© 2001 Hikmad Lukman Posted:
5 June 2001 [rudyct]
Makalah Falsafah Sains
(PPs 702)
Program Pasca Sarjana /
S3
Institut Pertanian Bogor
Juni 2001
Dosen:
Prof Dr Ir Rudy C
Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
Prof Dr Ir Zahrial Coto
Oleh:
Email: Lukhik@yahoo.com
SEJARAH.
Konsep strategi pengelolaan DAS sudah dikenal dibanyak negara maju dan negara berkembang (Philipina, Cina. Jepang dll). Pengelolaan DAS seperti di Indonesia, negara-negara di Afrika dan Amerika Latin dan dinegara Asia lainnya, belum dapat diharapkan hasilnya karena belum adanya kerangka kerja pengelolaan DAS nasional yang benar, sehingga disana-sini timbul masalah kerusakan DAS. Akibat pengelolaan sumber DAS yang buruk dimasa lalu dan sekarang ternyata telah mengurangi secara berarti kondisi ekonomi, sosial dan lingkungan disuatu negara/daerah.
Upaya pengelolaan DAS terpadu pertama kali
dilaksanakan di DAS Citanduy (1981) dengan kegiatan yang bersifat lintas
sektoral dan lintas disiplin. Kemudian dikembangkan di DAS Brantas, Jratun
Seluna. Proyek-proyek pengelolaan DAS pada saat itu lebih menekankan pada
pembangunan infrastruktur fisik kegiatan konservasi lahan untuk mencegah banjir
dan erosi yang hampir seluruhnya dibiayai oleh pemerintah dan bantuan asing.
Namun walau upaya pengelolaan DAS yang sudah cukup lama dilakukan, ternyata
karena kompleksitas masalah, hasilnya belum memadai, terutama yang berkaitan
dengan pembangunan SDM dan kelembagaan masyarakat. Selama ini terdapat beberapa
kesalahan pembenaran (myth) pengelolaan yang menyebabkan perbaikan kerusakan
DAS seringkali tidak memberikan hasil yang optimum dan malah memperparah
keadaan. Sebab-sebab kerusakan DAS antara lain timbul akibat :
a. Perencanaan bentuk penggunaan lahan
dan praktek pengelolaan yang tidak sesuai,
b. Pertambahan jumlah penduduk baik
secara alami maupun buatan,
c. Kemiskinan dan kemerosotan ekonomi
akibat keterbatasan sumber daya manusia, sumber alam dan mata pencaharian,
d. Kelembagaan yang ada kurang
mendukung pelayanan kepada para petani di hulu / hutan,
e. Kebijakan perlindungan dan peraturan
legislatip, tidak membatasi kepemilikan / penggunaan lahan,
f.
Ketidakpastian
penggunaan hak atas tanah secara de-fakto pada lahan hutan.
Kerusakan
DAS terjadi dibanyak tempat dengan kuantitas yang berbeda sehingga menimbulkan
:
a. Penurunan kapasitas produksi sumber
lahan akibat erosi tanah dan timbulnya perubahan kondisi hidrologi, biologi,
kimia dan sifat fisik tanh,
b. Pengurangan kualitas dan atau
kuantitas air permukaan dan air tanah sehingga menambah resiko kerusakan akibat
banjir di hilir,
c. Pengurangan kualitas dan atau
kuantitas sumber biomassa alam dan mengurangi perlindungan terhadap penutup
permukaan lahan oleh tanaman,
d. Penurunan genetik, jenis dan
keragaman ekosistim didalam dan diluar DAS,
e. Kerusakan ekosistim terumbu karang
di sekitar pesisir pantai.
Untuk
membahas dan mempelajari masalah pengelolaan DAS secara berkelanjutan, maka
perlu diketahui mengenai istilah, pengertian dan definisi yang berkaitan dengan
pengelolaan DAS tsb, yaitu :
DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) didefinisikan
sebagai suatu daerah yang dibatasi oleh topografi alami, dimana semua air hujan
yang jatuh didalamnya akan mengalir melalui suatu sungai dan keluar melalui
suatu outlet pada sungai tsb, atau merupakan satuan hidrologi yang
menggambarkan dan menggunakan satuan fisik-biologi dan satuan kegiatan sosial
ekonomi untuk perencanaan dan pengelolaan sumber daya alam.
PENDEKATAN DAS menggunakan pengelolaan DAS
untuk perencanaan dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan pembangunan sumber daya
alam. Yang ditanamkan dalam pendekatan ini adalah pengakuan adanya hubungan
erat antara lahan dan air dan antara daerah hulu dan hilir, serta pelaksanaan
praktek yang tepat, sesuai dengan sasaran.
PENGERTIAN PENGELOLAAN DAS yaitu merupakan suatu
kegiatan menggunakan semua sumber daya alam/biofisik yang ada, sosial-ekonomi
secara rasional untuk menghasilkan produksi yang optimum dalam waktu yang tidak
terbatas (sustainable),
menekan bahaya kerusakan seminimal mungkin dengan hasil akhir kuantitas dan
kualitas air yang memenuhi persyaratan (N. Sinukaban, 2000).
TUJUAN PENGELOLAAN DAS adalah Sustainable
Watershed Development
dengan memanfaatkan sumber daya alam didalam DAS secara berkelanjutan dan tidak
membahayakan lingkungan di sekitarnya.
PRAKTEK PENGELOLAAN DAS adalah suatu kegiatan perubahan / upaya
pengelolaan dalam penggunaan lahan, seperti : penutup tanaman dan kegiatan
nonstruktur lainnya serta kegiatan struktur yang dilakukan di dalam DAS untuk
mencapai suatu tujuan.
KONSEP DASAR PENGELOLAAN DAS adalah bahwa
keberhasilan pengelolaan akan terwujud bila seluruh pengambil kebijakan seperti
: pemerintah, badan pemerintahan negara dan internasional, lembaga keuangan dan
masyarakat sendiri ikut berperanan secara aktip mengelola DAS untuk memperbaiki
kesejahteraan dan sosial ekonomi negara dan manusia. Setiap kegiatan
pengelolaan dilakukan berdasarkan pendekatan secara komprehensif oleh semua
pihak terkait dengan menggali semua kemampuan potensialnya seperti :
pendistribusian makanan yang merata, luas lahan, produksi kayu dan bahan bakar,
sistem hidrologi, penyediaan air irigasi, mengurangi kemungkinan banjir,
kekeringan dan bahaya alam lainnya seperti erosi, penggaraman dan penggurunan.
