Posted 6 June 2001

© 2001 M. Soebagio.                        

Makalah Falsafah Sains (PPs 702)  

Program Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

Juni 2001

 

Dosen:

Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

Prof Dr Ir Zahrial Coto

 

FILOSOFI PENGELOLAAN SUMBER DAYA PESISIR DAN LAUT DI KEPULAUAN SERIBU

 

Oleh:

M. Soebagio  
995237 SPL  
E-mail: soebagio@attglobal.net

 

A.  PENDAHULUAN

            Pembangunan merupakan proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia tidak terlepas dari aktivitas pemanfaatan sumber daya alam. Perubahan-perubahan yang terjadi tentunya akan memberikan pengaruh pada lingkungan hidup. Makin tinggi laju pembangunan, makin tinggi pula tingkat pemanfaatan sumber daya alam dan makin besar perubahan yang terjadi pada lingkungan.

            Kepulauan Seribu  yang terdiri dari pulau-pulau kecil[1] berjumlah 110 pulau berlokasi di teluk utara Jakarta merupakan aset yang mempunyai potensi besar untuk dimanfaatkan, namun bila diamati lebih jauh selama ini kawasan tersebut belum dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat kepulauan seribu. Adanya keterkaitan yang erat dan saling ketergantungan antara potensi sumberdaya kelautan dengan pulau-pulau kecil yang merupakan suatu kesatuan ekosistem yang baik secara internal kawasan maupun eksternal, serta adanya karakter  yang berbeda dengan wilayah daratan pulau besar, maka diperlukan pendekatan tersendiri dalam pemanfaatan pulau-pulau kecil yang lebih menitik beratkan kepada aspek fungsional.

            Pemanfaatan Kepulauan Seribu yang meliputi kawasan lahan daratan, pantai/pesisir dan perairannya sehingga semua kepentingan dapat terakomodasi dengan selaras baik dari aspek ekonomi/pemberdayaan masyarakat maupun aspek kelestarian lingkungan memerlukan perencanaan dan peraturan yang jelas, agar dapat dikelola dengan baik untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat setempat. Disamping itu diperlukan konsistensi menunjang pelestarian dan peningkatan kualitas lingkungan kawasan yang membentuk nilai (value) kawasan sebagai aset Nasional yang berharga, yang pada ujungnya akan turut memberikan kontribusi langsung yang berarti bagi kehidupan dan kesejahteraan penduduk kawasan tersebut.

 

B.  POTENSI SUMBERDAYA ALAM DAN KAITANNYA
      DENGAN KESEJAHTERAAN RAKYAT

Wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu yang terdiri dari gugusan-gugusan pulau yang kesemuanya berjumlah 110 pulau yang peruntukkannya adalah antara lain lihat  tabel di bawah ini :

 

TABEL 1.   PENENTUAN PERUNTUKAN KAWASAN KEPULAUAN SERIBU
S.K. GUBERNUR NO. 1714 TAHUN 1989, PERDA NOMOR : 11 TAHUN 1992

 

No

 

PERUNTUKAN

JUMLAH PULAU

LUAS

 

 

 

Ha

%

1

Rekrerasi dan Pariwisata

45

403,46

44,35

2

Perumahan

9

189,44

20,82

3

PHB

 

 

 

 

a.Perikanan

1

11,25

1,24

 

b.Air Strip

1

12,92

1,42

 

c.Fasilitas Pendukung

   Penambangan

1

12,92

1,42

 

d.Pos Kamla

1

37,70

4,14

 

e.Perambuan LL

5

29,12

3,20

 

f.Pusat Pemerintahan

1

6

0,66

 

g.Wisma Kepresidenan

1

37,70

4,14

 

h.Penelitian Laut

3

3,08

0,34

4

PHU

 

 

 

 

a.Cagar Alam

15

127,41

14,00

 

b.Penghijauan

27

38,8

4,26

 

JUMLAH

110

909,80

99,99

 

Kawasan Kepulauan Seribu cukup memiliki aneka ragam potensi yang dapat dikembangkan,sejauh ini memiliki 45 pulau yang diunggulkan dan memiliki potensi untuk dikembangkan dan dioptimalkan sebagai asset kegiatan pariwisata yang dapat memberikan dampak secara berarti bagi pemeliharaan dan peningkatan kualitas kawasan dan kesejahteraan masyarakat.

Selain itu kawasan ini memiliki peninggalan sejarah (Pulau Onrust dan Pulau Bidadari) yang dapat didayagunakan untuk kegiatan pariwisata dan dapat dijadikan asset ekonomi kawasan yang bernilai.

Dalam kawasan ini ada 15 pulau yang ditetapkan sebagai pulau yang diperuntukkan cagar alam. Bersama dengan kawasan yang juga berstatus sebagai Taman Nasional Laut (TNL), usaha preservasi dan konservasi kawasan Kepulauan Seribu merupakan usaha yang mendukung, tidak saja untuk kepentingan Nasional, tetapi juga untuk kepentingan dunia Internasional, terutama dunia ilmu pengetahuan Internasional.

Pemanfaatan kekayaan dan hasil laut dalam kegiatan budidaya hasil laut,seperti perikanan, rumput laut, dan lain sebagainya; merupakan potensi unggulan yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi.

