Posted 1 June 2001 [RCT]

© 2001   SYAHROWI  R. NUSIR                                           Posted 1  June 2001  [rudyct]  

Makalah Falsafah Sains (PPs 702)   

Program Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

Juni 2001

 

Dosen:

Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

Prof Dr Ir Zahrial Coto

 

 

 

KEBIJAKSANAAN PENGEMBANGAN MINABISNIS

UDANG WINDU DI INDONESIA

 

 

 

Oleh :

 

SYAHROWI R. NUSIR

SPL/P 31600014

E-mail: syahrowi_ipb@yahoo.com

 

 

 

 

 

 

 

 

 I. LATAR BELAKANG  MASALAH

 

A.     Informasi masalah :

 

Budidaya pertambakan telah diusahakan sejak dahulu kala oleh masyarakat Indonesia secara turun temurun, namun sifat usahanya masih sangat sederhana dan tradisional, belum tersentuh teknologi dan belum berorientasi bisnis. Usaha budidaya pertambak-an ini terutama terdapat di pantai utara Pulau Jawa dan di sepanjang pesisir pantai Sulawesi Selatan. Adapun jenis komoditas yang dipelihara terdiri dari berbagai jenis ikan, seperti bandeng dan kakap, serta jenis-jenis udang air payau seperti udang putih dan udang windu. Sesuai dengan judulnya maka yang akan dibahas dalam makalah ini adalah komoditas udang, khususnya udang windu atau tiger shrimp (Penaeus monodon). Pemilihan udang windu sebagai objek pembahasan dengan pertimbangan bahwa jenis udang windu ini banyak dibudidayakan di Indonesia, karena sangat cocok dengan iklim dan kondisi alam/geografis di Indonesia. Udang windu ini paling disukai konsumen karena kelezatan rasanya, mengandung lipoprotein tinggi untuk menjaga keseim-bangan tubuh, merupakan makanan potensial siap saji dan makanan internasional, yang tidak ada larangan makan bagi agama apapun di dunia.  Menghadapi lonjakan permintaan pasar di dalam dan di luar negeri terhadap komo-ditas udang , pemerintah dan pengusaha Indonesia melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan produksi udang besar-besaran melalui usaha penangkapan di laut/per-airan umum dan melalui budidaya di tambak. Selama kurun waktu tahun 1974 sampai dengan tahun 1980, produksi udang di Indonesia,  sebagian besar berasal dari usaha penangkapan di laut, yaitu 36.400 ton dan hanya sekitar 14,6% yang dihasilkan dari budidaya di tambak. Peralatan yang digunakan untuk menangkap udang di laut adalah alat tangkap trawl (Pukat Harimau), yang meskipun sangat efektif dan membe-rikan hasil tangkapan terbesar, namun ternyata menimbulkan akibat terganggunya kelestarian ekosistem perairan dan sumber hayati perikanan laut Indonesia. Penggunaan peralatan ini telah merusak habitat perairan dasar tempat hidupnya berbagai jenis binatang laut termasuk udang.

 

B.     Pokok  Permasalahan :

Dengan melihat dampak buruk yang ditimbulkan oleh penggunaan trawl terhadap lingkungan dan kelestarian ekosistem perairan serta terjadinya gejolak dan konflik di masyarakat nelayan karena ternyata peralatan tersebut tidak hanya menangkap udang tetapi juga menghabiskan berbagai jenis ikan laut, yang menjadi sumber mata penca-harian nelayan tradisional, maka pemerintah dengan melalui Keputusan Presiden No. 39 Tahun 1980, melarang penggunaan alat tangkap trawl tersebut. Konsekuensinya, ternyata membawa dampak penurunan produksi udang Indonesia secara signifikan, terutama yang berasal dari usaha penangkapan di laut. Akibat selanjutnya adalah terjadi penurunan yang cukup besar terhadap volume ekspor udang  Indonesia secara keseluruhan, padahal udang meru-pakan primadona komoditas ekspor non migas yang menghasilkan devisa yang cukup besar bagi negara. Dengan menurunnya ekspor ini, mengakibatkan terjadinya penurunan penerimaan devisa negara.

 

C.  Langkah Pemecahan Masalah Yang Telah Ditempuh :    

Untuk mengatasi dampak Keppres Nomor 39 tahun 1980 yang mengakibatkan terjadinya penurunan produksi maupun ekspor udang, maka pemerintah pada tahun 1984/1985 mengeluarkan Kebijaksanaan Pengembangan “Program Udang Nasional” berupa Program Intensifikasi Tambak (INTAM), melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 565/Kpts/IK 310/6/97. Program INTAM ini bertujuan antara  lain untuk meningkatkan produksi dan produktivitas, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani tambak, meningkatkan devisa non-migas melalui ekspor udang,

memperluas lapangan kerja serta mendukung berkembangnya sektor lainnya seperti pembenihan udang, pabrik pakan, peralatan, cold storage dan lain-lain.

Pada awalnya, program INTAM ini dilaksanakan di 3 (tiga) Propinsi di Indonesia, dengan sasaran areal tambak seluruhnya seluas 36 500 Ha, namun berdasarkan kebijaksanaan berikutnya, sasaran program ini tahun 1998/1999 telah menjangkau 14 Propinsi, dengan sasaran areal luas tanam mencapai 116.352 Ha (DBP-DJP, 1998). Dengan didukung oleh intervensi perkembangan teknologi budidaya di dalam usaha pemeliharaan udang ini, maka sejak Pelita IV ini, Indonesia telah mulai memasuki era pengusahaan budidaya udang windu secara serius dan intensif.

Langkah kebijakan yang telah ditempuh pemerintah untuk mengatasi turunnya produksi udang ini dapat digambarkan berdasarkan Struktur Argumen Kebijaksanaan  Dunn (2000), dengan 6 (enam) elemen argumen kebijaksanaannya, yakni I (Informasi =Information), C (Klaim Kebijaksanaan = Claim), W (Pembenaran = Warrant),  R (Bantahan/Sanggahan = Rebuttal), B (Dukungan = Backing), dan Q (Syarat = Qualifier); dengan gambar skematisnya sebagaimana pada Gambar 1.1.

 

D.    Taksiran Kegunaan Kebijaksanaan Yang lalu (Ontologi) :

Mengingat berbagai masalah yang ditimbulkan dari penangkapan udang di laut, maka pembudidayaan udang di tambak merupakan prioritas kegiatan yang harus dikem-bangkan. Pengembangan budidaya udang di tambak di Indonesia cukup dan sangat menjanjikan, karena iklim dan geogerafinya yang mendukung, berupa laut yang mengelilingi 81.791 km garis pantai yang terdapat pada 17.508 pulau besar-kecil. Untuk itu, perlu adanya kepastian dalam kebijaksanaan tata ruang wilayah dan pemetaan lahan serta jaminan kondisi perairan dan lingkungan yang cukup baik, sehingga layak untuk pengembangan usaha budidaya tambak udang tersebut. 

