu dalam konstelasi pengetahuan yang lain, dapat mengkaitkan ilmu dengan moral, ilmu dengan agama, serta harus yakin bahwa ilmu yang dipunyai membawa kebahagian kepada diri dan lingkungannya (Suriasumantri, 1999).

            Suatu peringatan bahwa dibidang tertentu sering dijumpai pandangan-pandangan ilmuwan yang keliru, seorang ahli memadang rendah bidang ilmu lainnya. kondisi ini tentu tidak dapat dibenarkan karena akan mengancam kemajuan ilmu. Dalam era bioteknologi pandangan terhadap semua bidang ilmu adalah sederajad, karena sesungguhnya bioteknologi adalah multidisiplin ilmu. Tidak ada bioteknolog yang bekerja sendiri.  Bioteknologi merupakan kumpulan dari berbagai bidang keahlian, yakni: biokimia, mikrobiologi, biologi molekuler dan seluler, genetika, embriologi, immunologi, biologi reproduksi dan ahli komputer. Semua orang yang menguasai bidang-bidang ilmu tersebut harus dapat bekerja dalam satu tim. Dengan demikian, aktivitas bioteknologi dapat dilakukan untuk memberi nilai tambah bagi industri yang telah memanfaatkan bioteknologi.

IV.  IMPLIKASI  BIOTEKNOLOGI  BAGI  KESEJAHTERAAN   MANUSIA

            Penggunaan bioteknologi, sebagaimana ilmu pengetahuan lainnya kadang-kadang bersifat embigu, yakni disatu sisi dapat bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia, tetapi disisi lain dapat dimanipulasi untuk tujuan destruktif. Teknik rekayasa genetik misalnya, menjanjikan kepada kita antara lain dapat menghilangkan berbagai jenis penyakit keturunan melalui “penggantian” gen. Pada kondisi yang sama pembelokan tehnik ini bisa saja terjadi akibat munculnya godaan, sehingga manusia melalui percobaannya dapat menciptakan manusia super atau bahkan menciptakan monster maupun penjahat demi mencapai tujuannya.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dampak bioteknologi terhadap kesehatan dan kesejahteraan manusia. Hewan–hewan yang telah mengalami modifikasi secara genetik belum tentu langsung dapat dikonsumsi oleh manusia karena efek samping resiko genetik atau adanya residu antibiotik pada daging yang akan termakan oleh manusia akibat pengobatan jangka panjang, demikian pendapat sebagian orang.  Namun, sebagian lainnya mengatakan bahwa dengan bioteknologi, produk makanan menjadi lebih sehat, contohnya daging dapat diproduksi kandungan lemak dan kolesterol yang rendah atau jenis susu yang lebih mudah  dicerna.

V.   ETIKA BIOTEKNOLOGI

Seperti diketahui, kemampuan berfikir dan bernalar membuat manusia menemukan berbagai pengetahuan baru. Pengetahuan itu kemudian digunakan untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dari lingkungan alam yang tersedia. Akan tetapi, sering pula teknologi yang kita hasilkan itu menimbulkan pengaruh sampingan yang menimbulkan kemudaratan (Nasution, 1999). 

            Keraf dan  Dua  (2001),  menyebutkan bahwa dampak ilmu pengetahuan terhadap cara berpikir manusia dewasa ini sungguh dahsyat. Rasionalitas ilmu pengetahuan itu tidak hanya mengubah cara pandang tradisional kita,  tetapi juga theologi yang terlalu theosentris. Ilmu pengetahuan secara umum membantu manusia untuk memecahkan masalahnya, sehingga falsafah Tuhan Allahnya deisme (pandangan yang menegaskan bahwa hanya Tuhan yang dapat memecahkan problem manusia) berangsur-angsur hilang.

            Selanjutnya dikatakan bahwa  manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi akan memperbesar kekuasaan kita atas alam dan masyarakat dan atas diri kita sendiri, sehingga akan muncul lagi bahaya dari teknologi yaitu semakin meningkatnya ilmu pengetahuan, teknologi dan bioteknologi justru akan melayani nafsu terhadap kekuasaan atau keinginan irrasional untuk mendominasi.