Pengolahan dan pendayagunaan secara optimal, dengan tetap mengutamakan dan berorientasi pada keseimbangan lingkungan, belum sepenuhnya terselenggara dan terwujud untuk dapat memberikan konstribusi yang berarti.  Selektivitas terhadap kegiatan eksploitasi dan produksi hasil laut yang tidak berdampak pada kerusakan lingkungan perludiatur dan ditetapkan secara jelas dan tegas.

Pada saat ini terselenggara exploitasi sumber daya alam dalam bentuk kegiatan pertambangan minyak, gas bumi dan pasir laut lepas pantai dikawasan ini (P.Pabelokan) dan kawasan Kepulauan Seribu yang mempunyai 450 sumur yang terdiri dari 65 anjungan produksi seperti yang terdapat dalam Tabel  di bawah ini :

 

Tabel  2.  Sumber Daya Alam Di Kepulauan Seribu

JENIS

POTENSI KANDUNGAN

PRODUKSI

Minyak Bumi

 

Gas Bumi

 

PasirLaut

588 JutaBarrel

 

1.767 Milyard Barrel (BSCF)

 

4,3 Milyard M3

74.718.505 Barrel

 

192.228.670 (MSCF)

 

17.000.000 M3

 

Tidak tertutup kemungkinan kelak akan ditemukan sumber-sumber daya alam yang lain yang merupakan kekayaan kawasan ini.  Umumnya kegiatan exploitasi sumber daya alam mengandung resiko kegiatan dan cara/tindakan yang berpotensi merusak atau memberikan dampak negatif terhadap lingkungan.

Usaha pencegahan secara dini perlu diselenggarakan oleh pihak berwenang (pengelola kawasan).  Di sisi yang lain, kegiatan exploitasi sumber daya alam juga melahirkan kegiatan-kegiatan penyerta yang memberikan dampak positif secara ekonomis kepada masyarakat/penduduk kawasan.

Seperti yang saat ini terselenggara di P. Pabelokan, perlu diselenggarakan pengaturan kegiatan pendukung logistik kegiatan exploitasi beserta kebijakan pengaturan penetapan lokasi kantong-kantong logistik (logistic base area)

Pada dasarnya potensi yang dimiliki kawasan seperti yang diuraikan, merupakan keunggulan komperatif, yang dapat dijadikan peluang untuk menghasilkan sesuatu, dalam hal ini manfaatnya bagi kawasan dan penduduk pada tingkat yang paling dasar, dan manfaatnya bagi Negara Indonesia dalam lingkup yang lebih luas.

Untuk menjadi aset ekonomi yang berharga, keunggulan komperatif saja tidak cukup. Kawasan ini harus dibangun juga untuk menjadi kawasan yang memiliki keunggulan bersaing (competitive advantage) untuk menjadi aset yang memiliki kekuatan ekonomi yang strategis dan berarti.

Dalam rangka menjadikan kawasan sebagai asset ekonomi yang bernilai tinggi, kemampuan dan kekuatan riil kawasan harus dibangun dan dikembangkan secara terus menerus dan secara strategis dimanfaatkan untuk :

Pada saat ini kawasan Kepulauan Seribu telah memiliki fasilitas Air Strip yang terletak di P. Panjang Besar. Fasilitas ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai alternatif transportasi, selain transportasi laut yang perlu ditingkatkan, untuk mengatasi kesulitan aksesibitas kawasan yang dapat menunjang kegiatan Pariwisata.

Karena kehidupan masyarakat yang sederhana dengan mata pencahariannya sebagai nelayan serta membudi-dayakan rumput laut, oleh karena itu kegiatan pembangunan selalu diarahkan dan dilaksanakan secara terpadu dengan menitik beratkan kepada swadaya gotong royong masyarakat serta menumbuh-kembangkan partisipasi aktif masyarakat. Namun demikian karena wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu juga merupakan daerah pariwisata yang didukung oleh pulau-pulau yang sangat indah yang merupakan potensi pariwisata yang sangat dominan, untuk itu diharapkan masyarakat wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu dapat menjadimitra pembangunan pariwisata dengan pengelola resort pariwisata diwilayahnya, sehingga satu sama lain saling kondusif (saling mendukung) baik itu tenaga kerjanya maupun situasi keamanannya.

1.   Kondisi Sumber Daya Alam

Wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu dimana potensi alam yang merupakan primadona dari seluruh kehidupan perekonomian yang ada, terdiri dari:

      a.   Potensi Budidaya Laut

            Karena wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu merupakan daerah yang sebagian besar terdiri dari pulau-pulau yang dikelilingi oleh laut yang sumber kandungan didalamnya merupakan potensi yang tidak ada habis-habisnya, namun demikian perlu adanya pembinaan kedepan dalam rangka diversifikasi hasil serta tidak menggangu lingkungan, perlu ditata lebih baik. Pemanfaatan potensi budidaya laut ini tentunya perlu adanya peraturan-peraturan yang mendukung didalam kerangka dinamika kehidupan perekonomian masyarakat yang semakin dinamis sehingga peraturan-peraturan itu dapat melindungi potensi-potensi alam yang ada serta mampu memelihara potensi tersebut.