Gambar 1.1.  Struktur Argumen Kebijaksanaan Sebagai Antisipasi

Dampak Penurunan Produksi Udang Nasional.

 

·        Menurut DJP (1999), peluang pasar dunia terhadap komoditas udang masih cukup besar, terutama udang windu, dengan berbagai keunggulannya sebagai bahan makan-an masyarakat dunia.  Sebagai dampak dilaksanakannya Program Intensifikasi Tam-bak (INTAM) TA. 1984/1985, maka perkembangan ekspor udang Indonesia dari tahun ke tahun sampai tahun 1998 menunjukkan trend kenaikan yang cukup signifikan. Dalam tahun 1994, ekspor udang Indonesia tercatat sebanyak 99.522 ton, sedangkan pada tahun 1998 meningkatn menjadi 107.267 ton atau naik sebesar 7,8%. Namun pada tahun 1999 terjadi penurunan produksi yang cukup besar menjadi hanya sekitar 60.000 ton, karena adanya serangan penyakit white spot dan berbagai tindak penjarahan pada udang di tambak pemeliharaan. Dengan terbukanya pasaran dan adanya dukungan kondisi alam, nampaknya program INTAM di Indonesia akan efektif untuk dapat menunjang peningkatan volume ekspor. Namun masih terdapat beberapa masalah yang perlu penanganan secara lebih intensif, meliputi penanggulangan Hama Penyakit Udang secara hamparan dan terpadu, penanggulangan pengamanan usahaa terhadap upaya penjarahan hasil produksi, peningkatan pemberdayaan petani dan pengusaha, pengembangan pasar dan hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan intensifikasi itu sendiri, seperti pemanfaatan paket teknologi, standar mutu, kemasan dan penetapan harga yang bersaing. Dalam pelaksanaan INTAM ini perlu selalu dilakukan penyempurnaan dan evaluasi, agar dicapai hasil yang lebih optimal.

 

 

 II. RUMUSAN MASALAH

 

Persoalan Minabisnis udang ini sangat kompleks dan struktur kegiatannya merupakan sistem masalah yang saling bergantung. Dari aspek pelaku, urusan penanganan minabisnis udang ini tidak hanya ditangani oleh Direktorat Jenderal Perikanan saja, tetapi juga oleh Petani Tambak, Pengusaha, Koperasi, Perbankan dan Stakeholder lainnya. Dari lingkup kegiatannya, minabisnis ini mencakup spektrum yang luas, dari mulai usaha pembuatan tambak hingga pemasaran produknya.

A.     Cara Pendekatan Masalah :

Untuk merumuskan masalah, digunakan pendekatan tahapan perumusan masalah, yaitu ditelusuri dari situasi masalah yang ada, kemudian dicari meta masalahnya dan selanjutnya diidentifikasikan, sehingga akan diketahui masalah substansinya. Masalah substansi tersebut kemudian dispesifikasikan untuk ditentukan masalah formalnya.  Tahapan perumusan masalah tersebut menghasilkan hal-hal sebagai berikut :

  1. Situasi Masalah :

Yaitu suatu masalah yang dirasakan keberadaannya. Situasi masalah yang ada mencakup :

a.       Ada kesenkjangan antara sumbangan devisa dari usaha udang melalui tambak tradisional dan usaha penangkapan dengan target devisa.

b.      Intensifikasi usaha tambak belum memberikan sumbangan yang optimal terhadap devisa non-migas.

 

  1. Meta Masalah :

Yaitu suatu masalah di atas masalah-masalah yang rumit. Kerumitan ini disebabkan karena representasi masalah yang dimiliki oleh para pelaku kebijakan tidak tertata rapi. Dalam persoalan ini, meta masalah dapat diungkapkan sebagai berikut :

a.       Budidaya Tambak :

     -. Petani, nelayan dan pengusaha kekurangan modal.

     -. Terbatasnya persediaan benih.

     -. Mahalnya persediaan pakan.

     -.  Pengendalian hama penyakit/hama udang yang masih terbatas.

     -.  Pencetakan lahan tambak mahal.

     -.  Terjadinya penjarahan tambak udang.

     -.  Mahalnya harga peralatan.

b.      Pasca Panen :

-. Pengemasan (Packaging) belum baik.

-. Pengolahan produk (Processing) belum beragam.

-. Kemampuan teknis petani dan pengusaha tambak,masih rendah.

-. Kemampuan manajerial rendah.

c.       Pasar :

-. Kualitas ekspor rendah.

-. Produksi terbatas.

-. Kontinyuitas penyediaan di pasar belum lancar.

-. Adanya kompetitor minabisnis udang di mancanegara.

d.      Penunjang :

-. Infrastruktur (pelabuhan, cold storage, listrik) terbatas.

-. Penyuluhan terbatas.

-. Pengembangan teknologi (R & D ) terbatas.

  1. Masalah substansi yang didefinisikan adalah :

a.       Sumberdaya manusia Petani dan Pengusaha tambak masih rendah dalam aspek : -. Budidaya; -. Prosessing; -. Manajerial.

b.      Permodalan petani dan pengusaha sangat terbatas.

  1. Masalah Formal :

Masalah formal yang berhasil dispesifikasikan adalah :

“Kurangnya pembinaan terhadap petani tambak dan pengusaha udang dalam hal teknik budidaya, prosesing, kemampuan manajerial dalam mengelola tambak ser-ta kesulitan dalam memperoleh modal usaha menyebabkan rendahnya sumbangan devisa non-migas dari komoditas udang”.  Langkah-langkah perumusan masalah tersebut disajikan pada Gambar 2.1. di   bawah ini.

Masalah formal yang telah dirumuskan tersebut dapat dijelaskan hubungan kausalitasnya  sebagai berikut : Kondisi petani tambak yang ada saat ini kurang ulet, kurang disiplin, kurang keteram-pilan teknik dan manajerial. Apabila kondisi tersebut tidak diimbangi dengan pembinaan yang baik dan kemudahan memperoleh modalnya, akan mengakibatkan produk udang menjadi rendah. Sebagai dampaknya, sumbangan non-migas dari udangpun menjadi rendah. Rendahnya pemasaran udang, bera-kibat pada rendahnya kesejahteraan petani tambak, dan seterusnya siklus tersebut terulang lagi.

