© 2001. Rudianto Posted: 26 March 2001 [RCT]
Makalah
Falsafah Sains (PPs 702)
Program
Pasca Sarjana / S3
Institut
Pertanian Bogor
Maret 2001
Dosen:
Prof Dr Ir Rudy
C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
Prof Dr Ir
Zahrial Coto
Oleh :
rudian@satumail.com
Puji
dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT , karena atas izinNya penulis
dapat menyelesaikan pembuatan makalah individu ini dengan judul “Penyusunan
Perencanaan Strategis Pengelolaan Terpadu Wilayah Pesisir dan Lautan” .
Penulisan ini didasarkan kepada pemikiran bahwa wilayah pesisir dan lautan yang
ada di Indonesia kondisinya sudah sangat memprihatinkan dan memerlukan
penanganan secara lebih serius. Pandangan lama yang masih menganggap kawasan
darat memerlukan perhatian khusus, sehingga wilayah pesisir dan lautan
diabaikan, berakibat makin memprihatinkan kondisi kawasan ini padahal asset
terbesar bangsa ini terletak bagaimana kita merencanakan dan mengelola kawasan
ini.
Makalah ini lebih menekankan kepada
falsafah yang lebih mendasar mengenai perencanaan strategis pengelolaan terpadu
wilayah pesisir dan lautan. Makalah ini tersusun berkat bekal yang telah
diberikan oleh Bapak Prof. Rudy C. Tarumingkeng, Ph.D., selaku dosen mata
kuliah Pengantar Ke Falsafah Sains, dan penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada beliau yang dengan penuh kesabaran memberikan banyak wawasan tentang
bagaimana falsafah sain tersebut.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat
kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu masukan dan kritikan yang
membangun sangat penulis harapkan untuk lebih menyempurnakan makalah ini. Akhir
kata semoga makalah ini bermanfaat terutama bagi mereka yang membacanya.
Penyusunan Rencana Strategis Pengelolaan Terpadu Sumberdaya Pesisir dan Lautan merupakan langkah awal dalam perencanaan pengelolaan kawasan tersebut dan substansinya lebih banyak merupakan suatu panduan untuk merumuskan program-program pengelolaan kawasan terpadu yang berkelanjutan. Yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini dikaitkan dengan falsafah sain adalah pertama bahwa Falsafah Sains dapat ditelaah melalui empat pendekatan, yaitu: (1) Epistemologi : menekankan kepada bagaimana mencari cara-cara untuk mempelajari suatu subyek disiplin ilmu dalam suatu kerangka berpikir yang logik dan rasional. Dalam kaitan tersebut, maka terlebih dahulu harus dijelaskan apa yang dimaksud dengan penyusunan rencana strategis pengelolaan terpadu sumber daya pesisir ?;(2) Ontologi: ilmu mengenai kejadian atau keberadaan (genesis/existing) suatu subyek yang lebih banyak membahas mengenai syarat, proses, faktor dan sifat-sifat serta penyebarannya. Dalam kaitan dengan makalah ini maka syarat, proses, faktor, sifat-sifat dari penyusunan rencana strategis pengelolaan terpadu sumberdaya pesisir dan lautan akan dideskripsikan secara terinci. (3) Aksiologi : ilmu yang mempelajari tentang nilai-nilai penyusunan rencana strategis pengelolaan terpadu sumberdaya pesisir dan lautan; (4) Teleologi: ilmu yang mempelajari tentang penyebab atau tujuan akhir (cause/purpose final) dari penyusunan rencana strategis pengelolaan terpadu sumberdaya pesisir dan lautan.
Sistimatika penyusunan makalah ini dimulai terlebih dahulu dari pengertian apa yang dimaksud dengan Rencana Strategis Pengelolaan Terpadu Sumberdaya Pesisir dan Lautan termasuk tahapan sejarahnya sampai muncul konsep dasar diperlukannya rencana strategis tersebut. Setelah itu dibahas mengenai deskripsi rencana strategis yang meliputi: syarat, proses, faktor, sifat-sifat penyebarannya. Kemudian menginformasikan mengenai nilai-nilai rencana strategis atau substansi mendasar. Terakhir adalah menginformasikan mengenai tujuan akhir yang akan dicapai atau output dari rencana strategis.