Jumlah petani ikan yang merupakan pelaku budidaya laut di Kepulauan Seribu adalah 2.363 orang. Para petani ikan tersebut pada umumnya melakukan budidaya rumput laut dan kerang hijau, sehingga jumlah produksi budidaya laut tersebut adalah 151.228.000 kg/tahun kerang hijau dan 400.000 kg/bulan rumput laut. Di pihak lain ada juga petani ikan yang melakukan budidaya ikan baronang dan teripang

            Selain budidaya perikanan, penangkapan ikan juga merupakan sektor yang perlu diperhatikan. Di Kepulauan Seribu terdapat 4.464 nelayan dengan 1.165 buah kapal motor. Alat tangkap yang dimiliki terdiri dari sembilan jenis alat tangkap yang berjumlah 2.527 unit. Dengan menggunakan alat tangkap tersebut, hasil tangkapan ikan dijual dalam bentuk segar ke beberapa TPI. Untuk lebih meningkatkan nilai tambah, ikan segar tersebut dapat diolah lebih lanjut dalam bentuk yang bernilai ekonomis.

      b.   Potensi Pariwisata

                  Karena wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu merupakan daerah pulau-pulau yang sangat indah perkembangan potensi pariwisata sangat pesat dari 45 pulau pariwisata diantaranya yang sudah operasional 11 pulau pariwisata, dimana pulau pariwisata tersebut dikelola oleh pengelola resort pariwisata baik itu berbentuk badan hukum maupun pribadi

      c.   Potensi Pertambangan

                  Pada saat ini sumberdaya alam yang berbentuk minyak, gas bumi dan pasir laut dikawasan Kepulauan Seribu merupakan sumber potensi yang sangat banyak, yaitu dipulau Pabelokan yang mempunyai 450 sumur dan terdiri dari 65 anjungan produksi. 

2.   Kondisi Sumber Daya Manusia (SDM)

            Melihat masyarakat wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu yang jumlah penduduknya 17.441 jiwa dimana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian nelayan yaitu 4.464 jiwa dan sebagian besar lagi bervariasi, namun demikian perlu kiranya SDM tersebut dimanfaatkan menjadi mitra pendukung pembangunan industri pariwisata.

            Secara realistis kemampuan SDM di Kepulauan Seribu sangat lemah, baik dari segi pengetahuan, ketrampilan, mentalitas bisnis, maupun intuisi bisnis. Jumlah penduduk yang bermata pencarian sebagai wiraswasta hanya ada   11,85 %. Hal ini  semakin menunjukkan bahwa kemampuan kewirausahaan dan manajemen serta kemampuan penguasaan dan pemanfaatan teknologi bagi  masyarakat Kepulauan Seribu masih rendah.

3.   Kondisi Pengelola Resort Pariwisata

            Pada saat ini perkembangan kunjungan turis asing maupun domestik sangat menurun ini menunjukkan keadaan yang tidak mendukung perkembangan pariwisata di Kepulauan Seribu.  Namun demikian kelihatannya ada kiat-kiat khusus yang dilaksanakan oleh sebagian kecil pengelola resort pariwisata tersebut dengan menampilkan ciri-ciri khas yang berbeda didalam tampilan atau profilnya.  Baik itu dari fasilitas yang ada maupun fasilitas rekreasi lainnya seperti halnya dipulau putri ada semacam Sea World yang sangat menarik yaitu aquarium dibawah laut yang sangat baik untuk penelitian maupun daya tarik untuk pariwisata.  Daya tarik inilah yang harus ditonjolkan oleh pengelola resort pariwisata sehingga dapat menarik kembali turis-turis asing supaya datang ke Indonesia.  

            Kondisi geografis dan penyebaran letak gugusan pulau-pulau menjadikan kesulitan tersendiri dalam menyelenggarakan kegiatan program-program pembangunan dan pengembangan wilayah. Demikian pula penyelenggaraan tugas-tugas pelayanan masyarakat, kepemerintahan dan kepamongan, terutama yang harus dilaksanakan dan diselenggarakan oleh para pejabat dan pamong dari pemerintahan Kotamadya Jakarta Utara.

            Untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan seperti tersebut di atas, selain diperlukan usaha dan penyediaan waktu secara khusus,efek biaya yang ditimbulkan juga relatif lebih mahal dibandingkan dengan penyelenggaraan tugas-tugas yang serupa untuk kawasan lain diwilayah Kodya Jakarta Utara.  Terbatasnya angkutan dan transportasi laut dari dan ke Kepulauan Seribu yang tersedia pada saat ini semakin menjadikan aksesibilitas kawasan ini memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi.

            Terbatasnya fasilitas yang dapat dinikmati penduduk lokal, lingkungan tempat tinggal yang belum tertata dengan baik, serta kegiatan-kegiatan sosial ekonomi masyarakat kawasan maupun kegiatan ekonomi lain yang berada dalam kawasan, seperti kegiatan pariwisata yang sampai saat ini belum memberikan dampak yang berarti bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat kawasan, merupakan salah satu akibat langsungdari kesulitan di atas.

            Akibat lain dari kesulitan aksesibilitas yang dimiliki kawasan Kepulauan Seribu pada saat ini adalah munculnya masalah-masalah lingkungan seperti  pengambilan karang dan pasir laut oleh masyarakat dan pemilik pulau, reklamasi pulau gosong/karang, pengerugan pantai dan perairan dangkal, perburuan ikan hias dengan potassium, pengambilan air tanah dangkal, penyadapan pasir laut, pendirian bangan-bagan secara sporadis, pencarian harta karun secara liar, penggunaan/pemanfaatan pulau yang tidak sesuai dengan peruntukkan dan lain sebagainnya.