Secara rinci hubungan antar permasalahan pada subsistem pembinaan dan permodalan disampaikan pada Gambar 2.3., dengan uraian sebagai berikut : Mentalitas/perilaku petani tambak yang kurang kreatif dan kurang berjiwa bisnis serta faktor eksternal, yakni terbatasnya jumlah penyuluh lapangan untuk pembinaan tani tambak dan sifat minabisnis tambak udang yang beresiko tinggi, menyebabkan pihak Bank tidak berani menyediakan modal untuk bisnis ini.

Minabisnis tambak udang sebenarnya sangat menguntungkan, tetapi juga beresiko tinggi jika terjadi kegagalan. Kerugian karena kegagalan menimpa berbagai komponen dalam sistem minabisnis ini, yaitu : sarana produksi, proses produksi, pemasaran, lapangan kerja, motivasi usaha (psikologis), dll. 

 

B.     Rumusan Tujuan Kebijaksanaan (Policy Goal)

      Untuk mendukung pengembangan minabisnis udang yang berdaya saing, peran peme-rintah jelas sangat dibutuhkan. Disamping peranan pengelolaan dan memberikan iklim yang kondusif, pemerintah perlu berperan secara langsung,  khususnya dalam aspek-aspek yang belum dapat ditangani oleh swasta maupun masyarakat petani/nelayan. Masalah kebijaksanaan yang telah diidentifikasikan, yaitu : turunnya produksi dari tambak udang se-hingga mengurangi ekspor udang, dapat diatasi dengan kebijaksanaan yang bertujuan sebagai berikut :

       “Meningkatkan devisa non-migas dari sumbangan minabisnis udang melalui peningkatan  pembinaan petani dan pengusaha tambak, dalam hal teknis budidaya prosesing dan kemampuan manajerial, serta memberikan kemudahan dalam memperoleh modal usaha” 

 

 

 

                                              

Meta Masalah :

1. Budidaya                                        

a.        Petani & pengusaha tambak

kurang modal.

b.        Terbatasnya persediaan benur.

c.        Mahalnya harga pakan.

d.        Pengendalian hama penyakit

Oval: Pendefinisian                         Masalah
udang yang masih terbatas

e.        Oval:      Pencarian
      Masalah
Pencetakan lahan tambak mahal

f.         Terjadinya penjarahan.

g.        Mahalnya harga peralatan.

                                                                                    2. Pasca Panen

a.        Packaging belum baik.

b.        Prosesing&pengolahan produk

belum beragam.

c.        Kemampuan teknis petani

tambak rendah.

d.       

    Masalah Substantif

1.        SDM petani dan pengusaha

tambak masih rendah dalam aspek :

-. Budidaya

-. Prosesing

-. Manajerial

2.      Permodalan petani            t        terbatas

 
Kemampuan manajerial rendah

     Situasi Masalah

1.Ada kesenjangan antara

   sumbangan devisa dari usa-

   ha udang melalui tambak                     r  tradisional & penangkapan

   dengan target devisa.

2. INTAM belum memberikan

    sumbangan optimal terha-

    dap devisa non-migas.      

 
                                                                                     3. Pasar

a.        Kualitas ekspor rendah

b.        Kuantitas terbatas

c.        Kontinuitas penyediaan di pasar

belum lancar

d.        Adanya kompetitor minabisnis

udang mancanegara.

                                                                             4. Penunjang

a.        Infrastruktur terbatas

b.        Penyuluhan terbatas

c.        Pengembangan teknologi

(R & D ) terbatas.

      

                                

 

 

 

Oval:      
    Pengenalan
       Masalah
Oval:       
      Spesifikasi
        Masalah
 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


                                                      Gambar 2.1. Tahapan Perumusan Masalah.

 

 

Hubungan kausalitas di atas diperlihatkan pada Gambar  2.2. di bawah ini.

 

 III. ALTERNATIF KEBIJAKSANAAN

 

Mencermati masalah dan tujuan kebijaksanaan yang telah diformulasikan dalam Bab II dapat dirumuskan lima alternatif kebijaksanaan, yakni : Pemberdayaan Petani dan Pengusaha; Intensifikasi Budidaya Tambak Udang; Pengembangan Pasar Luar Negeri; Konsistensi Pelaksanaan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan Desentralisasi Perizinan "Cold Storage”, yang diuraikan detailnya sebagai berikut :

 

A. Deskripsi Alternatif :

Alternatif 1 : Pemberdayaan Petani dan Pengusaha.

Petani kecil sebagai pelaku utama budidaya udang windu, yang memiliki tingkat sosial ekonomi dan pendidikan yang rendah, cenderung dieksploitasi pengusaha untuk mendapat keuntungan sebesar-besarnya, menimbulkan rendahnyamotivasipetani kecil, timbulnya pelanggaran hukum, penjarahan udang sampai dengan penghentian usaha oleh pengusaha udang, mengakibatkan penurunan produksi udang dan kesulitan pengusaha dalam hal keuangan di perbankan. Hal ini lebih diperburuk lagi dengan merebaknya gangguan serangan penyakit udang “White spot” pada udang windu, yang menyebabkan penurunan yang tajam dari ekspor udang ini. Karena itu pemberdayaan petani dan pengusaha ini, sudah sangat mendesak dilakukan, antara lain melalui kebijakan pemerintah oleh Dinas Perikanan dan Kelautan untuk melakukan pembinaannya. Pola bagi hasil yang adil antar pengusaha dan petani udang, juga merupakan salah satu cara memotivasi petani dan pengusaha tersebut meningkatkanproduksi usaha budidaya udang ini, diikuti upaya serentak menanggulangi serangan penyakit udang tersebut. Bantuan permodalan dari pihak perbankan, akan sangat membantu untuk lebih meningkatkan motivasi ini selanjutnya.

 

Alternatif 2. Intensifikasi Budidaya Tambak Udang.

Teknologi budidaya yang diperkenalkan melalui paket teknologi U1, U2, U3 dan UB dimaksud untuk meningkatkan kuantitas, kualitas, intensitas dan kontinyuitas produksi udang windu yang dilakukan.  Untuk keperluan itu paket Intensifikasi Tambak (INTAM) diperlukan dengan memanfaatkan paket teknologi tersebut sebagai berikut :

 

 

   Paket Teknologi

 

                         Paket Penebaran (benur/Ha/MT)

                 Minimal                                      Rekomendasi

              U1

               7 500 ekor                                      12 500 ekor      

              U2

              30 000 ekor                                     60 000 ekor

              U3

             100 000 ekor                                   150 000 ekor


Sumber : Direktur Jenderal Perikanan Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan. 2000.