Selama 25 tahun berlangsungnya program pembangunan sebagian besar kegiatan pembangunan didasarkan pada eksploitasi sumberdaya alam yang lebih menekankan pengembangan kawasan daratan. Pada saat itu, tingkat kesadaran semua pihak yang terkait mengenai pelestarian Sumberdaya Alam (SDA), khususnya didaerah pesisir dan lautan. Hal ini telah menyebabkan terjadinya perusakan SDA yang sangat parah sehingga memerlukan waktu yang lama serta biaya yang sangat besar untuk memulihkannya. Contoh berkurangnya stok ikan di Perairan Selat Malaka, Laut Jawa, Perairan Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Timur yang diakibatkan tidak hanya oleh intensitas penangkapan ikan yang sangat tinggi tetapi juga oleh perusakan habitat, pencemaran perairan karena kurangnya kesadaran terhadap pelestarian SDA dan pelbagai pihak yang terkait, secara langsung maupun tidak langsung. Untuk mencegah terjadinya kerusakan yang makin parah, diperlukan Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu. Salah satu bagian dari Pengelolaan tersebut adalah adanya dokumen perencanaan mengenai Rencana Strategis sebagai pedoman didalam pelaksanaannya.
Rencana
Strategis Pengelolaan Terpadu Wilayah Pesisir dan lautan menurut PKSPL – IPB
(2000) adalah hal yang mutlak dilakukan mengingat suatu rencana strategis untuk
menjadikan kawasan sebagai kawasan kegiatan terpadu, tentu akan menggali
potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dan melibatkan semua stakeholders. Dalam Pengembangan kawasan
perlu diperhatikan keterkaitan intrawilayah dan interwilayah antar Kabupaten/kota,
keterkaitan interwilayah dalam satu propinsi dan keterkaitan antar Propinsi.
Keterkaitan intrawilayah diarahkan untuk menciptakan struktur interaksi antara
aktivitas-aktivitas sosial ekonomi menjadi suatu bentuk interaksi yang sinergis
dan meminimalkan konflik. Disamping itu keterkaitan intrawilayah meliputi
keterkaitan daerah-daerah potensial yang telah berkembang dan keterkaitan
komiditi unggulan. Sedang keterkaitan intrawilayah antar Propinsi adalah untuk
mengidentifikasi potensi pengembangan pelbagai kegiatan yang potensial yang
sudah berkembang dan perlu lebih ditingkatkan lagi potensi pertumbuhan
ekonominya dimasing-masing wilayah. Untuk keterkaitan antar Propinsi yang lebih
diutamakan adalah kawasan potensial untuk pengembangan kegiatan terpadu dimana
kosentrasi arus barang dan jasa lebih mendukung.
Rokhmin Dahuri (2001) lebih menjelaskan
mengenai definisi dan pengertian Pengelolaan wilayah pesisir terpadu dengan
menggunakan beberapa pemahaman: Definsi (1) “Proses Pengelolaan yang mempertimbangkan
hubungan timbal balik antara kegiatan pembangunan (manusia) yang terdapat
diwilayah pesisir dan lingkungan alam (ekosistem) yang secara potensial terkena
dampak kegiatan-kegiatan tersebut. Definisi ke (2) “adalah suatu proses
penyusunan dan pengambilan keputusan secara rasional tentang pemanfaatan
wilayah pesisir beserta segenap sumberdaya alam yang terkandung didalamnya
secara berkelanjutan”. Definisi ke (3) “Suatu proses kontinu dan dinamis dalam
penyusunan dan pengambilan keputusan tentang pemanfaatan berkelanjutan dari
wilayah pesisir beserta segenap sumberdaya alam yang terdapat didalamnya”.