            Kesulitan aksesibilitas kawasan memang bukan penyebab tunggal dari masalah-masalah lingkungan yang muncul seperti tersebut di atas, tetapi sebagai salah satu faktor penyebab berpengaruh cukup dominan dan semakin memperparah. Faktor lain sebagai penyebab dan berkombinasi dengan faktor aksesibilitas adalah faktor-faktor : belum terlaksananya Studi Amdal, peraturan dan produk-produk hukum yang ada kurang mendukung untuk pengamanan dan penyelamatan lingkungan kawasan dan komitmen semuapihak yang terkait dan berwenang untuk menegakkan peraaturan dan ketetapan yang telah dibuat.

Seandainya dilakukan penyederhanaan hubungan sebab akibat dengan menempatkan kesulitan aksesibilitas kawasan sebagai faktor tunggal (single factor) penyebab.

            Selanjutnya faktor komitmen semua pihak terkait untuk menegakkan peraturan dan ketetapan yang telah dibuat (dengan asumsi semua peraturan dan prosuk hukum yang ada telah cukup mendukung, yang dirancang dan disusun berdasarkan hasil Studi Amdal[W1] 

 yang valid) ditempatkan sebagai akibat.  Dengan pengandaian dan penempatan seperti di atas, maka seolah-olah akan terselenggara hubungan sebab-akibat yang akan  memudahkan pencarian solusi.

            Hubungan sebab akibat seperti tersebut menyatakan bahwa faktor komitmen sebagai akibat akan terselesaikan bila masalah aksesibilitas kawasan terselesaikan.

Kenyataan praktis pada umumnya, hubungan semacam tersebut di atas tidak sempurna (valid), yang secara otomatis akan terselenggara  Terselesaikannya masalah aksesibilitas kawasan tidak menjamin terselenggaranya komitmen semua pihak yang mendukung untuk dapat terwujud, berangkat dari kesamaan visi yang membentuk kesamaan persepsi semua pihak yang berpijak pada landasan kemauan dari tingkat yang paling tinggi (Will) tertuang dalam rumusan kebijaksanaan strategis untuk pengembangan, pembangunan, pengamanan dan penyelamatan lingkungan kawasan.

            Disini rumusan kebijakan strategis merupakan pokok awal yang menentukan dalam mekanisme operasional pembentukan komitmen.  Teratasinya kesulitan aksesibilitas kawasan hanya merupakan faktor pendukung teknis yang menunjang kemudahan dan kelancaran operasional untuk mewujudkan komitmen yang telah terbentuk. Pembentukan komitmen merupakan suatu proses yang cukup kompleks.

            Secara spesifik harus ada pihak yang bersedia dan berkemauan untuk memulai dan mengambil inisiatif, yang secara khusus memfokuskan usaha untuk membuat sehingga terselenggara dengan menempatkan segala yang terkait sebagai prioritas kerjanya.

            Merujuk kepada situasi dan kondisi kawasan pada saat ini dan menyimak atas semua masalah lingkungan yang telah terjadi, dengan menempatkan kesemuanya sebagai indikasi, dapat didimpulkan bahwa kekurangan-kekurangan yang tidak mendukung pembentukan komitmen yang dibutuhkan telah terjadi.  Usaha yang saat ini sedang dilakukan oleh Kodya JakartaUtara merupakan usaha terobosan untuk mengejar ketertinggalan yang telah terjadi.

            Keterbatasan air bersih merupakan salah satu faktor yang membatasi (constraint) kawasan Kepulauan Seribu. Keterbatasan ini membentuk keterbatasan daya dukung kawasan yang harus dijaga dan dikendalikan dalam rangka pelestarian keseimbangan lingkungan. Meskipun keterbatasan air bersih ini merupakan sesuatu yang telah ditetapkan alam (given), tetapi dalam usaha pengendalian dan pengelolaan kawasan harus ditempatkan sebagai suatu tantangan yang harus diatasi.  Pemilihan dan penerapan teknologi yang tepat guna yang sesuai dan mendukung usaha pelestarian keseimbangan lingkungan merupakan salah satu alternatif untuk menjawab tantangan ini.

 C.  PRINSIP-PRINSIP PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM YANG
       BERKELANJUTAN

      Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung atau tidak langsung turut memperkaya kehidupan kita. Sukar untuk dibayangkan bagaimana kehidupan manusia seandainya pengetahuan itu tidak ada, sebab pengetahuan merupakan sumber jawaban bagi berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan. Tiap jenis pengetahuan pada dasarnya menjawab jenis pertanyaan tertentu yang diajukan. Oleh sebab itu agar kita dapat memanfaatkan segala jenis pengetahuan secara maksimal, maka harus kita ketahui jawaban apa saja yang mungkin bisa diberikan oleh suatu pengetahuan tertentu.

Pada dasarnya terdapat dua cara yang pokok bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Yang pertama adalah mendasarkan diri pada rasio dan yang kedua mendasarkan diri pada pengalaman. Kaum rasionalis mengembangkan paham apa yang kita kenal dengan rasionalisme. Sedangkan mereka yang mendasarkan diri pada pengalaman mengembangkan paham yang disebut empirisme.