 

Dengan INTAM ini diharapkan terjadinya perubahan teknologi tradisional ke intensif penuh, dengan hasil diharapkan lebih besar dan biaya produksi yang lebih rendah, mengakibatkan harga jual internasional dapat ditekan guna meningkatkan daya saing internasional.

 

Alternatif 3. Pengembangan Pasar Luar Negeri.

Pasar Luar Negeri untuk produksi udang ini masih selalu terbuka, yang didukung upaya pemerintah untuk memudahkan penjualan produk ke Luar Negeri, dapat memotivasi pelaku bisnis udang memenfaatkan peluang pasar ini, dengan melakukan perluasan pasar dengan jalan promosi ke konsumen Luar Negeri melalui berbagai pameran di Negara pengimpor, termasuk memanfaatkan sarana informasi internasional seperti internet, dsb. Diharapkan upaya ini mengakibatkan daya saing produk udang Indonesia di Pasar Internasional menjadi jauh lebih kuat.

 

Alternatif 4. Konsistensi Pelaksanaan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR).

Perlunya evaluasi kebijakan pemerintah di bidang penerapan RUTR yang telah ada, mengingat kenyataannya semakin banyak lokasi hutan bakau (mangrove) yang dibuka untuk usaha budidaya tambak udang, sehingga menyebabkan timbul alih fungsi penggunaan lahan tersebut. Memang kegiatan tersebut dapat meningkatkan produksi udang, namun untuk jangka panjang kemungkinan justru menjadi bumerang bagi ekspor udang itu sendiri.  

 

Alternatif 5. Desentralisasi Perizinan “Cold Storage”.

Cold Storage sebagai sarana vital bagi proses eksport udang, perizinannya telah diserahkan ke Pemerintah Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000. Penyerahan izin ke daerah ini sangat  membantu mendukung dan mendorong upaya peningkatan produksi udang dari pertambakan di daerah setempat.

 

B.  Prakiraan Hasil dan Dampak :

Prakiraan hasil dan dampak ini diperlukan utamanya pada saat dilakukan penilaian terhadap alternatif-alternatif tersebut.

1.      Pemberdayaan Petani dan Pengusaha.

Hasil yang diharapkan dengan diambilnya alternatif ini adalah motivasi, pengetahuan, keterampilan dan kemampuan petani dan pengusaha akan meningkat, yang berdampak pada peningkatan produksi usaha budidaya udang dan pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan mereka. Dengan tingkat kesejahteraan yang dicapai tersebut akan makin memberdayakan mereka dan selanjutnya akan dapat menjamin peningkatan produksi dan kontinyuitas ketersediaan udang di pasar dunia. Dampak dari alternatif ini adalah sebagai berikut :

a). Dampak Positif :

1). Terjadi dan timbulnya jaringan kerjasama dan kemitraan yang baik antara petani, termasuk pembenih, dengan pengusaha, penjual pakan, transportasi, dll.

           2).  Terjaminnya keamanan usaha budidaya, sehingga peningkatan produksi, penanganan pasca panen dan pemasaran dapat lebih tercapai.

       b). Dampak Negatif :

             1). Terciptanya ketergantungan antar komponen jaringan akan dapat mempengaruhi seluruh proses.

             2). Tetap ada timbulnya konflik dengan program pelestarian lingkungan.

2.      Intensifikasi Budidaya.

Hasil yang diharapkan dari alternatif ini adalah terjadinya peningkatan kuantitas dan kualitas produksi udang yang lebih signifikan dan kontonyu dengan penekanan biaya produksinya. Dengan paket teknologi ini akan tercapai produksi persatuan luas yang semakin meningkat.

Dampak yang akan timbul antara lain adalah :

a). Dampak Positif :

     1). Produksi udang secara kuantitatif dan kualitatif akan meningkat.

     2). Tingkat kesejahteraan, konsumsi gizi dan kecerdasan masyarakat, khususnya petani semakin meningkat.

     3). Daya saing usaha meningkat.

     4). Terbentuk hamparan usaha budidaya bersama yang mampu mengontrol dan mengendalikan penyakit udang.

b).  Dampak Negatif :

      1). Terjadi capital stuffing dalam usaha budidaya, dengan biaya investasi tinggi.

      2). Menuntut kualitas dan kuantitas SDM  lebih tinggi, lebih baik dan mencukupi.

3). Tanpa ada kendali dan pengaturan harga jual, pada saat panen raya secara serentak, akan dapat menjatuhkan  harga jual.

3.      Pengembangan Pasar Luar Negeri (LN).

Hasil yang diharapkan adalah pasar LN akan semakin terbuka untuk menerima produk udang Indonesia. Dengan terjaminnya pasar LN ini usaha budidaya diharapkan  berjalan kontinyu, langgeng dan semakin meningkat, yang akan selalu mendorong motivasi petani dan pengusaha untuk makin memajukan usahanya. Selanjutnya upaya ini akan meningkatkan devisa negara dan diperkirakan suatu saat Indonesia akan mampu menguasai pasar udang dunia.

Dampaknya adalah sebagai berikut :

a). Dampak positif :

     1). Peningkatan produksi dan lapangan kerja.

     2). Terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

     3). Lebih dikenal dunia, yang pada gilirannya akan meningkatkan arus wisatawan manca negara, dll.

b). Dampak negatif :

     1). Biaya dan resiko usaha semakin tinggi.

     2). Menimbulkan proteksi pada beberapa negara pengimpor dan negara pesaing.

     3). Tuntutan peningkatan kualitas, kuantitas dan kontinyuitas produk semakin tinggi.

 

4.      Konsisten Pelaksanaan RUTR.

Hasil yang dapat dicapai dari kebijaksanaan ini adalah lahan yang digunakan untuk usaha telah sesuai dengan peruntukannya, sehingga lebih mendukung berkrlanjutan dan lestarinya usaha dan upaya pelestarian lingkungan, sehingga tidak akan timbul klaim dan penolakan terhadap produksi udang Indonesia, walaupun dapat menimbulkan resiko pengembalian dan penghutanan kembali bagi lahan-lahan yang tidak memenuhi ketentuan RUTR.

Dampak yang timbul adalah sebagai berikut :

a). Dampak Positif :

     1). Kepercayaan dan apresiasi masyarakat dunia terhadap udang produk Indonesia semakin meningkat.

     2). Permintaan komoditas udang Indonesia semakin meningkat.

     3). Kelestarian alam semakin terjamin dan terjaga.

b). Dampak negatif :

     1). Ketersediaan lahan berkurang.

     2). Menuntut kebutuhan biaya yang lebih tinggi untuk meningkatkan intensifikasi dan pemindahan lahan usaha yang terkena dampak pengaturan RUTR.