Juga kebutuhan akan infrastruktur (sarana dan prasarana), pemasaran dan proses
perbaikan kondisi masyarakat dan lingkungan sosial-ekonomi seperti : fasilitas
kridit, koperasi, pelayanan kesehatan dan pendidikan yang terjangkau.
CIRI-CIRI PENGELOLAAN YANG BAIK yaitu
menghasilkan produktifitas yang tinggi dengan meningkatnya : pendapatan; jumlah
dan distribusi kualitas dan kuantitas yang baik; mempunyai sifat lentur dan
azaz pemerataan.
INDIKATOR PENGELOLAAN DAS YANG BAIK adalah
produksi yang berkelanjutan; kerusakan lahan dan air minimum; distribusi hasil
air yang berkualitas dan berkuantitas baik; teknologi yang dipakai dapat
diterima; dan mensejahterakan seluruh masyarakat yang terkait. Untuk
menghasilkan tujuan tsb diperlukan teknologi pengelolaan DAS untuk mengurangi
bahaya banjir dan erosi dimusin hujan dan menaikan debit air sungai pada waktu
musim kering. Model-model simulasi hidrologi digunakan untuk mendapatkan
perubahan tsb berdasarkan teknologi konservasi tanah berupa : cara agronomi;
vegetatip; mekanis; dan manajemen. Keberhasilan pengelolaan DAS bukan hanya
semata dari tujuan, namun yang penting adalah bagaimana cara mencapai tujuan
tsb. Untuk itu diperlukan suatu “usaha/strategi pengelolaan DAS secara
berkelanjutan”.
PRINSIP UMUM PENGELOLAAN DAS diidentifikasikan
oleh Black (1970), yaitu :
1. Ekologi alami DAS merupakan suatu
sistim dan keseimbangan yang dinamis,
2. Mempunyai faktor-faktor yang
mempengaruhi run-off,
3. Distribusi air tidak merata dalam
siklus hidrologi, sehubungan dengan
praktek pengelolaan DAS.
MONITORING DAN EVALUASI.
MONITORING
adalah suatu kegiatan penilaian yang dilakukan secara terus-menerus pada
suatu kegiatan proyek pengelolaan DAS dalam hubungannya dengan rencana kerja
pelaksanaan dan penggunaan masukan proyek berdasarkan target jumlah sehubungan
dengan harapan perencanaan, jadi merupakan kegiatan proyek secara internal dan
merupakan bagian penting dari praktek pengelolaan yang baik, karena itu
merupakan bagian terintergrasi dari pengelolaan DAS sehari-hari
(W.B/IFAD/FAO-1987). Monitoring juga merupakan suatu kegiatan pengawasan yang
dilakukan terus menerus atau secara periodik dari suatu pelaksanaan kegiatan
pengelolaan dalam menjamin masukan yang diberikan, rencana kerja, keluaran yang
ditargetkan dan kegiatan-kegiatan yang diperlukan lainnya, jadi monitoring
merupakan cara kerja yang sesuai dengan perencanaan (UN, 1984). Maksud dari
monitoring adalah untuk mencapai kinerja proyek pengelolaan DAS yang efektif
berdasarkan ketentuan peninjauan kembali kegiatan pengelolaan proyek pada semua
tingkat agar memungkinkan pengelola memperbaiki perencanaan operasionalnya
menggunakan kegiatan perbaikan secara cepat pada waktunya. Hal ini merupakan
bagian dari sistim informasi managemen yang terintegrasi.
EVALUASI adalah suatu kegiatan penilaian secara
periodik terhadap : relevansi, kinerja, efisiensi dan pengaruhnya terhadap
proyek sehubungan dengan tujuan yang ingin dicapai. Kegiatan ini umumnya
meliputi perbandingan antara informasi yang dibutuhkan dari luar proyek pada
suatu waktu, daerah dan populasi (WB/IFAD/FAO, 1987), atau evaluasi adalah
suatu proses untuk menentukan secara sistimatis dan obyektif tentang :
relevansi, efisiensi, efektifitas dan pengaruh kegiatan sehubungan dengan
tujuan yang ingin dicapai, jadi merupakan proses yang berhubungan dengan
pengorganisasian untuk memperbaiki kegiatan-kegiatan yang masih dalam proses
serta untuk tujuan perencanaan pengelolaan yang akan datang, penyusunan
acara dan dalam membuat suatu keputusan.
GAMBAR: Sistem Prototipe Hidrologi
Daerah Aliran Sungai.
II.
PANDANGAN PENGELOLAAN DAS.
Di dalam memandang pengelolaan DAS, perlu dipelajari bagaimana hubungan antara pengelolaan DAS dengan metoda pengelolaan sumberdaya air lainnya dan terjadinya gejala perubahan berskala besar pada lingkungan alam. Kemudian perlu didalami maksud pendekatan pengelolaan DAS kedalam pandangan pengelolaan DAS tsb. Sampai pada awal abad 19 telah diselidiki pengaruh penebangan hutan secara besar-besaran di Amerika Serikat dalam memenuhi kebutuhan permintaan kayu sebagai akibat revolusi industri yang menyebabkan banjir yang besar dan terjadinya erosi. Dari hasil penelitian dan penyelidikan mengenai presipitasi dan run-off, diperoleh bahwa timbulnya banjir bukan akibat penebangan hutan, melainkan bahwa presipitasi yang jatuh ke permukaan tanah langsung memperbesar run-off permukaan, sedang presipitasinya sendiri berkurang akibat berkurangnya evapotranspirasi.
PENELITIAN DAN PELAKSANAAN PENDAHULUAN.
Penyelidikan klasik pengaruh penebangan hutan
di gunung, lahan penggembalaan dan penanaman tanaman pada DAS kecil menyebabkan
kerugian pada run-off dimana frekuensi dan besarnya banjir serta sedimen
meningkat. Untuk itu para peneliti berusaha merubah praktek perbaikan dengan
menata kembali perlindungan penutup hutan, yaitu dengan melakukan : perbaikan
penggunaan lahan yang tidak tepat; perlindungan sumberdaya alam termasuk tanah
dan air; dan peningkatan (enchancement).