Definisi ke (4) “Suatu proses kontinu dan dinamis yang mempersatukan/
mengharmoniskan kepentingan antara berbagai stakeholders (pemerintah, swasta,
masyarakat lokal dan LSM); dan kepentingan ilmiah dengan pengelolaan
pembangunan dalam menyusun dan mengimplementasikan suatu rencana terpadu untuk
membangun (memanfaatkan) dan melindungi ekosistem pesisir beserta segenap
sumberdaya alam yang terdapat didalamnya, bagi kemakmuran/kesejahteraan umat
manusia secara adil dan berkelanjutan.
Syarat agar suatu rencana strategis
memenuhi kelayakan suatu rencana, diperlukan informasi mengenai kelembagaan, pembiayaan,
SDM, Program pembangunan terpadu.
Rencana pengaturan pengembangan hukum dan
kelembagaan merupakan penunjang pelaksanaan kebijakan dan strategis
pengembangan kawasan secara keseluruhan. Status wilayah menjadi acuan utama
untuk semua sektor terkait. Aspek-aspek pengembangan pengaturan harus
berorientasi kepada aspek: (a) jenis kegiatan yang akan dikembangkan didalam
kawasan agar dapat disinergikan secara optimum dengan kegiatan lainnya sesuai
dengan daya dukungnya; (b) volume kegiatan antara setiap jenis kegiatan perlu
ditetapkan pembatasannya agar tidak memberikan pengaruh negatif terhadap
jenis-jenis kegiatan lainnya. Untuk itu perlu ditetapkan baku mutu untuk setiap
komponen sumberdaya sesuai dengan peruntukannya; (c) Introduksi Teknologi perlu
disesuaikan dengan upaya mempertahankan baku mutu setiap komponen sumberdaya
yang telah ditetapkan. Misalnya introduksi paket teknologi untuk tambak
intensif perlu dicegah mengingat dampak negatif yang ditimbulkannya; (d)
Pengembangan Sarana dan Prasarana disesuaikan dengan program kelestarian
lingkungan dan mempergunakan prinsip “More uses less area”.
Rencana strategis pengembangan sumber
pembiayaan (investasi) mencakup aspek peningkatan aliran dana untuk
meningkatkan daya saing kegiatan, meningkatkan struktur linkages yang positif
dengan pelbagai kegiatan lainnya. Penyerapan investasi perlu terus dikembangkan
baik dari dalam maupun luar negeri. Pengumpulan sumber pembiayaan pemerintah
daerah melalui pajak, restribusi, subsidi. Disamping itu peningkatan partisipasi
swasta dan masyarakat perlu tetap ditingkatkan.
Rencana strategis pengembangan SDM
dilakukan melalui pendekatan pendidikan formal, pengembangan sumberdaya
masyarakat dari latar belakang kultur agrarsi dan bahari. Pengenalan
peluang-peluang usaha sangat penting dilakukan. Peningkatan pengetahuan dan
wawasan lingkungan, pengembangan ketrampilan masyarakat, pengembangan kapasitas
masyarakat, pengembangan kualitas diri. Peingkatan motivasi masyarakat untuk
berperan serta (partisipasi).
Proses Penyusunan
rencana strategis dilakukan dengan pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal
dan berkelanjutan. Artinya bahwa pemanfaatan sumberdaya tersebut harus
dilakukan dengan memperhatikan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan saat ini
tanpa mengabaikan kepentingan generasi masa datang. Untuk itu azas-azas rencana
strategis pengelolaan sumberdaya secara optimal dan berkelanjutan yang dapat
diterapkan adalah:
1. Pemanfaatan
sumberdaya dapat pulih (Renewable Resources) harus memperhatikan potensi
lestarinya (MSY = Maximum Sustainable Yield). Terjadinya pemanfaatan secara
berlebihan (overexploitation) akan mengancam kelangsungan pemanfaatan
sumberdaya alam dapat pulih tersebut. Upaya yang harus ditempuh untuk menjaga
keberlangsungan sumberdaya alam tersebut adalah bahwa setiap kegiatan
eksploitasi sumberdaya alam dapat pulih tidak boleh melebihi potensi lestarinya
(MSY). Pelaksanaan quota yang diperbolehkan harus diinformasikan terutama
tentang besarnya potensi lestari untuk setiap jenis stok sumberdaya alam.