5.      Desentralisasi Perizinan Cold Storage.

Hasil dari kebijakan pelimpahan wewenang perizinan Cold Storage ini sangat mendukung petani dan pengusaha meningkatkan penanganan pasca panennya, untuk mengantisipasi sifat perishable (mudah rusak) dari komoditas udang ini, karena dapat mudah dibangun cold storage di lokasi terdekatnya dengan hamparan usaha budidaya ini. Namun dampaknya adalah sebagai berikut :

a). Dampak Positif :

     1). Penanganan pasca panen lebih cepat dan intensif.

     2). Investor lebih tertarik untuk berusaha.

b). Dampak Negatif :

     1). Dapat menimbulkan kompetisi tidak sehat antar Pemda.

     2). Pengaturan standardisasi kualitas prasarana menjadi kurang mantap dan efektif.

 

IV. PENILAIAN ALTERNATIF

 

Penilaian terhadap kriteria dan pembobotan dari identifikasi alternatif kebijaksanaan, dituangkan pada matrik penilaian yang memuat kelaikan secara kuantitatif. Kriteria penilaian ini dilakukan melalui pembobotan pada setiap alternatif kebijaksanaan dengan mengukur dampak, kelaikan dan kemudahan setiap alternatif kebijaksanaan tersebut terhadap aspek ekonomi, sosial, politik dan administrasi. Untuk menetapkan dan melak-sanakan kriteria penilaian dilakukan pembobotan terhadap dampak kelaikan dan kemudahan untuk setiap aspek ekonomi, sosial, politik dan administrasi tersebut dengan skala skore dari 1-5 untuk bobot sangat rendah, rwndah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. Hasil dari penilaian alternatif tersebut di atas adalah sebagaimana terlampir pada Tabel 1.

Sesuai dengan hasil penilaian terhadap alternatif kebijaksanaan tersebut, diperoleh bobot kuantitatif masing-masing sebagai berikut :

1.      Alternatif 1 ; yakni Pemberdayaan Petani dan Pengusaha, memperoleh nilai (skor) tertinggi dengan bobot nilai sebesar 47.

2.      Alternatif 2; yakni Intensifikasi Budidaya Tambak, memperoleh skor bobot nilai sebesar 45.

3.      Alternatif 3; yakni Pengembangan Pasar Laur Negeri, memperoleh skor sebesar 42.

4.      Alternatif 4; yakni Konsistensi Pemanfatan Tata Ruang, memperoleh skor sebesar 37.

5.      Alternatif 5; yakni Desentraliasi Perizinan Cold Storage, mendapatkan bobot nilai se-

besar  30, sebagai alternatif terendah.

Sehubungan dengan hasil bobot skoring di atas, maka disarankan Alternatif 1, Alternatif 2 dan Alternatif 3 akan dinilai untuk direkomendasikan.         

 

V. ALTERNATIF YANG DIREKOMENDASIKAN

A.     Analisis Terhadap Hasil Penilaian Alternatif.

Dari hasil penilaian alternatif pada Bab IV didapatkan 3(tiga) alternatif yang menda-patkan nilai//skor terbaik dan tidak jauh berbeda satu dengan lainnya. Selanjutnya ke tiganya perlu dianalisis lebih lanjut dengan menekankan pada kriteria efektifitas, efisiensi, fleksibilitas dan keterkaitan dengan sektor lainnya, guna pencapaian tujuan yang telah dirumuskan sebelum direkomendasikan.

Hasil analisis terhadap ketiga alternatif dengan kriteria tersebut dapatlah ditetapkan menjadi bahan pertimbangan untuk membuat rekomendasi. Dalam rekomendasi ini, terdapat unsur-unsur yang saling mempengaruhi dan tergantung satu dengan lainnya.

 

B.     Keterbatasan dan Akibat Yang Mungkin Tidak Terkendali.

Dengan diterapkannya rekomendasi dari ketiga alternatif di atas, maka perlu diperhi-tungkan keterbatasan-keterbatasan yang ada serta akibat yang mungkin terjadi namun tak terkendali, antara lain sebagai berikut :

  1. Kemampuan seluruh petani tambak dalam melaksanakan intensifikasi budidaya   udang secara tepat tidak tercapai karena dikhawatirkan tidak seimbangnya jumlah tenaga penyuluh yang tersedia dengan petani tambak yang ada.
  2. Daya dukung lahan tersedia perlu diantisipasi agar tidak terjadi pembukaan lahan yang menyalahi Tata Ruang yang ada.
  3. Kemampuan hatchery dalam mensuplai benur perlu diantisipasi dengan perkiraan akan terjadinya lonjakan permintaan benur (benih udang) dari petani dan pengusaha tambak.
  4. Ketersediaan pakan perlu disiapkan dalam bentuk jaringan kerjasama yang baik antara petani tambak dan pengusaha dengan pengusaha pakan udang.
  5. Kestabilan harga bahan-bahan pendukung (benur, pakan dan peralatan) harus mendapat perhatian sungguh-sungguh mengingat fluktuasi harga bahan tersebut sangat berkaitan dengan perkembangan ekonomi dan kurs global.
  6. Penjarahan terhadap udang di tambak makin sering terjadi. Untuk itu pemerintah dan aparat keamanan harus dapat memberikan jaminan keamanan terhadap usaha ini.
  7. Serangan hama dan penyakit udang, yang saat ini masih menjadi isu dan trauma yang sangat menakutkan petani dan pengusaha tambak. Diperlukan upaya dan jaminan kemampuan pemerintah untuk dapat mengatasi masalah in secara cepat dan tepat.

 

VI. RENCANA IMPLEMENTASI DAN STRATEGI PELAKSANAAN

Rencana implementasi dan strategi pelaksanaan kebijaksanaan yang direkomendasikan adalah sebagai berikut :

A.     Rencana Implementasi :

  1. Pemberdayaan Petani dan Pengusaha; dengan kegiatannya :

a.         Penyuluhan; untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan petani dan pengusaha tambak dalam bidang usaha budidaya udang.

b.         Pembinaan dan Pelatihan; ditujukan terutama pada petugas penyuluh dalam rangka upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan terhadap teknik dan

teknologi terbaru bidang intensifikasi, yang selanjutnya menularkan dan mentransferkannya ke petani dan pengusaha tambak.

c.         Pengawasan dan pengamanan; diperlukan untuk menciptakan lingkungan usaha yang aman dan kondusif dalam berusaha.

d.         Pengadaan dan Penetapan Peraturan Daerah tentang Perizinan dan Tata Ruang, yang akan sangat mendukung jaminan pengembangan usaha.

e.         Bantuan Modal Kerja; guna menunjang pengembangan usaha secara optimal, baik yang berasal dari pemerintah, perbankan maupun swasta.

f.           Pembinaan dan Pengembangan kelembagaan kelompok usaha, baik pada para petani tambak maupun pengusaha, sehingga melalui wadah kelembagaan tersebut akan memudahkan pembinaan, pemecahan persoalan yang dihadapi bersama dan bentuk kerjasama lainnya.