Penyelidikan kemiripan dan keterkaitan
pengelolaan DAS dilakukan untuk memperkuat dan memperluas konsep, tantangan dan
kesempatan menggunakan penutup lahan dengan tanaman untuk mencapai tujuan
pengelolaan untuk jangka waktu tertentu. Pengaruh pengelolaan DAS pada daerah
perkotaan dan industri dilakukan dengan melakukan perbaikan disektor
pertambangan, pekerjaan pematangan tanah dan lahan yang berumput. Pengawasan
dilakukan dengan mengontrol temperatur aliran air, habitat binatang, pola
run-off tahunan dan prilaku aliran setempat, sehingga beberapa pembuatan model
pengelolaan lahan dilakukan dan persediaan air diperkotaan. Pengelolaan DAS
untuk penyediaan air diperkotaan perlu disusun kembali berdasarkan fungsi
hidrologinya sebagai dasar jaminan kualitas air yang memadai. Penelitian
kerusakan kualitas air akibat penggunaan lahan dan nonpoint polution seperti
penyebaran patogen sudah dilakukan.
Adanya pemberian tanggungjawab pengendalian
banjir di bagian hilir dan di hulu kepada suatu badan yang independen merupakan
hal yang tepat dalam menjaga dan memberikan tanggungjawab keberhasilan
pengelolaan DAS. Banyak praktek yang direncanakan untuk melindungi dan
meningkatkan sifat pengaliran pada DAS kecil yang dapat diadopsi oleh para
petani secara aktip dalam melaksanakan pengelolaan tanah secara ekonomis dan
berwawasan lingkungan. Kegiatan ini memberikan inspirasi adanya pemberian insentif
secara terus menerus kepada petani untuk mengelola DAS tsb.
TONGGAK SEJARAH PERUNDANG-UNDANGAN.
Penyelesaian masalah kepemilikan lahan dapat
dilakukan dengan menggunakan beberapa tindakan berupa pembuatan perundang-undangan
sebagai landasan kerja dalam melakukan pengelolaan DAS. Pada tahun 1955
perlindungan DAS dan tindakan pencegahan banjir dengan memberikan kewenangan
untuk mengelola fasilitas lahan-lahan DAS menggunakan konservasi tanah dan air.
Pencegahan banjir di hulu lebih efektif dibanding dengan pencegahan di daerah
hilir. Perdebatan pengendalian banjir merupakan sumber utama friksi antara
pengelola tanah yang berwawasan lingkungan pada satu pihak dan teknik
pengelolaan tanah dipihak lain.
Perencanaan DAS dilakukan pada skala basin
sungai dan kegiatan perencanaan sumberdaya air diciptakan oleh suatu badan
pengelolaan sumberdaya air. Adanya kegiatan memfasilitasi pembuatan komisi
perencanaan basin sungai dilakukan untuk menyelesaikan semua kegiatan kasus-kasus
besar untuk mencapai tujuan secara terbatas dab mengontrol kualitas air.
Kegiatan tsb perlu dikoordinasikan dengan perencanan dan pemerintah, membuat
penjelasan dan penyebar luasan prinsip dan standar perencanaan pengelolaan air
dan sumberdaya lahan.
Hubungan antara penggunaan lahan dan kuantitas
air diambil sebagai langkah utama amendemen pengontrolan polusi air yang
sekarang dikenal sebagai kegiatan air bersih. Langkah selanjutnya mengontrol
kualitas air untuk tujuan mengontrol pengelolaan tanah yang diidentifikasikan
sebagai pertanian, perkebunan, pertambangan, konstruksi, peresapan air garam,
pembuangan air sisa dan pembuangan di atas tanah dan di bawah permukaan melalui
perencanaan pengelolaan buangan yang dilakukan secara luas.
Timbulnya gerakan lingkungan sejak tahun 1960
secara terus menerus menghasilkan tuntutan adanya Pengelolaan Ekosistem yaitu
integrasi pengelolaan sumber daya alam lintas kepemilikan di daerah perkotaan
yang sama sengan di desa. Bentuk ini memberikan lingkungan yang tepat antara
unit hydrophere alami, DAS dan kebutuhan seluruh pengelolaan yang berwawasan
lingkungan pada tanah negara dan sumber daya air. Pengelolaan DAS harus tetap
fleksibel, sesuai dengan fisik, kimia dan sifat biologi yang berhubungan dengan
air. Dari sisi politik, pengelolaan DAS harus juga bertanggung jawab terhadap
pemberian kesempatan dan tantangan untuk pencegahan, perbaikan, dan tujuan
peningkatan pengolahan terhadap kemerdekaan perseorangan dan kepada tujuan dari
masyarakat yang mempunyai sumber alamnya sendiri dan yang akhirnya dilola oleh
masyarakat itu sendiri.
PENGELOLAAN DAS DAN PERUBAHAN BERSKALA BESAR
Kesadaran adanya perubahan skala besar pada
lingkungan bumi dihasilkan oleh teknologi pengawasan dan modeling seperti
timbulnya efek rumah kaca; hujan asam; pengaruh penggunaan bahan rumah tinggal,
industri dan bahan kimia yang diperdagangkan pada penahan lapisan ozon. Kedua, efek rumah kaca dan hujan asam
merupakan sifat lingkungan bumi yang normal dari kehidupan kita selama ini.
Efek rumah kaca mempunyai akibat akhir yang menakutkan yaitu Peningkatan Efek
Global, yaitu menimbulkan:
1. Penambahan kadar CO2 yang
ditransfer akibat terbakarnya bahan bakar fosil dan penurunan komposisi organik
yang keduanya menggunakan oksigen,
2. Kerusakan daerah hutan secara luas.
Akibat penambahan CO2, akan
membatasi keluarnya radiasi gelombang panjang, pembatasan bentuk radiasi dan
penambahan temperatur menyebabkan bertambahnya evaporasi. Terjadinya pembakaran
fosil akan mengakibatkan bertambahnya evaporasi dan berkurangnya radiasi
gelombang pendek yang datang. Persoalan hujan asam diperdebatkan. Hujan umumnya
bersifat asam, tetapi asam yang berlebih dari pembentukan dan deposisi asam
nitrit dan asam sulfur dari atmosfer, dari air atmosfer akan menimbulkan hujan
asam.