Kaum rasionalis mempergunakan metode deduktif dalam menyusun pengetahuannya. Premis yang dipakai dalam penalarannya didapatkan dari ide yang menurut anggapannya jelas dan dapat diterima. Ide ini menurut mereka bukanlah ciptaan pikiran manusia. Prinsip itu sendiri sudah ada jauh sebelum manusia berusaha memikirkannya. Fungsi pikiran manusia hanyalah mengenali prinsip tersebut yang lalu menjadi pengetahuannya. Prinsip itu sendiri sudah ada dan bersifat apriori dan dapat diketahui oleh manusia lewat kemampuan berfikir rasionalnya. Pengalaman tidaklah membuahkan prinsip dan justru sebaliknya, hanya dengan mengetahui prinsip yang didapat lewat penalaran rasional itulah maka kita dapat mengerti kejadian-kejadian yang berlaku dalam alam sekitar kita. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ide bagi kaum rasionalis adalah bersifat apriori dan pra pengalaman yang didapatkan manusia lewat penalaran rasional.

Berlainan dengan kaum rasionalis maka kaum empiris berpendapat bahwa pengetahuan manusia itu bukan didapat lewat penalaran rasional yang abstrak namun lewat pengalaman yang kongkret. Gejala-gejala alamiah menurut  anggapan kaum empiris adalah bersifat kongkret dan dapat dinyatakan lewat tangkapan pancaindera manusia. Gejala itu kalau kita telaah  lebih lanjut mempunyai bebera karakteristik tertentu umpamanya saja terdapat pola yang teratur mengenai suatu kejadian tertentu. Suatu benda padat kalau dipanaskan akan memuai. Langit mendung diikuti dengan turunnya hujan. Demikian seterusnya dimana pengamatan kita akan membuahkan pengetahuan mengenai berbagai gejala yang mengikuti pola-pola tertentu. Disamping itu kita melihat adanya karakteristik lain yakni adanya kesamaan dan pengulangan umpamanya saja bermacam-macam logam kalau kita panaskan akan memuai. Hal ini memungkinkan kita untuk melakukan suatu generalisasi dari berbagai kasus yang telah terjadi. Dengan mempergunakan metode induktif maka dapat disusun pengetahuan yang berlaku secara umum lewat pengamatan terhadap gejala-gejala fisik yang bersifat individual.

Di samping rasionalisme dan empirisme masih terdapat cara untuk mendapatkan pengetahuan yang lain. Yang penting untuk kita ketahui adalah intuisi dan inspirasi. Sampai sejauh ini, pengetahuan yang didapatkan secara rasional maupun secara empiris, kedua-duanya merupakan induk produk dari sebuah rangkaian penalaran. Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Seseorang yang sedang terpusat pikirannya pada suatu masalah tiba-tiba saja menemukan jawaban atas permasalahan tersebut. Tanpa melalui proses berfikir yang berliku-liku tiba-tiba saja dia sudah sampai di situ. Jawaban atas permasalahan yang sedang dipikrkan muncul dibenaknya bagaikan kebenaran yang membukakan pintu. Atau bisa juga, intuisi ini bekerja dalam keadaan yang tidak sepenuhnya sadar, artinya jawaban atas suatu permasalahan ditemukannya tidak ada waktu orang tersebut secara sadar sedang menggelutnya. Suatu masalah yang sedang kita pikirkan, yang kemudian kita tunda karena menemui jalan buntu, tiba-tiba saja muncul dibenak kita yang lengkap dengan jawabannya. Kita merasa yakin bahwa memang itulah jawaban yang kita cari namun kita tidak bisa menjelaskan bagaimana caranya kita sampai ke sana.

            Intuisi bersifat personal dan tidak bias diramalkan. Sebagai dasar untuk menysusun pengetahuan secara teratur maka intuisi ini tidak bisa diandalkan. Pengetahuan intuitif dapat dipergunakan sebagai hipotesis bagi analisis selanjutnya dalam menentukan benar tidaknya pernyataan pernyataan yang dikemukakannya. Kegiatan intuitif dan analitik bisa saling bekerja saling membantu dalam menemukan kebenaran. Bagi Maslow intuisi ini merupakan pengalaman puncak (peak experience) sedangkan bagi Nietzsche merupakan inteligensi yang paling tinggi.

Tuhan telah memberikan kekayaan alam yang tidak ternilai harganya bagi manusia. Sebagai ungkapan rasa syukur atas pemberian tersebut manusia berupaya untuk menjaga apa yang telah diberikan kepadanya. Dengan pengetahuan yang dimiliki baik yang berasal dari pemikiran, pengalaman, intuisi dan wahyu yang diamati secara cermat. Tetapi pengamatan indera tidak dapat ditetapkan apa yang subyektif dan apa yang obyektif. Jika kesan subyektif dianggap sebagai kebenaran, hal itu mengakibatkan adanya gambaran-gambaran yang kacau di dalam imajinasi. Segala pengetahuan dimulai dengan gambaran-gambaran inderawi. Gambaran tersebut kemudian ditingkatkan hingga sampai kepada tingkatan yang lebih tinggi, yaitu pengetahuan rasional dan pengetahuan intuitif.

            Akal sehat dan cara coba-coba mempunyai peranan penting dalam usaha manusia untuk menemukan penjelasan mengenai berbagai gejala alam. Ilmu dan filsafat dimulai dengan akal sehat sebab tak mempunyai landasan permulaan lain untuk berpijak. Tiap peradaban betapapun primitifnya mempunyai kumpulan pengetahuan yang berupa akal sehat. Randall dan Buchler mendefinisikan akal sehat sebagai pengetahuan yang diperoleh lewat pengalaman secara tidak sengaja yang bersifat sporadis dan kebetulan.