  1. Peningkatan Intensifikasi Usaha Budidaya; dengan titik berat kegiatan berupa :

a.       Penerapan standardisasi paket teknologi (U1, U2, U3 dan UB) dan peningkatan   mutu, sehingga diharapkan jumlah produksi udang dan mutunya nyata meningkat.

b.      Pemberantasan hama dan penyakit udang; untuk menjamin keberhasilan peningkatan produksi sekaligus menghasilkan udang yang sehat dan berkualitas.

c.       Peningkatan fasilitas produksi, penanganan pasca panen, transportasi dan distribusi hasil.

            d.   Penelitian dan pengembangan teknologi, guna lebih mengetahui dan mendalami berbagai kendala teknologi, pengembangan wilayah budidaya,  pemberantasan hama penyakit, penanganan pasca panen, dsb.

  1. Pengembangan Pasar Luar Negeri; dengan kegiatan utamanya :

a.       Promosi dagang ke luar negeri; sebagai upaya untuk meningkatkan pangsa  pasar internasional.

b.      Riset pasar; untuk mengetahui sistem informasi pasar, strategi perdagangan internasional dan potensi permintaan pasar di luar negeri.

c.       Kerjasama Bilateral dan Multilateral; agar tercipta kerjasama operasional bidang perdagangan dengan negara pesaing dan pengimpor/konsumen produk.

d.      Penyederhanaan prosedur ekspor; guna memberikan pelayanan prima kepada eksportir dalam hal pengurusan prosedur ekspor.

e.       Manfaatkan jaringan Informasi Pasar (networking) melaui internet serta sarana informasi dan komunikasi mutakhir lainnya; agar penyebaran dan pemanfaatan informasi secara cepat ke seluruh dunia dapat dikuasai.

B.     Strategi Pelaksanaan :

Dari Rencana Implementasi Kebijaksanaan di atas, maka dilakukan strategi pelaksa-naan dan pengembangan minabisnis budidaya udang windu sebagai berikut :                      

  1. Pemberdayaan Petani dan Pengusaha; dengan strategi :

a).  Pengembangan dan Pembinaan SDM, yang akan mampu mengelola dan mengembangkan minabisnis ini; baik yang ditujukan pada tenaga penyuluh maupun pada petani dan pengusahanya.

b).  Bantuan Pengadaan Modal; berupa penyertaan modal dari stakeholder baik kalanganpemerintah, lembaga keuangan maupun swasta lainnya. Bantuan penyertaan modal ini antara lain diharapkan dari :

       1). Dana pemerintah melalui APBN atau APBD.

       2). Kredit lunak yang berasal dari bank pemerintah, bank swasta maupun lembaga keuangan lainnya (koperasi, dana ventura, dsb.)

       3). Para investor asing maupun dalam negeri.

       4). Pengembangan kemitraan antara petani tambak dengan perusahaan besar dalam hubungan inti-plasma.

  1. Peningkatan Intensifikasi Usaha Budidaya; dengan strateginya :

      ® Penerapan IPTEK dan manajemen profesional, bertujuan untuk menghasilkan produksi udang yang lebih tinggi, mutu lebih terjamin dan distribusi suplai lancar, sehingga produknya mampu menghasilkan nilai tambah dan berdaya saing  tinggi, namun tetap dalam kondisi ramah lingkungan.

Pengembangan Pasar Luar Negeri; dengan strategi :

      ® Kerjasama Bilateral dan Multilateral; guna menjamin kontinyuitas pasar internasional; perlu dibangun kerjasama operasional di bidang produksi, standardisasi mutu (kualitas) hasil produk dan pemasaran udang dengan negara-negara konsumen, sekaligus mendorong masuknya investor dan bantuan luar negeri di bidang usaha minabisnis ini.

                 

 

VII. RENCANA PEMANTAUAN HASIL KEBIJAKSANAAN

 

Pemantauan hasil kebijaksanaan merupakan masukan umpan balik (feed back) dari rencana  implementasi  dan strategi kebijaksanaan yang telah ditetapkan, yang dibuat berupa pertanyaan-pertanyaan yang merupakan pedoman dalam rencana pemantauan terhadap alternatif yang direkomendasikan di atas. Beberapa contohnya antara lain adalah seperti di bawah ini :

1.      Pemberdayaan Petani dan Pengusaha;

a).  Penyuluhan :

·        Sejauh manakah peningkatan pengetahuan dan kemampuan petani dan pengusaha telah memajukan usaha budidayanya ?.

·        Apakah realisasi penyuluhan telah sesuai dengan rencana yang telah disusun dan ditetapkan ?.

b).  Pembinaan dan Pelatihan :

·        Sudah berapa banyakkah frekuensi pembinaan dan pelatihan bagi para penyuluh dalam hal peningkatan penguasaan teknologi budidaya udang windu ?.

2.      Peningkatan Intensifikasi Usaha Budidaya;

a).   Standar paket teknologi budidaya :

·        Apakah penerapan standar paket teknologi telah dapat diterapkan sebagaimana mestinya ?.

·        Apakah penerapan teknologi tersebut telah nyata meningkatkan kuantitas dan kualitas produk udang windu ?.

 

b).   Pemberantasan hama penyakit udang :

·          Apakah serangan hama penyakit udang telah dapat ditanggulangi dengan baik, sehingga produksi udang yang dihasilkan sudah lebih sehat dan bermutu ?.

3.      Pengembangan Pasar Luar Negeri ;

a).   Promosi dagang  luar negeri :

·        Apakah sudah ada peningkatan permintaan pasar udang di luar negeri ?

 

b).  Riset Pasar :

·          Apakah sudah diketahui dan dikuasai informasi pasar dan strategi perdagangan luar negeri serta potensi permintaan pasar udang di luar negeri ?.