METODOLOGI MODIFIKASI LINGKUNGAN SUMBER DAYA
AIR
Pengelolaan unit dasar ketersediaan air pada
pertemuan udara dan tanah hanya merupakan salah satu dari beberapa metodologi
untuk satu atau lebih komponen keseimbangan air bagi keuntungan umat manusia.
Metoda lainnya termasuk: pengurangan penggaraman, pengurangan evaporasi,
modifikasi cuaca, peredaran dan penguapan air.
1. Teknik pengurangan kadar garam
(Desalinization) adalah suatu cara pengurangan secara lambat laun biaya yang
perlu dikeluarkan, namun masih lebih tinggi dari metoda alternatif penambahan
persediaan air.. Hal ini dilakukan bila tidak menyediakan air bersih berbiaya
tinggi atau biaya energi yang murah. Penggunaan tenaga listrik menyebabkan
biaya pengurangan kadar garam menjadi mahal, sementara pengembangan teknologi
cenderung berkurang, karena itu, teknik ini hanya mungkin untuk daerah dengan
kondisi air yang mengandung garam tersebut.
2. Pengurangan evaporasi dengan
pembentukan lapisan monomoleculer pada permukaan tanah mencegah terjadinya penguapan.
Dari hasil penelitian diperoleh besarnya pengurangan evaporasi hanya sekitar
10% akibat kesulitan umtuk memelihara lapisan dengan kondisi cuaca yang tidak
cocok, terutama faktor angin dalam menambah kehilangan evaporasi. Angin akan
mendorong lapisan monomoleculer ke bagian tubuh reservoir besar dimana
kehilangan air yang berkumpul dan menumpuk di sepanjang pantai memyebabkan
pengurangan evaporasi yang kecil.
3. Modifikasi cuaca berupa teknologi
memodifikasi lingkungan sumberdaya air banyak digunakan. Pekerjaan utama yang
dilakukan saat ini adalah memodifikasi angin topan dan memodifikasi pembuatan
halilintar untuk menghilangkan panas pada kejadian pembakaran hutan besar dan
untuk menghilangkan hujan es pada daerah dimana kerusakan pada tanaman tertentu;
menambah presipitasi untuk mengurangi musim kemarau sementara waktu. Metoda ini
menunjukan adanya: biaya penambahan presipitasi yang rendah dan mudah
dilakukan; biaya operasi langsung mudah dibayar oleh keuntungan penambahan air
yang tersedia; ada keuntungan lainnya untuk ketersediaan air yang berlebihan ,
yaitu untuk menghasilkan listrik, irigasi dan untuk tanaman makanan ternak.
4. Pengalihan, dipraktekkan secara luas
sejak jaman dahulu menggunakan ketersediaan air yang tidak digunakan/berlebihan
atau air tersebut sudah digunakan dan secara lokal tidak tersedia. Pada
sebagian daerah panas di USA, teknik pengalihan air memberi peranan penting
keberhasilan pemperkenalkan, penggunaan, dan modifikasi pendekatan doktrin hak
mengenai air (Blach, 1987) yaitu perlunya ijin pengambilan air dari suatu aliran/DAS dan
mengirimkannya ke suatu DAS yang lainnya untuk penggunaan yang bermanfaat,
dimana airnya tidak perlu dikembalikan kepada DAS asalnya. Pengaruhnya adalah
bertambahnya presipitasi, bertambahnya run-off kepada DAS penerima dan
akibatnya mengurangi presipitasi dan run-off pada kedua DAS tersebut, sehingga
tentunya berkaitan dengan perubahan pada besarnya erosi dan sedimentasi serta
flora dan fauna air.
5. Penyimpanan merupakan teknik
pendekatan yang klasik untuk memecahkan masalah kekurangan air untuk sementara
waktu. Fungsi penyimpanan (strorage) terutama untuk menyimpan air, tetapi
peningkatan pada suatu danau alami yang ada atau basin lahan basah dan
percepatan atau peningkatan kembali penyediaan air tanah, juga termasuk
pendekatan yang dapat diterima. Pembuatan strorage sudah dikenal sebagai
kebijakan yang bijaksana dan teknologi ini menguntungkan secara ekonomi dan
lainnya seperti: untuk tempat rekreasi dan olah raga air, pembangkit tenaga
listrik, pelayaran dan pengendali banjir.
Banyak kegiatan yang dilakukan untuk
memperbaiki dan menata kembali kerusakan lahan yang terjadi dan dilain
pihak perlu melakukan pencegahan
kerusakan dimasa mendatang. Semua tujuan ini untuk membuat penggunaan lahan
menjadi lebih baik akibat keterbatasan lahan dan sumber air yang ada. Ada
sejumlah pelaksanaan pengelolaan DAS dapat digunakan dan dapat dikombinasikan
satu dengan yang lainnya. Ada tiga
sasaran umum kegiatan pengelolaan DAS yaitu:
1.REHABILITASI
Memperbaiki lahan pertanian/kehutanan akibat
erosi dan sedimen yang berlebihan dan bahan-bahan yang mudah larut yang tidak
diperlukan akibat run-off dll. Metoda rehabilitasi yang digunakan adalah
metoda: tanah hutan, rangeland, tanah pertanian dan saluran aliran.
Rehabilitasi sering dibatasi untuk DAS kecil; pengertian rehabilitasi sering
digunakan untuk membatasi fungsi DAS yang memerlukan penataan kembali.
2.PROTEKSI.
Perlindungan tanah pertanian/kehutanan akibat pengaruh yang membahayakan produksi dan kelestarian menggunakan metoda: tanah hutan, rangeland, pencegahan kebakaran, pencegahan terhadap gangguan serangga/hama serta penyakit.
3.PENINGKATAN.
Peningkatan sifat sumber air dilakukan dengan manipulasi ciri-ciri suatu DAS akibat pengaruh hidrologi atau fungsi kualitas air. Tujuan penungkatan pengelolaan DAS didasarkan pada pengakuan bahwa sistem tanah-tanaman yang alami tidak memerlukan produksi air yang optimum. Ketergantungan pada tujuan pengelolaan tanah tertentu, neraca air, cara hidup atau kualitas air dapat dirubah. Semua praktek dan program peningkatan yang sekarang dilakukan (kuantitas air dan cara hidup) dan program perlindungan serta perbaikan, bertujuan untuk mengontrol atau menata kualitas air. Pelaksanaannya antara lain adalah:
( Penebangan dan Perubahan Tanaman
Umumnya tanaman perlu ditebang agar:
mempertahankan pertemuan permukaan pada tahun pertama; menghindari gangguan
pada proses hidrologi alami pada bidang pertemuan tanah dan air.
