© 2001 Marjani Sultan
Posted 12 May 2001 [rudyct]
Makalah Falsafah Sains (PPs
702)
Program Pasca Sarjana / S3
Institut Pertanian Bogor
Dosen:
Prof Dr Ir Rudy C
Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
Prof Dr Ir Zahrial Coto
PENINGKATAN
PROFESIONALISME TENAGA KERJA PERIKANAN:
SUATU
PARADIGMA BARU DALAM MENYONSONG ERA GLOBALISASI
Oleh:
Marjani Sultan
P.26600006/TKL
E-mail: marsul2001@yahoo.com
1.1 Ruang Lingkup Perikanan
Perikanan berasal dari kata “ikan”. Secara umum ikan didefinisikan sebagai makhluk hidup yang ada dalam air dan bernafas dengan insang. Sedangkan secara ekonomi dapat diartikan semua biota yang ada dalam perairan. Ikan merupakan salah satu komoditi global yang memiliki kandungan protein hewani terlengkap dibandingkan dengan protein hewani lainnya. Meningkatnya kesadaran masyarakat global akan besarnya kandungan gizi pada ikan menyebabkan permintaan pasar sering tidak mencukupi. Nilai ekonomis komoditi perikanan yang menjanjikan prospek yang cerah , akan mengakibatkan pertumbuhan industri perikanan Indonesia meningkat pesat pada abad ke 21.
Sesuai dengan Undang-Undang Perikanan No.9 tahun 1985, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolan dan pemanfaatan sumberdaya ikan, dimana wilayahnya terdiri dari; perairan Indonesia,sungai, danau, waduk, rawa, genangan air lainnya dan Zona Ekonom Ekslusif Indonesia.
1.2 Hakekat
Profesianalisme
Negara-negara maju di dunia telah lama mengintensifkan peningkatan profesionalisasi dalam segala aspek kehidupan, yang oleh Beldstein (1978) menyebutnya gejala ini sebagai“the culture of professionalism”. Budaya seperti ini di Indonesia baru terlihat beberapa tahun terakhir terutama dalam bidang Industri, rekayasa, hukum, perbankan, maupun dalam bidang manajemen dan pendidikan (Fattah, H., 1996).
Hoy dan Miskel (1985), merumuskan 6 ciri professional yaitu :
(1) Berdasarkan pada keahlian teknikal yang diperoleh melalui pendidikan, training dan praktek yang intensif
(2) Memberikan pelayanan kepada klien
(3) Adanya norma-norma hubungan antara tenaga professional klien, misalnya bersikap objektif, impersonal dan tidak memihak
(4) Orientasi acuan kelompok antar anggota
(5) Memiliki struktur kontrol yang kuat terhadap kinerja
(6) Memiliki kode etik yang memandu aktivitas-aktivitasnya
Sedangkan menurut (Djoyonegoro, 1996), secara umum standart kemampuan professional yang dibutuhkan sektor industri di Amerika, Inggris, Australia dan Selandia Baru ditekankan pada 7 kompetensi, yaitu :
(1) Kemampuan untuk mengumpulkan, menganalisis dan menyusun informasi
(2) Kemampuan untuk berkomunikasi
(3) Kemampuan untuk merencanakan dan mengorganisir kegiatan
(4) Kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain dalam suatu tim kerja
(5) Kemampuan untuk menggunakan teknik dan logika matematika
(6) Kemampuan memecahkan masalah
(7) Kemampuan untuk memanfaatkan teknologi
Dengan demikian dapat dipahami bahwa budaya profesionalisme merupakan kebiasaan berfikir dan bertindak sekolompok masyarakat modern dengan mengorganisasikan perilakunya dimana mereka berada atau bekerja.