 

 

VIII. RENCANA EVALUASI KINERJA KEBIJAKSANAAN

 

Evaluasi adalah kegiatan berupa penelitian (appraisal), pemberian angka (rating) dan penilaian (assessment) terhadap hasil kebijaksanaan dan program. Teknik evaluasi kebi-jaksanaan berhubungan dengan teknik pemantauan. Perbedaannya adalah evaluasi kebijaksanaan dilakukan ex poste, yakni setelah tindakan kebijaksanaan dilakukan. Evaluasi berusaha menentukan manfaat dan kegunaan sosial kebijaksanaan dengan mengulas apakah kebijaksanaan telah mencapai tingkat kinerja tertinggi dengan bukti hasil secara aktual apakah telah memecahkan masalah tertentu. Orientasi evaluasi diarahkan pada hasil sekarang dan masa lampau secara retrospektif setelah aksi-aksi kebijaksanaan dilakukan. Evaluasi dilaksanakan dengan menggunakan data akurat dan valid, sehingga menghasilkan tingkat ketelitian yang tinggi, yang dapat dipercaya. Data dapat berupa parameter indikator kinerja ataupun informasi lain berbentuk kuantitataif atau kualitatif, misal data “time series”, peta tematik, catatan petani, dsb.. Penyelesaian tahap evaluasi ditujukan untuk mengukur kinerja pelaksanaan kebijaksana-an sesuai tolok ukur yang digunakan untuk mencapai kinerja tersebut, yaitu Keputusan Menteri Pertanian No. 565/Kpts/IK/310/6/97, tentang Program INTAM. Standar evaluasi bagi usaha Intensifikasi tambak udang ditentukan oleh paket teknologi U1, U2, dan U3 sebagai  berikut :

·        Paket teknologi U1 dilaksanakan dengan penaburan benur 12 500 ekor, untuk menghasilkan 250 kg udang/Ha untuk satu musim tanam.

·        Paket teknologi U2 dilaksanakan dengan penaburan benur 60 000 ekor untuk menghasilkan 1200 kg udang/Ha per musim tanam.

·        Paket teknologi U3 dilaksanakan dengan jumlah tabur benur 150 000 ekor, untuk menghasilkan 3000 kg udang/Ha per musim tanam.

 

Kegagalan dianggap terjadi bila hasil per hektar ternyata di bawah standar, baik jumlah benur yang ditebar maupun produk udang yang dihasilkan. Evaluasi kinerja kebijaksana-an dilakukan terhadap alternatif kebijaksanaan yang direkomendasikan, dengan mengam-bil data dari Program Peningkatan Ekspor Perikanan (Protekan) 2003, Direktorat Jenderal Perikanan Departemen Pertanian, Jakarta 1999.

Evaluasi dilaksanakan hanya pada akhir suatu kegiatan, yaitu sampai penutupan tahun 1999, dengan mengawasi hasil yang telah diperoleh dan dampak yang telah diakibatkan secara kualitatif dan kuantitatif, yakni dengan memilih pendekatan  sintesis riset praktek pada alternatif kebijaksanaan yang direkomendasikan sebagai berikut :

 

1.  Peningkatan Intensifikasi Usaha Budidaya Tambak Udang :               

     Akselerasi pertumbuhan di masa datang kemungkinan sulit dicapai karena keeratan hubungan antara perkembangan hasil budidaya udang dengan perluasan areal tambak itu sendiri. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa perolehan kontribusi program intensifikasi tambak saat ini tidak/belum mengalami suatu kemajuan yang cukup berarti. Fluktuasi produksi tambak lebih banyak disebabkan faktor-faktor ekstrinsik seperti kualitas air tambak dan hama penyakit udang yang belum dapat diatasi dengan baik; dibanding faktor-faktor intrinsik yakni peningkatan produksinya ditekankan pada jumlah penebaran benur yang dilakukan. Dengan demikian, untuk sementara ini terlihat kesimpulan bahwa peningkatan produksi udang di tambak ini tidak/belum disebabkan oleh keberhasilan pelaksanaan program Intensifikasi (INTAM) yang telah ditetapkan dan dilaksananakan, namun lebih disebabkan karena adanya peningkatan perluasan areal tambak udang yang ada saat ini.

 

2.  Pengembangan Pasar Internasional.

Untuk mengantisipasi dan mengkaji pengembangan Pasar Internasional perlu dibuat peramalan tertentu. Peramalan prospek pasar jangka panjang dapat digunakan dua metoda statistik, yakni : Pertama; yang disebut Analisis Deret Berkala, yang dipakai untuk membuat ramalan perkembangan harga yang akan terjadi di masa mendatang berdasarkan data historis harga (kecenderungan, siklus/daur dan fluktuasi) masa lalu. Analisa ini bertumpu pada asumsi bahwa kekuatan pasar penyebab perubahan harga di masa lalu akan mengikuti pola serupa di masa depan. Kedua; yang disebut Analisis Ekonometrik. Analisis ini menggunakan model matematika hubungan antara harga udang dan faktor-faktor lain seperti pasokan dan permintaan udang serta ketersediaan  barang-barang substitusinya (Murty, 1991). Proyeksi pangsa pasar luar negeri, utamanya pada pasar di Negara Jepang dan Amerika, untuk masa yang akan datang cenderung tidak dapat diramalkan dengan pasti, namun keduanya saat ini dan masa yang akan datang tetap akan menjadi negara dengan pangsa pasar perdagangan udang dunia yang terbesar. Jepang merupakan konsumen udang terbesar di dunia. Banyak faktor yang men-dorong pertumbuhan impor udang Jepang. Sejak liberalisasi impor udang yang dilakukan pemerintah Jepang pada tahun 1961, impor udang Jepang terus meroket. Faktor-faktor yang ikut serta memberikan sumbangan terhadap perkembangan impor mata dagangan udang ini, di antaranya tradisi/adat kebiasaan masyarakat mengkon-sumsi udang yang telah berurat berakar, pertumbuhan populasi, adanya perbaikan taraf hidup, yakni pertumbuhan pendapatan riil yang dibelanjakan masyarakat Jepang, perbaikan nilai tukar mata uang yen dan semakin banyaknya usaha patungan di bidang perudangan, terutama di kawasan Indo-Pasifik. Secara umum, dengan semakin menurunnya pasokan spesies udang perairan laut dingin di Amerika Serikat, maka akan semakin terbuka lebar peluang bagi spesies udang yang berasal dari perairan laut tropika, terutama dari Indonesia dan sekitarnya. Saat ini pasaran udang domestik di Amerika Serikat dapat dikatakan telah didominasi oleh udang laut tropika. Dalam pengembangan pasar luar negeri, pengenalan karakter pasar suatu negara merupakan hal yang sangat penting. Selain itu juga Pola Pergerakan impor di dalam negeri dari negara pengimpor, fluktuasi pasar bulanan, mengetahui data historis perkembangan impor udang masing-masing negara, siklus dan dinamika impor udang secara bulanan, titik puncak dan titik nadir transaksi dagang udang sepanjang tahun. Bagi produsen dan pemasar, pemahaman terhadap peraturan dan ketentuan impor udang di negara tujuan merupakan satu keharusan yang tidak dapat dihindarkan.  Khusus bagi pengusaha produsen Indonesia, keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia harus dapat dimunculkan untuk mengantisipasi perkembangan pasar, termasuk kekuatan-kekuatan yang mempengaruhinya.