2. Pemanfaatan
sumberdaya tidak pulih (non-renewable resources) harus dilakukan secara cermat
dan bijaksana. Disebabkan karena sumberdaya tidak dapat diperbaruhi maka
pengelolaannya harus seoptimal mungkin. Upaya mencari sumber-sumber energi
alternatif perlu dilakukan seperti: arus, gelombang, perbedaan salinitas,
perbedaan suhu lapisan air, pasang surut. Selain itu perlu diupayakan
sumber-sumber energi alternatif lainnya.
3. Pendayagunaan
potensi sumberdaya alam sesuai daya dukung lingkungannya. Kegiatan pemanfaatan
sumberdaya dapat pulih dan tidak dapat pulih, tidak boleh mematikan kegiatan
pemanfaatan sumberdaya pulih. Dengan kata lain, bahwa pengelolaan lingkungan
dalam kaitannya dengan eksploitasi sumberdaya tidak pulih (seperti:
pertambangan, kilang minyak) tidak boleh merusak sumberdaya pulih atau bahkan
mematikan kegiatan sumberdaya pulih.
Faktor yang
berperan didalam penyusunan rencana strategis meliputi: penataan ruang yang
sesuai dengan daya lingkungan, perumusan peluang pengembangan kegiatan,
rancangan program pengembangan yang meliputi: tahapan pelaksanaan, pembagian
satuan kawasan pengembangan, dan konsepsi pengembangan.
Penataan ruang
yang sesuai dengan daya lingkungan. Perencanaan tata ruang merupakan upaya memanipulasi
distribusi komponen-komponen fisik dan sosial suatu wilayah untuk suatu tujuan
pembangunan wilayah yang berkelanjutan. Perencanaan tata ruang suatu wilayah
merupakan suatu upaya meminimalkan kendala spasial dan waktu sehingga dapat
tercipta peluang-peluang yang lebih besar untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat didalam suatu wilayah. Sumberdaya alam fisik wilayah pada umumnya
bersifat melekat dengan posisi geografis tertentu, sehingga hampir tidak
mungkin secara ekonomis memindah-mindahkannya. Yang dimungkinkan adalah upaya
meningkatkan atau memaksimalkan akses manusia melalui pemanfaatan sumberdaya
buatan (infrastruktur). Disamping kendala-kendala alamiah, upaya memaksimalkan
akses manusia terhadap sumberdaya
seringkali timbul sebagai akibat kendala baik dari sisi kapasitas diri
sumberdaya manusia maupun dari sisi kelembagaan (struktural). Dengan demikian
akses manusia untuk memanfaatkan pelbagai sumberdaya yan ada, pada dasarnya
dapat ditingkatkan melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan
kelembagaan sosial yang ada.
Konsekwensi
logis dari pembangunan suatu wilayah memerlukan suatu upaya terkoordinasi dalam
dimensi spasial (ruang) dan waktu tertentu melalui evaluasi sumberdaya wilayah,
yaitu: (1) sumberdaya alam; (2) sumberdaya buatan; (3) sumberdaya manusia; dan
(4) sumberdaya sosial. Dengan demikian perencanaan tata ruang diarahkan agar
dapat memaksimalkan interaksi antar aktivitas sosial ekonomi dengan
memperhatikan kapasitas fisik sumberdaya alam yang ada serta pertimbangan kurun
waktu perencanaannya.