2. RASIONAL
Aspek Epistemologi
“Mau tidak mau, suka tidak suka, siap tidak siap kita segera masuk dalam sistem perdagangan bebas” demikian kutipan kalimat yang sering dilontarkan para pejabat ketika issue perdagangan bebas mulai muncul. Kini tahun globalisasi perdagangan dunia telah berada di pelupuk mata, namun Indonesia dengan “tenang”nya menanti kedatangan tahun tersebut. Kata globalisasi dalam kalimat di atas dapat diartikan “negara membuka pintu lebar-lebar bagi semua sektor perdagangan, kecuali hanya komoditi yang sangat khusus saja yang perlu dilindungi dan tidak termasuk perikanan (Saksono, A., 1998)
Dalam era globalisasi timbul berbagai kecendrungan yang berpengaruh terhadap kualitas sumberdaya manusia di masa depan. Kecenderungan ini dapat terlihat dengan adanya paradigma baru, yaitu keunggulan komparatif (tenaga kerja banyak dan murah, sumber kekayaan alam yang melimpah dan sebagainya) tidak lagi bisa memberi kepastian bagi kemajuan dan keunggulan kompetitif. Paradigma baru justru merujuk pada asumsi bahwa hanya bangsa-bangsa yang memiliki keunggulan kompetitif yang mengandalkan diri pada sumberdaya manusia yang berkualitas dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang akan berhasil meraih kemajuan dalam situasi global yang penuh dengan persaingan ketat.
Salah satu tolok ukur
kualitas sumberdaya manusia (sebagai tenaga kerja) dapat dilihat dari tingkat
pendidikannya. Hasil sensus
penduduk tahun 1990 menunjukkan bahwa 44,7 % tenaga perikanan tidak tamat SD, 31,5
% tamat SD, 9,2 % tamat SLTP, 12,2 %
tamat SLTA dan 2,4 % berpendidikan
diploma dan sarjana (Purwaka,T., 2000).
Selanjutnya dengan rendahnya tingkat pendidikan dari tenaga kerja dapat berpengaruh
terhadap kemampuan daya saing. Oleh
sebab itu, untuk memenangkan persaingan
global diperlukan usaha yang berkelanjutan dengan menciptakan budaya
profesionalisme yang handal.
3. VISI
MASA DEPAN PEMBANGUNAN PERIKANAN
Aspek Teleologi
Posisi geografis Indonesia yang terletak diantara dua benua, yakni Asia dan Australia, dimana luas perairannya 7,72 juta km2 dengan garis pantai terpanjang di dunia sekitar 81000 km dan taksiran potensi sumberdaya hayati sekitar 6,6 juta ton/tahun dengan tingkat pemanfaatan yang masih relatif rendah (Purwaka,T., 2000).
Melihat keunggulan komperatif (ekologis) di atas, maka visi pembangunan perikanan tahun 2020 hendaknya diarahkan pada “New Fishery Industrial Country”(Negara Industri Baru yang berbasis pada Industri Perikanan). Strategi pembinaan ditekankan pada pemetaan cluster komoditi unggulan sesuai potensi ekologis dan potensi sumberdaya manusia setiap kawasan dengan menggunakan manejmen profesional agar sumberdaya perairan dapat terkelolah secara optimal dan profesional.
4. STRATEGI
PENINGKATAN PROFESIONALISME
TENAGA KERJA PERIKANAN
Aspek Aksiologi
Secara epistemologis dalam pembahasan penentuan strategi dalam peningkatan profesionalisme tenanga kerja perikanan bertolak pada logika berpikir perencanaan strategis oleh Moran and Reisenberg, (1984) sebagai berikut:
Kenyataan menunjukkan, bahwa lemahnya kualitas tenaga kerja dalam penguasaan IPTEK perikanan, akan menjadi ancaman bagi percepatan pembangunan industri perikanan. Sebagaimana diketahuai dalam era globalisasi yang melanda dunia akan terjadi pergeseran nilai dari penjajahan politik beralih ke bentuk “science and technology imperialism”. Keunggulan Jepang dan Amerika dalam bidang science dan technology menyebabkan ketergantungan negara-negara berkembang terhadap kedua negara tersebut sangat tinggi, sehingga kedua negara tersebut dapat mendikte berbagai kepentingan negara lain yang dapat merugikan kepentingan nasionalnya. Bahkan perdagangan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini, masih saja tergantung dengan Singapura karena keunggulannya , menguasai sektor industri jasa dan pelayanan , termasuk jalur pemasaran Industri Perikanan Indonesia. Sedangkan Thailand yang penguasaan iptek perikanannya lebih unggul dari Indonesia, juga telah mengekspor tenaga kerja mereka ke Industri pengolahan hasil-hasil perikanan Indonesia.