 

3.   Pemberdayaan Petani dan Pengusaha.

Faktor utama yang menjadi penyebab lambatnya pertumbuhan produksi udang windu   di Indonesia adalah antara lain disebabkan :

1). Kemampuan SDM petani tambak yang baik (qualified) dalam jumlah yang cukup.

2). Kemampuan pengusaha yang masih lemah modal, manajemen dan teknologi.

Keadaan dan jumlah SDM petani tambak yang ada saat ini belum dapat dirasakan sebagai pendorong akselerasi pertumbuhan produksi. Kekhawatiran berinvestasi pada industri tambak udang, disamping menghambat akselerasi produksi udang, juga sangat berperan dalam menghambat peningkatan jumlah petani yang berpengalaman. Apabila peningkatan produksi udang hanya semata disebabkan oleh meningkatnya luas areal tambak, tanpa adanya keberhasilan intensifikasi tambak dan peningkatan pangsa pasar yang memin-ta udang yang berkualitas tinggi, maka kendala utama sudah tentu pada lemahnya pemberdayaan petani dan pengusahanya itu sendiri. Kondisi demikian adalah sangat rawan dimana melemahnya keadaan petani dan pengusaha tambak, akan berdampak langsung kepada jumlah produksi. Melemahnya keadaan SDM demikian dapat disebabkan berbagai faktor khususnya yang menyangkut berkurangnya keuntungan produksi, antara lain oleh penyakit, kualitas tambak menurun dan penjarahan.

 

 

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

 

A.     Kesimpulan :

Berdasarkan uraian kajian dan analisis yang telah dilakukan dalam bab terdahulu dapatlah disimpulkan sebagai berikut :

  1. Alternatif kebijaksanaan pertama dan kedua, yakni : Pemberdayaan Petani dan Pengusaha serta Intensifikasi Budidaya Tambak Udang akan memberikan dorongan peningkatan produksi udang windu yang dihasilkan oleh petani dan pengusaha.
  2. Alternatif kebijaksanaan ketiga, yakni : Pengembangan Pasar Luar Negeri akan meningkatkan ekspor udang ke luar negeri.
  3. Policy goal yang telah dirumuskan dapat dicapai apabila dilaksanakan ketiga alternatif yang direkomendasikan secara simultan. Dengan demikian, tujuan untuk meningkatkan devisa melalui ekspor komoditas non migas akan dapat dicapai.

B.     Saran :

Mengingat bahwa permaslahan dalam meningkatkan produksi udang windu terletak pada mentalitas/perilaku para petani dan pengusaha tambak udang, maka diperlukan tahapan-tahapan langkah untuk mengubah model mental mereka.

 

DAFTAR ACUAN

 

1.                   DBP-DJP (Direktorat Bina Program-Direktorat Jenderal Perikanan). 1999. Perencana-an dan Pembiayaan Program Intensifikasi Perikanan 1999/2000. Departemen Pertanian, Jakarta.

2.                   DELP (Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan). 2000. Keputusan Menteri Ekplorasi Laut dan Perikanan, Nomor 03//MEN-ELP/2000, tanggal 14 Februari 2000, tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Ekplorasi Laut dan Perikanan. Departemen Ekplorasi Laut dan Perikanan Republik Indonesia, Jakarta.

3.                   DELP (Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan). 2000. Program dan Kegiatan Departemen Ekplorasi Laut dan Perikanan Tahun 2000/2004. Departemen Ekplorasi Laut dan Perikanan Republik Indonesia, Jakarta.

4.                   DELP (Departemen Ekplorasi Laut dan Perikanan). 2000. Hasil Rapat Koordinasi Nasional Departemen Ekplorasi Laut dan Perikanan Tahun 2000. Departemen Ekplorasi Laut dan Perikanan Republik Indonesia, Jakarta.

5.                   DELP (Departemen Ekplorasi Laut dan Perikanan). 2000. Ringkasan Eksekutif Rapat Koordinasi Nasional Departemen Ekplorasi Laut dan Perikanan Tahun 2000. Departemen Ekplorasi Laut dan Perikanan Republik Indonesia, Jakarta.

6.                   DJP (Direktorat Jenderal Perikanan). 1997. Laporan Hasil Evaluasi Pelaksanaan Program INTAM Tahun Anggaran 1996/1997. Bagian Proyek Pembangunan dan Pembi-naan Perikanan Rakyat Terpadu Tahun Anggaran 1997/1998, Direktorat Jenderal Per- ikanan, Departemen Pertanian, Jakarta.

7.                   DJP (Direktorat Jenderal Perikanan). 1998. Laporan Hasil Evaluasi Pelaksanaan Pro gram INTAM Tahun Anggaran 1997/1998. Bagian Proyek Pembangunan dan Pembinaan Perikanan Rakyat Terpadu Tahun Anggaran 1998/1999, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta.

8.                   DJP (Direktorat Jenderal Perikanan). 1999. Laporan Hasil Evaluasi Pelaksanaan Program INTAM Tahun Anggaran 1998/1999. Bagian Proyek Pembangunan dan Pembinaan Perikanan Rakyat Terpadu Tahun Anggaran 1999/2000, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta.

9.                   DJP (Direktorat Jenderal Perikanan). 1999. Program Peningkatan Eksport Hasil Perikanan (PROTEKAN) 2003. Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta.

10.               DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan). 2001. Keputusan Menteri Kelautan dan  Perikanan, Nomor : Kep. 01/MEN/2001, tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indone-sia, Jakarta.

11.               Dunn, W.N. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Edisi Kedua, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

12.               Murty, B. K. H. 1991. Perdagangan Udang Internasional. PT. Penebar Swadaya Jakarta.

13.               Mustopadidjaja, A.R. 2000. Manajemen Proses Kebijakan. Lembaga Administrasi Negara, Republik Indonesia, Jakarta.

14.               Nazarudin.1996. Seri Komoditi export pertanian; Perikanan dan Peternakan. Penerbit Swadaya, Jakarta.

15.               Nurjana, I.M. 1991 Prinsip Dasar Budidaya Udang Berwawasan Lingkungan. Balai Budidaya Air Payau,  Jepara, Edisi juni  1991.

16.               TMSEF (The Ministry of Sea Exploration and Fisheries). 2000. Indonesia Govern      ment Policy on Sea Exploration and Fisheries (Excecutive Summary). The Ministry of Sea Exploration and Fisheries, The Republic of Indonesia, Jakarta.