( DAS Perkotaan
Untuk
menjaga sumber utama air di perkotaan, diperlukan pengelolaan pengaruh run-off
dari DAS sekitar hutan. Pengawasan rutin perlu untuk menjamin jalannya
peraturan bahwa air yang mengalir di saluran/sungai tidak digunakan untuk
rekreasi, penggunaan secara perseorangan, tempat pembuangan air kotor dan
limbah industri.
( Memperbaiki Aliran
Pembuatan saluran, pemberantasan phreatophyte,
kontrol erosi pada tepi sungai, program jalan masuk aliran, drainase,
perlindungan dan penataan kembali terhadap perikanan, serta program pengalihan air
perlu dilakukan. Banyak pekerjaan saluran berjangka pendek memberikan
keuntungan ekonomi kepada organisasi penyalur tenaga kerja untuk menyalurkan
pekerja dalam memelihara saluran yang diperbaiki.
( Modifikasi DAS
Modifikasi DAS dapat dilakukan dengan batasan
adanya perubahan pada: besarnya kemiringan tanah, gradient aliran, ukuran dan
harus selalu memperhatikan perubahan pada penutup tanaman yang juga dapat
berpengaruh pada perubahan albedo dan berakibat pada banyaknya pola evaporasi
dan run-off.
Adanya perubahan yang terjadi dari ketiga sasaran
kegiatan pengelolaan DAS di atas adalah fakta timbulnya perubahan alam yang
umumnya merugikan, akibat air yang selalu bergerak lebih rendah akan
berpengaruh pada kualitas air.
MACAM-MACAM PRAKTEK, PROGRAM
DAN PROYEK PENGELOLAAN DAS
REHABILITASI : |
PERLINDUNGAN : |
PRODUKSI : |
Masalah : Pada lahan tinggi yang curam akan mengalami gangguan drastis, akibat : sediementasi di hilir, banjir, pengurangan kualitas air |
Sedimentasi di bagian hilir reservoir & pada fasilitas irigasi: kualitas air yang buruk, kekurangan air di hilir, pengurangan kapasitas perlindungan terhadap banjir. |
Kekurangan makanan & bahan pokok, akibat: intensitas penggunaan lahan melebihi kapasitas DAS, percepatan erosi (erosi permukaan, gully, pembuangan bahan-bahan dsbnya). |
Tujuan : Menstabilkan tanah dan aliran air diikuti oleh perlindungan dan pengelolaan pengurangan pengaruh di hilir. |
- Perlindungan DAS bagian hilir untuk mengurangi erosi dan sedimentasi, - Menambah penggunaan neraca air. |
Membuat praktek penggunaan lahan untuk memperbaiki produksi pada lahan tinggi & melindungi daerah hilir. |
Praktek : - membuat struktur penahan gully, - penanaman kembali, - penghutanan kembali, - membuat struktur untuk menstabilkan lereng, - melindungi daerah-daerah yang sensitif terhadap : penggembalaan, penebangan dan pengolahan tanah, - pembuatan & pengelolaan zona banjir, - membuat program berdasar kesesuaian lahan, - mengontrol & mengelola kebakaran hutan di lahan tinggi, - membuat program pemberian insentif untuk membantu petani. |
Menanam kembali & mengelola tanaman untuk melindungi lahan dengan : - menggunakan jenis tanaman yang memakai air sedikit, - pengelolaan lahan mengikuti kontur, - melindungi daerah kritis di sekitar reservoir, - menghasilkan air dengan membuat reservoir untuk menambah persediaan air, - mengontrol & menahan konstruksi jalan, - membuat petunjuk pengelolaan, - membuat sedimen basin, - mengontrol praktek pengelolaan : petunjuk jalan raya dan jalan rel kereta. |
- mengelola penggembalaan, - menggunakan wanatani yang tepat dengan menanam tanaman multi fungsi, - menggunakan aquaculture, - membuat tanaman untuk bahan kayu bakar, - perlindungan & pengelolaan hutan, - membuat proyek serbaguna, - mempertinggi usaha pertanian di lahan tinggi |
IV. STRATEGI PENGELOLAAN
DAERAH ALIRAN SUNGAI
FILSAFAT STRATEGI PENGELOLAAN DAS.
Filsafat utama strategi pengelolaan DAS adalah
untuk memperbaiki pengelolaan DAS yang merupakan tuntutan kuat dari masyarakat.
Filsafat strategi pengelolaan terdiri dari dua komponen pendekatan pengelolaan
DAS yang saling berkaitan:
1. Tuntutan yang didasarkan pada
prioritas dan kepentingan nasional masing-masing negara,
2. Pengambil keputusan dapat
melaksanakan kepentingannya dan aktif berpartisipasi dalam melakukan konservasu
pada tingkat perencanaan, pengelolaan dan pemanfaatan sumber DAS mereka
masing-masing secara berkelanjutan.
Kedua komponen tersebut harus memberikan aspek
sosial yang optimum, budaya, ekonomi dan memberikan keuntungan lingkungan yang
besar kepada masyarakat khususnya kehidupan di daerah hilir maupun hulu DAS
dengan tetap memelihara kondisi biologi dan budayanya.
DASAR
PEMIKIRAN, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGI.
1. DASAR PEMIKIRAN: dasar pemikiran
untuk strategi pengelolaan DAS adalah memberikan kerangka kerja nasional untuk
mengelola sumber-sumber alm(tanah, tanaman,air dsb) secara berkelanjutan dalanm
seluruh DAS,
2. TUJUAN: ada 2 tujuan yang ingin
dicapai dari strategi pengelolaan DAS yaitu:
a.
Menggunakan sumber-sumber alam sebanyak mungkin secara berkelanjutan dalam
seluruh kawasan DAS yang berwawasan lingkungan, bernilai ekonomis dan secara
sosial dapat diterima
b.