Fenomena yang sangat memprihatinkan khususnya kualitas sumberdaya manusia perikanan, hendaknya diantisipasi dengan mengadakan “reformasi yang berkelanjutan” tentang pengelolaan pendidikan perikanan, maupun penyempurnaan berbagai instrumen lainnya yang kurang mendukung bagi peningkatan kesejahteraan nelayan dan petani ikan. Oleh sebab itu, paradigma pembangunan perikanan mendatang hendaknya lebih berorientasi pada “keunggulan kompetitif” dalam merebut pangsa pasar global, serta mengupayakan agar visi dan strategi sasaran pembinaan dilaksanakan dalam iklim kondusif guna terwujudnya New Fishery Industrial Country. Kecenderungan tersebut di atas, hendaknya diantisipasi dengan menciptakan pusat informasi perikanan global, dalam rangka peningkatan profesionalisme tenaga kerja pada sektor industri perikanan.
Bbeberapa hal yang dapat di lakukan dalam upaya meningkatkan profesionalisme tenaga kerja perikanan di masa datang sebagai berikut :
(1) Berupaya meningkatkan mutu luaran perguruan tinggi (program sarjana
dan diploma
perikanan) sebagai tenaga pemikir dan upper middle worker
(2) Memperbanyak dan memperkuat Sekolah Umum Perikanan Menengah
(SUPM) sebagai tenaga kerja penggerak di lapangan
(3) Meningkatkan dan memperluas peran Balai Pelatihan,dan institusi
terkait untuk menambah keterampilan tenaga kerja
(4) Meningkatkan dan memupuk rasa kecintaan pada profesi perikanan,
sebagai bagian utama dari profesionalisme
(5) Menciptakan kebijaksanaan ketenagakerjaan yang kondusif agar dapat
merangsang tumbuhnya tenaga kerja yang mandiri
(6) Memperluas kerjasama regional, nasional maupun internasional
dalam memacu kemampuan sumberdaya manusia dalam bidang perikanan
5. PENUTUP
Masalah utama yang di hadapi bangsa kita, khususnya dalam bidang perikanan dalam menghadapi era globalisasi (terutama pasar global) adalah rendahnya tingkat kualitas sumberdaya manusia. Kecenderungan ini menuntut kita agar lebih proaktif dalam meningkatkan profesionalime tenaga kerja dalam bidang perikanan. Hanya dengan tingkat kemampuan profesionalisme yang handal, dapat mempengaruhi budaya nelayan dan petani ikan dari sistem pengelolaan sumberdaya alam yang tradisonal menuju sistem pengelolaan yng lebih modern.
DAFTAR PUSTAKA
Bledstein, B.J., 1978. The Culture of Profesioalism. New York:W.W.Norton & Company.
Djoyonegoro, W., 1996. Visi dan Strategi Pembangunan Pendidikan untuk tahun 2020: Tuntutan Terhadap Kualitas,Depdikbud.
Fattah, H., 1996. Pokok-Pokok Pikiran Universitas Muslim Indonesia dalam peningkatan mutu luaran Fakultas Perikanan, Ujung Pandang.
Hoy, W.K., and Miskel., 1987. Educational Administration. New York, Random House.
Moran and Reisenberg., 1984. The Global Challenge, McGraw Hill Book Company,London.
Saksono, A., 1998. Kebijaksanaan Perikanan Nasional dan Persiapan Menyongsong Tahun 2003. Sarasehan Perikanan Nasional, IPB, Bogor.
Purwaka, T., 2000. Pembangunan Sumberdaya Manusia Dalam Kaitannya dengan Pelaksanaan Otonomi Pengelolaan Kelautan di Daerah. Seminar Sehari, IPB, Bogor.