            Untuk mengurangi bahaya yang mungkin timbul akibat teknologi maupun bioteknologi maka sebagai manusia yang ber Tuhan, camkanlah apa yang ditulis Nasution (1999) yaitu setiap kali seorang ilmuwan akan mengadakan penelitian ia harus sadar akan kedudukannya sebagai manusia di bumi ini. Ia harus sadar bahwa ilmu pengetahuan yang dapat dikuasainya hanyalah sebagian kecil saja  dari Al’Ilm, ilmu yang dikuasai oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, dan bahwa ia hanya pesuruh-Nya di bumi ini yang diminta untuk menjaga keseimbangan antar mahluk yang ada di bumi ini.

            Dalam mengembangkan bioteknologi, etika bioteknologi harus mendapat perhatian yang utama. Bagaimanapun juga, perkembangan dalam bioteknologi tidak terlepas dari tanggung jawab manusia sebagai perilaku sekaligus makhluk etis. Maka refleksi etis terhadap apa yang sedang dilakukan manusia menjadi sangat diperlukan.  Manusia hendaknya dapat merefleksikan prinsip–prinsipnya sendiri dalam seluruh aktivitasnya, termasuk dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Bioetika, merupakan tuntutan etis yang berciri menampung segala pemikiran dan aliran tentang kehidupan, yang bersumber pada kala, budi, filsafat, agama, tradisi tanpa harus terikat dengan  agama tertentu.

 

VI .  PENUTUP

            Bioteknologi  memberikan harapan bagi kesejahteraan umat manusia, mulai dari proses–proses bio yang paling sederhana sampai kepada tingkat yang paling canggih. Karenanya, manusia yang menggelutinya ditantang untuk memanfaatkan peluang–peluang itu demi kesejahteraannya. Tetapi, bagaimanapun canggihnya teknologi sudah barang tentu dapat memunculkan dampak dalam penerapannya. Maka dengan  mengacu pada pengalaman–pengalaman penerapan teknologi pendahulunya, dapatlah digunakan bioteknologi ini secara proporsional dengan memasukkan norma–norma etik secara moral. Etika diperlukan untuk menentukan arah perkembangan bioteknologi, serta penerapannya secara teknis, sehingga tujuan yang menyimpang dan destruktif bagi kemanusiaan dapat dihindarkan.  Yang penting pula perlu diterapkan aturan resmi pemerintah dalam pelaksanaan dan penerapan bioteknologi, sehingga ada mekanisme pengawasan yang intensif terhadap bahaya potensial yang mungkin timbul akibat kemajuan bioteknologi.

DAFTAR  PUSTAKA

Christiansen, S. B; Sand¿e, P. 2000. Bioethics: Limits to the Interference with life. Animal Reproduction science 60 – 61, p.  15 – 29.

 

Gordon,  I. 1994. Laboratorium Production of cattle Embryos Biotechnology in Agriculture Series CAB International.

 

Hafes, E.S.E.  1993. Reproduction in Farm Animals.  Six th edition. Lea dan Febiger Philadelphia.         

 

Hobbelink, H. 1988. Bioteknologi dan Pertanian Dunia ketiga, Harapan Baru Janji Palsu?  Diterjemahkan oleh Bambang Suryobroto. Yayasan Obor Indonesia.  Jakarta.

 

Kelana, A. dan I.A.Atmanto. 2000. Diselamatkan bayi tabung dalam Topik Kesehatan Majalah Gatra, 14 Oktober.

 

Nasoetion, A. H. 1998. Pengantar Ke Filsafat Sains. Litera Antar Nusa. Bogor .

 

Niemann, H. dan W.A.Kues.  2000.  Transgenic livestock: premises and promises.  Animal Rep. Sci., 60-61:277-293.

 

Sarwono Kusuma Atmaja. 2001. Saatnya Kuasai Teknologi Perikanan Budidaya dalam Topik IPTEK Suara Pembaruan, 26 Februari.

 

Setyarini, A. 2000. Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. Infovet edisi 074.

 

Supriatna, I. 1992. Bioteknologi Reproduksi Ternak. Disampaikan pada penataran Dosen PTS.  Bogor, 28  Juli–10  Agustus 1991 .

 

Suriasumantri dan Jujum, S. 1999. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Penerbit  Pustaka Sinar Harapan.  Jakarta.

 

Rifai, M. A. 2001.  Bioteknologi Mendukung Keanekaragaman Hayati  dalam Suara Pembaruan, 9 Maret.

 

Tajudin. K. N.  2001.  Menyoalkan  Tanaman Transgenik dalam Suara Pembaruan, 26  Februari.

 

Wilmut, I; Young,  L; DeSousa, P;  King, T. 2000. New Opportunities in Animal breeding and production-an introduction remark. Animal Reproduction Science  60–61. p. 5 – 14.