            Manusia berupaya mengelola kekayaan sumberdaya alam yang berlimpah. Berbagai pengetahuan yang berkaitan dengan pengelolaan pesisir secara bertahap dikembangkan untuk menata kawasan pesisir dan laut. Obyek telaahnya terbatas kepada fenomena empirik yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh pancaindera manusia. Pengetahuan keilmuan mengenai obyek empiris ini pada dasarnya merupakan abstraksi atau penyederhanaan realitas. Abstraksi perlu dilakukan karena pada hakikatnya kejadian alam (termasuk sosial) adalah kompleks, banyak melibatkan berbagai faktor. Hal terpenting dari pengelolaan sumberdaya alam adalah agar kekayaan tersebut dapat digunakan secara baik dan berkelanjutan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat pesisir.

            Sumberdaya pesisir dan lautan saat ini berada dalam suatu eksploitasi yang perlu dipertimbangkan (mendapat perhatian) pemerintah. Peranan produksi perikanan laut, minyak dan gas bumi semakin penting baik untuk memenuhi kebutuhan ekspor maupun domestik. Bahan-bahan mineral yang ditambang di wilayah pesisir meliputi timah boksit, nikel, besi, pasir dan krakal. Sumberdaya lainnya yang dipanen adalah agar-agar, krustase, moluska, ikan hias, binatang karang dan hasil-hasil dari hutan bakau. Rekreasi dan wisata laut juga berkembang pesat. Wilayah laut juga selalu aktif dengan adanya pelayaran dan perdagangan.

            Sebagai akibat dari peningkatan eksploitasi sumberdaya pesisir dan lautan, permasalahan lingkungan akibat pencemaran dan sumber perusak lingkungan lainnya semakin menjadi hal yang umum. Namun perhatian terhadap pencemaran minyak juga meningkat akibat aktifitas pengeboran minyak dan gas lepas pantai dan jalur tanker berat. Beberapa faktor yang mengakibatkan pengrusakan lingkungan di wilayah pesisir meliputi pemukiman yang berakibat penggundulan hutan dan erosi daratan; pengembangan pertanian seperti praktek penebangan dan pembakaran hutan; konvensi wilayah pasang surut menjadi persawahan dan budidaya perikanan; rekreasi dan wisata; konstruksi pelabuhan dan infrastruktur pesisir lainnya; dan kebutuhan untuk bahan-bahan industri yang diambil dari terumbu karang, hutan bakau dan pasir. Kegiatan di daratan yang juga mempengaruhi wilayah pesisir seperti erosi daratan akibat aliran dari kegiatan kehutanan dan pertanian yang tidak semestinya. Limbah domestik dan industri dari daratan juga memberi kontribusi terhadap kerusakan lingkungan di wilayah pesisir.

            Meningkatnya kebutuhan akan makanan, energi, bahan-bahan mentah untuk industri, dan lapangan pekerjaan untuk generasi muda serta pengembalian hutang luar negeri, mengakibatkan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan Indonesia akan semakin meningkat. Oleh karena itu praktek pengelolaan lingkungan yang canggih sangat mendesak dibutuhkan untuk menjamin penggunaan/pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan di sektor pesisir dan lautan.

            Pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu merupakan pengelolaan pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan (enviromental services) yang terdapat di kawasan pesisir; dengan cara  melakukan penilaian menyeluruh (comprehensive assessment) tentang kawasan pesisir beserta sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang terdapat di dalamnya, menentukan tujuan dan sasaran pemanfaatan, dan kemudian merencanakan serta mengelola segenap kegiatan pemanfaatannya; guna mencapai pembangunan yang optimal dan berkelanjutan. Proses pengelolaan ini dilaksanakan secara berkelanjutan dan dinamis dengan mempertimbangkan segenap aspek sosial ekonomi budaya dan aspirasi masyarakat pengguna kawasan pesisir (stakeholders) serta konflik kepentingan dan konflik pemanfaatan kawasan yang mungkin ada[2]. Untuk itu perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1.   Wilayah pesisir adalah suatu sistem sumberdaya (resource system) yang unik, yang memerlukan pendekatan khusus dalam merencanakan dan mengelola pembangunannya

      Ekosistem yang terdapat di wilayah pesisir seperti hutan mangrove, terumbu karang dan padang lamun, berbeda dengan ekosistem apapun yang ada di kawasan lahan atas (terrestrial). Ketiga ekosistem tersebut sangat produktif dan satu sama lain saling terkait secara ekologis. Oleh karena itu, pendekatan perencanaan dan pengelolaan yang biasa diterapkan di ekosistem daratan (lahan atas) maupun laut lepas, harus dimodifikasi atau disesuaikan lebih dahulu sesuai dengan karakteristik dan dinamika wilayah pesisir

2.   Air merupakan faktor kekuatan penyatu (the major integrating force) dalam ekosistem wilayah pesisir

      Oleh karena wilayah pesisir merupakan kawasan peralihan antara ekosistem laut dan daratan, maka setiap aspek dari pengelolaan wilayah pesisir dan lautan baik secara langsung maupun tidak langsung selalu berhubungan dengan air

3.   Tata ruang daratan dan lautan harus direncanakan serta dikelola secara terpadu

      Antar ekosistem dalam wilayah pesisir secara ekologis saling terkait. Oleh karena setiap perubahan bentang daratan dan dampak negatif lainnya yang terjadi di ekosistem daratan pada akhirnya akan berdampak terhadap ekosistem pesisir.