Mencegah kerusakan Das lebih lanjut, mengembalikan produksi dan fungsi
perlindungan dari kondisi kerusakan DAS pada saat ini,
3. SASARAN: sasaran (objek) dari strategi pengelolaan DAS adalah:
a.
Membuat
kebijakan yang kuat berdasar perundangan yang berlaku, baik tingkat nasional
maupun tingkat setempat,
b.
.Mengembangkan
investasi jangka panjang dalam program nasional untuk memperbaiki pengelolaan
dan perbaikan sumber-sumber DAS secara nasional,
c.
Menciptakan
efektivitas inter-intra struktur organisasi lembaga, penguatan kemampuan
kelembagaan dalam mendukung perbaikan pengelolaan sumber DAS,
d. Mengembangkan bentuk-bentuk penggunaan lahan yang cocok berdasar praktek pengelolaan tanah yang sesuai sehingga memungkinkan sumber alam suatu DAS dapat digunakan untuk macam-macam tujuan produksi berdasarkan kewajaran dan keberlanjutan,
e. Mencegah dan menghalangi kerusakan tanah dan deforestation, sambil memperbaiki kualitas dan kuantitas pengaliran air baik di dalam maupun di luar suatu DAS,
f.
Melindungi
dan mempertahankan daerah yang penting sebagai persediaan sumber alam hayati
negara,
g.
Mengurangi
kemiskinan masyarakat-masyarakat di hulu dengan memperluas kesempatan
kehidupan ekonomi secara berkelanjutan
di dalam bidang pertanian atau kegiatan kehutanan dalam suatu DAS,
h.
Memfasilitasi
secara aktif partisipasi tingkat pengambil keputusan dalam perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan dan peninjauan kembali kegiatan pengelolaan sumber DAS
secara berkelanjutan,
i.
Mendorong
melakukan identifikasi dan pemanfaatan secara realistik dan berkelanjutan,
untuk maksud
mendapatkan bantuan yang diperlukan dalam memperbaiki pengelolaan sumber DAS,
j.
Menciptakan
kebutuhan untuk perbaikan pengelolaan sumber-sumber DAS dengan mempertinggi
kesadaran berlingkungan pada seluruh masyarakat dan pemerintah,
k.
Memfasilitasi
secara sistematis: pengumpulan, peninjauan kembali dan penyebaran
informasi yang bertujuan menciptakan
sistem informasi DAS secara nasional.
USAHA: melakukan upaya peningkatan produksi
dengan melakukan pengembangan sistem pengelolaan yang menggabungkan berbagai
teknologi perkotaan, sistem pengelolaan industri, sistem pengelolaan
pertanian/perkebunan dsbnya.
PRINSIP PETUNJUK: Prinsip petunjuk strategi
pengelolaan sumber DAS, didasarkan pada prinsip petunjuk, berupa:
a. Aspek Ekologi yang berkelanjutan,
b. Aspek Sosial dan budaya yang berkelanjutan,
c. Aspek Ekonomi yang berkelanjutan,
d. Aspek Kelembagaan yang berkelanjutan.
KERANGKA KERJA STRATEGI PENGELOLAAN DAS,
disusun agar menghasilkan tujuan atau sasaran yang akan dicapai. Salah satu
contoh kerangka strategi yang perlu disusun adalah:
TUJUAN : |
PENGELOLAAN HUTAN / DAS YANG BERKELANJUTAN |
|||
PRINSIP : |
Kelestarian sumberdaya hutan yang berkerlanjutan |
Kebutuhan sumber daya air yang berkelanjutan baik kualitas maupun kuantitasnya |
Sumber penghasilan dan pendapatan yang berkelanjutan |
Penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan |
KRITERIA : |
z Produksi hutan, z Kelas kemiringan lahan, z Kriteria kawasan hutan, z Perlindungan habitat, z Kelas sesuai lahan. |
z Kualitas & kuantitas air terjamin, z Fluktuasi debit air pada waktu musim hujan & musim kering minimum. |
z Syarat minimal kebutuhan hidup terpenuhi, z Wajib belajar 9 tahun, z Harga produksi stabil, z Kemiskinan & kesejahteraan, |
z Kelas kesesuaian lahan, z Kelas kemampuan lahan, z Produksi stabil, z Degradasi lahan, z Pelaksanaan kegiatan konservasi alam, |
INDIKA-TOR |
z Kualitas & kuantitas produksi hutan sesuai dengan persyaratan, z Jumlah satwa langka tetap terjaga, z Tidak ada konflik kepemilikan lahan, z Kelestarian ekosistem terumbu karang, |
z Masyarakat sejahtera z Tidak timbul penyakit z Warna air bersih dan tidak berwarna |
z Pendapatan masyarakat melebihi syarat minimal, z Kebutuhan sandang, pangan dan papan terpenuhi, z Kesenjangan kaya & miskin berkurang, z Jumlah siswa putus sekolah berkurang. |
z Tidak terjadi longsor, z Tidak terjadi lahan kritis, z Jumlah erosi dan sedimen berkurang. |
Untuk itu perlu disusun tahapan-tahapan
pelaksanan strategi yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu:
1. Jangka Panjang, yaitu pembuatan
kebijakan, kelembagaan dan undang-undang, dilakukan oleh pemerintah pusat,
2. .Jangka Menengah, yaitu operasional
penjabaran pelaksanaan jangka panjang yang dilakukan oleh pemerintah tingkat I,
3. Jangka Pendek, yaitu implementasi
operasional di tingkat kabupaten dimana masyarakat aktif berpartisipasi, dimana
masyarakat sebagai subyek (sistem
top-down).
PARADIGMA BARU PENGELOLAAN DAS
Paradigma lama pengelolaan DAS menekankan pola
Top-Down di tingkat kebijakan, operasional dan pelaksanaan, namun penekanan
pada bidang fisik dan ego-sektoral sekarang ini sudah ditinggalkan akiibat
kegagalan-kegagalan usaha perbaikan DAS. Paradigma baru yang sekarang dilakukan
adalah pemberdayaan masyarakat petani didalam usaha pengelolaan DAS ditingkat
opersional dan pelaksanaan, menggunakan sistem Bottom-Up dan program pegelolaan
dilaksanakan secara terpadu oleh para pengambilan keputusan. Ada beberapa hal
yang penting didalam paradigma baru adalah:
1. Pengelolaan dilakukan secara terpadu (lintas
sektoral),
2. Peningkatan peran serta masyarat
(partisipatif),
3. Peningkatan penyuluhan baik kualitas dan
kuantitasnya,
4. Penguatan institusi/kelembagaan,
5. Pemberian insentif kepada petani di kawasan
DAS (khususnya yang di hulu).