Komponen-komponen
perencanaan tata ruang mencakup: (a) penetapan kawasan non budidaya (kawasan
konservasi); (b) penetapan kawasan budidaya dengan arahan distribusi pemusatan
aktivitas sosial ekonomi wilayah; (c) perencanaan infrastruktur guna
mengoptimalkan interaksi sosial ekonomi yang sinergis dan mengoptimalkan
kapasitas akses masyarakat lokal terhadap pemanfaatan sumberdaya wilayah; (d)
kurun waktu perencanaan.
Dengan
demikian arahan rencana strategis penyusunan tata ruang kawasan perlu
memperhatikan:
(a) Penyusunan
tata ruang yang menggambarkan keterkaitan kegiatan pembangunan dan pemanfaatan
sumberdaya alam yang dilakukan pada lahan atas, wilayah pesisir dan lautan;
(b) Penyusunan
tata ruang berdasarkan peruntukan lahan dan sumberdaya ;
(c) Penyusunan
tata ruang wilayah pembangunan intensif;
(d) Penyusunan
tata ruang harus memperhatikan kapasitas assimilasi (daya dukung lingkungan)
Perumusan
peluang pengembangan kegiatan. Untuk melakukan identifikasi peluang
pengembangan kegiatan, perlu dilihat beberapa hal:
(a) Status kawasan
baik yang ada didalam maupun diluar kawasan;
(b) Pengembangan
zona sebagai langkah untuk mengendalikan pelbagai kegiatan dikawasan;
(c) Potensi
sumberdaya manusia
Rancangan
program pengembangan. Rencana strategis yang implementatif perlu diikuti oleh
rancangan program yang sesuai dengan potensi, peluang pengembangan, arahan
kebijakan dan kebutuhan pembangunan. Dalam kaitan tersebut rancangan proram
pengembangan meliputi: tahapan pelaksanaan rancangan program pengembangan
dimana pada tahap ini ada beberapa hal yang menjadi dasar pertimbangan bagi
penyusunan prioritas rancangan program yang terkategori: (a) mendesak untuk
ditangani; (b) memberi dampak besar bagi pengembangan kegiatan lain: (c)
kesesuaian dengan rencana yang sudah ada; (c) pembagian satuan kawasan
pengembangan.
Rencana
strategis ini memiliki penyebaran kegiatan dengan konsep pengembangan sebagai berikut:
1. Identifikasi
sektor unggulan utama sebagai sektor yang akan dikembangkan. Sektor unggulan
ini saling berinteraksi dengan sektor unggulan penunjang lainnya;
2. Interaksi
sektor unggulan utama dan sektor unggulan penunjang terbuka juga interaksinya
dengan sektor-sektor lainnya didalam kawasan maupun diluar kawasan. Interaksi
yang berada didalam kawasan menjadi perhatian penting karena justru didalam
kawasan ini yang menjadi sentral pengembangan kegiatan.
3. Sektor non
unggulan juga perlu dipertimbangkan masuk kedalam sektor unggulan utama maupun
sektor unggulan penunjang. Sektor unggulan penunjang dimaksudkan untuk tetap
mengembangkan diri dan memanfaatkan peluang terhadap kebutuhan skala ekonomis
dari setiap kegiatan serta kebutuhan terhadap stabilitas pada aspek pemasaran
maupun pasokan. Jika ada konflif kebutuhan antar sektor, fungsi penunjangan
tetap diarahkan kepada sektor unggulan.
Berdasarkan penjelasan mengenai rencana startegis seperti yang dikemukakan diatas, maka rencana strategis meliputi beberapa rancangan program yang dapat meliputi beberapa rancangan, dimana pada setiap rancangan berisi mengenai pelbagai kegiatan yang dimulai dari melakukan kajian dan penelitian, membuat inventarisasi, menyusun suatu rencana induk kawasan; melakukan sosialisasi hasil penyusunan dokumen perencanaan, membuat dan menbangun pelbagai sarana dan prasarana, melakukan koordinasi dan kerjasama, meningkatkan koordinasi serta melakukan kegiatan evaluasi dan monitoring.