4.   Daerah perbatasan antara laut dan darat hendaknya dijadikan fokus utama (focal point) dalam setiap program pengelolaan wilayah pesisir

      Di daerah perbatasan ini konflik pemanfaatan ruang dan sumberdaya pesisir antar para pengguna (coastal resources users) berlangsung hebat. Meskipun batas wilayah pengelolaan suatu wilayah pesisir dari perspektif perencanaan biasanya sangat luas, tetapi untuk batas pengelolaan wilayah pesisir secara operasional di fokuskan hanya di daerah perbatasan ini.

5.   Batas suatu wilayah pesisir harus ditetapkan berdasarkan pada isu dan permasalahan yang hendak dikelola serta bersifat adaptif

      Batas wilayah pesisir untuk pengelolaan pesisir harus ditetapkan agar dapat menangkap dan memecahkan semua isu serta permasalahan yang ada. Mengingat permasalahan pembangunan wilayah pesisir biasanya sangat beragam dan kompleks, maka batas pengelolaan wilayah pesisir juga bervariasi.

6.   Fokus utama dari pengelolaan wilayah pesisir adalah untuk mengkonversi sumberdaya milik bersama (common property resources)

      Meskipun program pengelolaan wilayah pesisir juga mencakup pengendalian terhadap perseorangan dan aktivitas perorangan, tujuan utama dari pengelolaan wilayah pesisir adalah memperhatikan sumberdaya milik bersama di bagian yang tergenang air dari pantai seperti perairan pantai, terumbu karang atau hutan bakau. Pengelolaan sumberdaya milik bersama merupakan salah satu tugas utama pemerintah dan masyarakat yang terkadang menerima prioritas yang terlalu rendah.

7.   Pencegahan kerusakan akibat bencana alam dan konservasi sumberdaya alam harus dikombinasikan dalam satu program pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu

      Program pengelolaan wilayah pesisir dan laut adalah alat terbaik untuk pencegahan bencana alam yang menimpa wilayah pesisir dan konservasi sumberdaya. Seperti banyak perencana dan manajer berpengalaman telah mengetahui, bahwa tehnik pengelolaan yang sesuai  untuk konservasi sumberdaya alam pesisir seringkali berfungsi ganda untuk melindungi lahan pesisir serta sarana dan prasarana yang ada di atasnya dari amukan gelombang dan badai.

8.   Semua tingkat pemerintahan dalam suatu negara harus diikutsertakan dalam perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir

      Wilayah pesisir danb sumberdaya yang ada di dalamnya merupakan hal yang kompleks, sebab banyak pihak terkait dalam pembagian hak atas hukum dan jumlah sumberdaya milik bersama yang terlibat. Oleh karena itu, aktivitas pengelolaan wilayah pesisir dan lautan membutuhkan keterlibatan semua tingkat pemerintahan, mulai dari tingkat nasional hinga tingkat pemerintah daerah.

9.   Pendekatan pengelolaan yang disesuaikan dengan sifat dan dinamika alam adalah tepat dalam pembangunan wilayah pesisir

      Pendekatan yang paling efektif dalam pembangunan pantai dan rekayasa pantai (coastal engineering) adalah disesuaikan dengan kekuatan alam atau beradaptasi dengan kekuatan-kekuatan tersebut. Pendekatan ini disebut pendekatan nature synchonous atau design with nature.

10. Evaluasi manfaat ekonomi dan sosial dari ekosistem pesisir serta partisipasi masyarakat dalam program pengelolaan wilayah pesisir

      Program pengelolaan pesisir membutuhkan partisipasi masyarakat yang setinggi mungkin dan setepat mungkin. Masyarakat yang hidup di sepanjang pantai dan telah memanfaatkan sumberdaya secara tradisional kemungkinan dapat terpengaruh oleh peraturan dan prosedur baru. Karena itu mereka harus diikutsertakan dalam pembentukan kebijaksanaan pesisir yang baru dan aturan terhadap pemanfaatan sumberdaya, jika aturan tersebut dibuat untuk mendukung kemajuan bagi masyarakat.

11. Konservasi untuk pemanfaatan yang berkelanjutan adalah tujuan utama dari pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir

      Salah satu dasar pemikiran pengelolaan pesisir ialah sumber daya dapat pulih di perairan pesisir harus dikelola untuk menghasilkan keuntungan dalam jangka waktu panjang dan berkelanjutan. Pemanfaatan yang berkelanjutan adalah alternatif dari pengurangan sumberdaya yang terkait dengan eksploitasi besar-besaran untuk keuntungan jangka pendek.

12. Pengelolaan multiguna (multiple uses) sangat tepat digunakan untuk semua sistem sumberdaya wilayah pesisir.

      Konsep multiguna membutuhkan semua pemanfaatan yang aktual dan potensial bagi semua pemanfaatan sumberdaya, ditentukan sedemikian rupa hingga menjamin jumlah biaya yang dikeluarkan menjadi minimal.

13. Pemanfaatan multiguna (multiple uses) merupakan kunci keberhasilan dalam pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan

      Peran serta semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan pesisir sangat penting dalam menentukan keberhasilan pendekatan perencanaan dan pengelolaan pembangunan sumberdaya pesisir secara multiguna dan multi sektor. Mengingat manusia adalah subyek pembangunan maka peran serta masyarakat adalah esensial bagi keberhasilan pembangunan secara menyeluruh.