Sebagai perbandingan antara paradigma lama dan
baru pengelolaan DAS dapat di jelaskan pada tabel berikut ini:
perbandingan
Paradigma Lama dan Baru Pengelolaan DAS
PARADIGMA LAMA |
PARADIGMA BARU |
Sudut pandang kerusakan DAS (tanah, erosi, penggundulan hutan, penggaraman dll) berkaitan dengan apa yang terjadi (memperhatikan gejala) |
Melihat kerusakan DAS dalam kondisi mengapa hal itu terjadi (mencari akar permasalannya) |
Pengelolaan DAS untuk tujuan tunggal yaitu mempertahankan produksi air |
Kebanyakan penggunaan pengelolaan berkelanjutan merupakan kombinasi antara produksi air & perlindungan biodiversity dengan kegiatan penggunaan tanah yang cocok secara ekonomis |
Beranggapan bahwa pengelolaan dan perlindungan DAS yang kritis memerlukan perhatian seluruh daerah dari setiap bentuk pandang ekonomi |
Pengakuan bahwa dengan memilih penggunaan lahan yang cocok & adopsi praktek pengelolaan sumber alam yang tepat dalam setiap DAS dapat berproduksi secara ekonomis, sementara tetap memelihara aliran air ke pengguna di hilir |
Secara de facto membuka akses kondisi sumber-sumber DAS bahkan dalam menjabarkan dan merencanakan DAS yang kritis |
Menggunakan perencanaan yang sesuai secara benar & bertanggung jawab mengelola DAS atau sub DAS yang menjadi perhatian masyarakat, pemerintah daerah & organisasi yang terkait
|
Pusat prioritas adalah biaya & keuntungan pengelolaan DAS di hilir / off-site |
Memberikan sekurang-kurangnya prioritas yang sama terhadap biaya & keuntungan pengelolaan DAS di on-site |
Pendekatan proyek dilaksanakan satu per satu dimana perencanaan pengelolaan DAS kritis diidentifikasi, prioritas, dirumuskan & dibangun menurut kriteria pembangunan nasional |
Tuntutan pelaksanaan program pendekatan kegiatan tingkat lokal berdasar kebijakan nasional & kerangka kerja kelembagaan yang menunjukkan rumusan perencanaan pengelolaan DAS pada jalur tingkat masyarakat & badan pemerintah setempat dengan prioritas lokal, sumber-sumber & bantuan dari luar
|
Keterbatasan & konflik kelembangaan dengan mempercayakan pengelolaan DAS oleh jalur pemerintah, perwakilan dan LGU |
Membagi tanggung jawab & memperbaiki koordinasi melalui asosiasi pengelolaan sumber DAS multi sektoral |
Masyarakat di udik yang mempunyai keterbatasan atau tidak ada akses diberi saran bagaimana memperbaiki produktivitas dan berkelanjutan sumber alamnya berdasarkan sistem kehidupan |
Pembentukan lembaga di pemerintah setempat berdasarkan dukungan pelayanan penyuluhan, yang beroperasi di lahan pertanian & kehutanan, untuk memberikan saran apa yang diinginkan oleh petani dihulu & pengelola hutan
|
Model transfer teknologi secara top-down dimana pengguna lahan merupakan penerima pasip yang dirumuskan secara luas dengan pesan & rekomendasi penelitian |
Pengambil keputusan menitikberatkan pada pembelajaran partisipatip & proses pembangunan teknologi yang diakui & dibuat sesuai dengan pengetahuan & kemampuan pengguna lahan.
|
Penjelasan hubungan pengelolaan DAS berupa kekurangan/ketimpangan dilakukan oleh lembaga-lembaga yang berbeda |
Pengumpulan,
pendokumentasian, analisis & penyebaran informasi secara sistimatis
dibawah perlindungan sistim informasi DAS nasional. Pengambilan keputusan menitikberatkan pada pembelajaran
partisipatif dan proses pembangunan teknologi yang diakui dan dibuat sesuai
dengan pengetahuan |
JALAN KELUAR UNTUK MENGATASI KERUSAKAN DAS.
Ada beberapa kunci prasarat untuk mengatasi sebab-sebab
kerusakan DAS, yaitu:
a. Merubah kebijakan lingkungan yang
ada dengan mengijinkan peningkatan penggunaan pengelolaan DAS,
b. Memecahkan kebuntuan dengan cara
menetapkan garis wilayah hutan secara permanen untuk menentukan batas spesifik
tanahhutan dan taman nasional,
c. Meningkatkan pengetahuan pada
tingkat lapangan dan adopsi bentuk penggunaan lahan yang sesuai dan praktek
pengelolaan lahan yang cocok,
d. Memperbesar partisipasi ditingkat
masyarakat dan unsur pemerintah setempat dalam mengidentifikasikan, merumuskan,
melaksanakan, monitoring dan evaluasi perencanaan pengelolaan DAS,
e. Memperluas dan menguatkan
kelembagaan dalam mendukung pelayanan untuk perbaikan pengelolaan DAS pada
tingkat nasional dan setempat,
f.
Mencari
dana untuk kegiatan pengelolaan DAS dari sumber-sumber bukan donor.