Untuk melakukan implementasi
rencana strategis, tahap berikutnya disusun zoning plan, management plan dan
action plan. Perencanaan ini disebut dengan renstra yang diharapkan menjadi
perangkat perencanaan pembangunan kawasan. Adapun posisi renstra pengembangan
kawasan disesuaikan dengan kerangka perencanaan yang berlaku ditingkat
Kabupaten/kota, propinsi dan nasional.
Rencana strategis pengembangan kawasan yang
telah disepakati oleh setiap stakeholder, secara formal akan digunakan oleh
masing-masing Bappeda di tingkat Kabupaten/kota sebagai bahan masukan untuk
penyusunan renstra dimasing-masing Kabupaten, penyusunan pola dasar,
Repelitada, dan Sarlitada, maupun didalam penyusunan rencana zonasi (Spatial
plan), rencana pengelolaan, serta rencana
implementasinya. Setiap stakeholder yang berkaitan dengan pengelolaan
kawasan secara informal diharapkan dapat dijadikan acuan sebagai kerangka
penyusunan perencanaan pengelolaan
secara terpadu.
Output rencana
strategis berupa matriks proses implementasi renstra berupa keterkaitan
komponen antara tujuan, renstra, rancangan program, penanggung jawab dan waktu
pelaksanaan kegiatan. Hal ini untuk memudahkan pelaksanaan dilapangan,
memudahkan pemantauan dan melakukan evaluasi. Disamping penyusunan matriks,
disusun pula rencana melakukan kaji ulang untuk pemantauan dan evaluasi.
Sebagai suatu
dokumen, penyusunan rencana strategis ini merupakan landasan dalam menentukan
dan menetapkan rencana strategis untuk kepentingan pengelolaan dan pelaksanaan
program-program yang terkait untuk mengoptimalkan pelbagai kegiatan pembangunan
yang memanfaatkan potensi wilayah pesisir dan lautan serta potensi lain yang
mendukung pengembangan kawasan. Agar dokumen tersebut dapat diimplementasikan
maka perlu disepakati oleh pelbagai pihak yang terkait dengan kurun waktu 10
tahun. Namun demikian, dokumen tersebut perlu terus diperbaruhi oleh setiap
yang menggunakannya.
1. Perencanaan strategis pengelolaan terpadu wilayah pesisir dan lautan merupakan pendekatan untuk memanfaatkan ruang bagi pelbagai kegiatan dan kepentingan agar effisien dan efektif dan tidak terjadi konflik kepentingan;
2. Pengidentifikasian
potensi unggulan dan penunjang merupakan panduan untuk merencanakan lebih
komprehensif berdasarkan skala prioritas;
3. Rencana
strategi sangat bermanfaat untuk dipergunakan sebagai arahan dan pedoman
pengisian ruang dalam jangka waktu 10 Tahun kedepan.
4. Kesepakatan
dari pelbagai pihak menajdi sangat penting untuk merencanakan, memanfaatkan dan
mengendalikan ruang.
Jacub Rais, Prof,
Dr, Ir, MSc. 1996. Pelatihan Perencanaan
dan Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu, Angkatan V, Pusat Penelitian
Linkungan Hidup Lembaga Penelitian IPB dengan Asian Development Bank dan Ditjen
PUOD, Bogor.
Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan lautan IPB dan Ditjen Bangda. 2000. Penyusunan
Perencanaan Strategis Pengelolaan Terpadu Wilayah Pesisir dan Lautan:
Pangandaran, Cilacap dan Banyumas, Jakarta : 64 - 80.
Robert Kay and
Jacqueline Alder. 1999. Coastal Planning and Management. E & FN Spon, Routledge,
New york.
Rokhmin
Dahuri. 2000. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Diktat
Kuliah, PS SPL 702-IPB, Bogor.
Soedjiran
Resosoedarmo, Prof. Dr, et al, 1993. Pengantar Ekologi. Remaja Rosdakarya
Offset, Bandung.