14. Pengelolaan sumberdaya pesisir secara tradisional harus dihargai

      Masyarakat pesisir yang secara turun temurun memanfaatkan ruang atau sumberdaya biasanya memiliki kearifan ekologis untuk mengelola pemanfaatan sumberdaya pesisir secara berkesinambungan dan menguntungkan. Penerapan konsep pengelolaan pesisir perlu kiranya mempertimbangkan pengelolaan sumberdaya pesisir yang sudah mentradisi digunakan oleh masyarakat pesisir setempat.

15. Analisis dampak lingkungan sangat penting bagi pengelolaan wilayah pesisir secara efektif

      Analisis dampak lingkungan merupakan telaahan secara cermat dan mendalam tentang tentang dampak penting suatu rencana usaha atau kegiatan pembangunan. Dampak pentingnya adalah perubahan lingkungan yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha atau kegiatan pembangunan

 

D.  PENUTUP

      Dari pembahasan yang telah diutarakan bahwa Kawasan Kepulauan Seribu cukup memiliki aneka ragam potensi yang dapat dikembangkan, sejauh ini memiliki 45 pulau yang diunggulkan dan memiliki potensi untuk dikembangkan dan dioptimalkan sebagai asset kegiatan pariwisata yang dapat memberikan dampak secara berarti bagi pemeliharaan dan peningkatan kualitas kawasan dan kesejahteraan masyarakat dengan tidak mengesampingkan pelestarian sumberdaya alam.

      Dengan memanfaatkan dan mendayagunakan perhatian dan kepentingan banyak pihak pada kawasan ini akan menciptakan kegiatan-kegiatan yang secara langsung maupun tidak langsung mendorong kegiatan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat, serta secara langsung berkontribusi dalam pendanaan, pembiayaan, pemeliharaan dan peningkatan kualitas lingkungan.  Pengelolaan kawasan yang mendukung dan mengakomodir International Interests tersebut, yang menciptakan iklim kondusif untuk penyelenggaraan kerjasama dan kemitraan strategis yang saling menguntungkan, serta usaha-usaha sosialisasi dan promosi kawasan yang pro-aktif, merupakan langkah-langkah dasar untuk menstimulasi dan memfasilitasi partisipasi pihak-pihak lain/Internasional dalam membangun, mengembangkan dan memelihara serta menjaga kawasan ini sebagai asset yang berharga dan produktif.

         Koordinasi lintas instansi untuk melengkapi dan menyertai perubahan yang dibuat, harus diselenggarakan sedini mungkin dan serempak dengan penyelenggaraan langkah-langkah strategis terkait yang lain. Komitmen semua pihak terkait diluar lingkup Pemda DKI Jakarta untuk mendukung pelestarian, pembangunan dan pengembangan kawasan Kepulauan Seribu, turut menentukan keberhasilan tercapainya sasaran dan tujuan dibuatnya perubahan strategis ini.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 Bengen, Dietriech G, DR. Ir. (2000) Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor

 Bengen Evan, (1946) The Natural History of Nonsens , Knopf, New York

 Departemen Kelautan dan Perikanan (2000) Pedoman Umum Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil yang Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat. Ditjen P3K, DKL

 Dahuri, H, Rakhmin, DR.Ir.Dkk (1996) Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, PT.Pradya paramita, Jakarta

 Dahuri, H, Rakhmin, DR.Ir. (2000) Pendayagunaan Sumberdaya Kelautan untuk Kesejahteraan Rakyat, LISPI, Jakarta

 Dinas Tata Kota, Pengkajian Persiapan Penyusunan Rencana Rinci Tata Ruang Wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu

 Gawel, M (1984) Involvement of the user of coral reef resorces in management plans, Unesco-Rotsea, Jakarta

 George F. Kneller, (1969), Introduction to The Philosophy of Education, New York : John Wiley

 Gustave Weigel S.J dan Arthur G. Madden, (1961), Knowledge : Its Values and Limits, Englewood Cliffs; N.J : Prentice Hall

 Harold A. Larrabee, (1964), Reliable Knowledge , Boston : Houghton Mifflin

 Intergovernmental Panel on Climate Change (1994), Preparing to meet the Coastal Challenges of the 21 st Century, Conference Report of Word Coast Conference 1993, Nooedwijk, The Netherlands

 John Herman Randall, Jr, dan Justus Buchler, (1969), Philosophy ; An Introduction, New York ;Barnes & Noble

 Jujun S. Suriasumantri, (2000), Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta, Pustaka Sinar harapan

 Kay, R dan J. Alder (1999) Coastal Planning and Management, E & FN Spon, London

 Odum, Eugene P. (1998) Dasar-Dasar Ekologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 69 Tahun 1996, tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tatacara Peranserta Masyarakat Dalam Penataan Ruang

 Pusat Penelitian Kelautan Lembaga Penelitian ITB (2000), Laporan Kemajuan Penyusunan Pedoman Nasional Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Proyek Pengelolaan Sumberdaya Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Departemen Kelautan dan Perikanan

 Stanley M. Honer dan Thomas C. Hunt, (1968), Invitation to Philosophy , Belmont, California  Wadsworth

 Sudarsono, (2001), Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta, Rineka Cipta

 Sugandhy, Aca. Ir. MSc (1999) Penataan Ruang Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

 Sorensen, J.C and McCreary (1990) Coast : Institutional Arrangements for Managing Coastal Resources, University of California of Barkeley

 


[1] UNESCO (1990), batasan pulau kecil atau  pulau dengan ukuran kurang dari 10.00 km2 dan jumlah penduduknya tidak lebih dari 500.000 jiwa

[2] Sorensen and McCreary, 1990, IPCC, 1994


 [W1]