BAGIAN-BAGIAN KUNCI STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAS, terdiri dari tiga aspek, yaitu :
-
KEBIJAKAN
DAN PERUNDANG-UNDANGAN (tidak dibahas),
-
KELEMBAGAAN
(tidak dibahas),
-
TEKNOLOGI,
yaitu sbb :
1. Penilaian kesesuaian lahan,
sebagai dasar untuk memperbaiki macam-macam penggunaan perencanaan pengelolaan
sumber DAS,
2. Teknologi pengelolaan sumber DAS
untuk kondisi rumah tangga yang buruk di hulu, harus sederhana, produktifitas
dengan biaya murah, terpelihara, beresiko rendah, konservasi fleksibel dan
efektif, sesuai dengan kondisi ekonomi, sosial dan norma budaya yang dapat
diadopsi,
3. Mempunyai dokumentasi konservasi
pertanian di hulu yang sistimatis / teknologi pengelolaan hutan yang
berkelanjutan untuk perbaikan pengelolaan,
4. Mengatur penggunaan kebutuhan air di
hilir melalui adopsi praktek konservasi air,
5. Menyiapkan Petunjuk Teknis yang baru
dan up-to-date untuk memperbaiki pengelolaan,
6. Membuat dan menggunakan secara
sederhana, mengutamakan kualitas indikator biofisik : standar nasional yang
lebih kaku, untuk memonitor pengaruh lingkungan dalam campur tangan pengelolaan
DAS dan cenderung memperbaiki keadaan kerusakan suatu DAS.
KESENJANGAN-KESENJANGAN YANG PERLU DITANGGULANGI, untuk
mengurangi kerusakan DAS antara lain terdiri dari 3 aspek, yaitu: Kebijakan dan
perundang-undangan; Kelembagaan; dan Teknologi. Untuk Aspek TEKNOLOGI, yang
perlu ditanggulangi antara lain:
a. Perlunya pendokumentasian yang baik
tentang konservasi pertanian di hulu yang efektif; praktek pengelolaan hutan secara sederhana
dari hasil penelitian; dan mekanisme efektif penyebaran informasi kepada
penyuluh dan pengguna laha,
b. Perlunya adopsi pendekatan
partisipati pembangunan teknologi yang memungkinkan para penyuluh dan staf
peneliti bekerja sama dengan pengguna lahan untuk membangun suatu daerah dengan
teknologi yang mempertemukan komponen biofisik setempat dengan lingkungan
sosial ekonomi,
c. Perlunya pemberian insentif yang
memadai bagi masyarakat di hulu dalam memperbaiki kondisi pertaniannya dan
praktek pengelolaan hutan, bila mereka kesulitan dalam menjual produksi yang
berkelanjutan di daerah hulu,
d. Perlunya membuat Petunjuk Teknis
untuk memperbaiki kelemahan di lapngan dan bagaimana masyarakat hulu dapat mengatur
hutan alam berbasis ekonomi secara berkelanjutan, sedang Petunjuk Teknis untuk
pengelolaan hutan dilakukan oleh lembaga-lembaga kerjasama dengan data yang
baru,
e. Keterbatasan jumlah penyuluh
memerlukan pembuatan metoda inovatif pada inter-intra kelompok pelatihan;
pencangkokan informasi pertanian dan praktek yang baru.
TEKNOLOGI PELAKSANAAN STRATEGI PENGELOLAAN DAS.
Pelaksanaan strategi pengelolaan memerlukan
sejumlah perubahan teknologi dan campur tangan dalam usaha memperbaiki
pengelolaan sumber-sumber DAS di lapangan. Kunci teknologi yang berhubungan
dengan bagian-bagian strategi, adalah:
a. Penilaian Teknologi: Kelemahan dalam
usulan teknologi pengelolaan sumber DAS tidak dapat diperloleh selama
pelaksanaan proyek. Setiap praktek perbaikan di lapangan yang dikembangkan,
perlu ditinjau ulang secara kritis selama penilaian proyek. Perencanaan dibuat
untuk menyelesaikan setiap ketidakpastian berdasar percobaan di lapangan,
disesuaikan dengan hasil penelitian, atau pilot proyek yang sesuai. Perbaikan teknologi
pengelolaan akan sesuai dengan sassaran bila mengikuti kriteria-kriteria sbb:
apakah secara teknis memungkinkan?, apakah secara praktek memungkinkan,?,
apakah produktip?, apakah secara finansial memungkinkan?, apakah stabil?,
apakah berkelanjutan?, apakah dapat digunakan secara umum?, dan apakah secara
sosial dan ekonomi dapat diterima?.
b. Penilaian Kesesuaian Lahan Sebagai
Dasar Perencanaan DAS: Sebab utama kerusakan DAS adalah bentuk ketidakcocokan
penggunaan lahan dan penggunaan praktek pengelolaan tanah yang tidak sesuai.
Penggunaan lahan yang tidak sesuai secara biofisik berarti tidak berdasar pada
prinsip keberlanjutan. Praktek pegelolaan lahan yang tidak sesuai dengan acuan
penggunaan lahan secara berkelanjutan perlu ditangani dengan tepat. Sebagai
contoh: kesalahan mengadopsi pelaksanaan konservasi tanah pada lahan yang
berlereng, perpindahan pengisian kembali gizi tanah dalam produksi panen
menggunakan praktek penebangan kayu yang merusak atau pengelolaan irigasi yang
buruk,
c. Ketentuan Teknologi yang Tepat untuk
Pengguna Sumber DAS di On Site: Bagian strategi ini adalah penggunaan teknologi
yang tepat dengan keikutsertaan masyarakat setempat yang sesuai dengan kondisi
ekonomi, sosial dan budaya dari masyarakat yang terlibat,
d. Membangun Teknik Konservasi untuk
para Petani yang Sebenarnya: Bagian strategi ini adalah pengakuan dan
pelaksanaan praktek pengelolaan sumber DAS yang sederhana bagi masyarakat
tradisional di hulu,
e. Pendokumentasian Teknologi
Pengelolaan Sumber-sumber DAS dan Pendekatannya: Bagian strategi ini adalah
membuat teknologi dan pendokumentasian menggunakan pendekatan database dengan
informasi sistem DAS secara nasional untuk kemudahan mencari akses sumber
informasi alternatif konservasi pertanian di hulu/ teknologi pengelolaan hutan berkelanjutan
dan pembuatan pendekatan tersebut dilakukan untuk keberhasilan di dalam usaha perbaikan pengelolaan sumber DAS,
f.
Pembatasan
Reforestation sebagai Satu-Satunya Alat Pengukur Rehabilitasi DAS: Bagian
strategi ini adalah menyelidiki lebih lanjut alternatif konservasi yang efektif
seperti pendekatan penanaman pada saat ini terhadap penggundulan hutan di DAS,
g. Mengatur Kebutuhan Air untuk
Pengguna di Hilir: Bagian kunci ini adalah mengatur kebutuhan air untuk pengguna di hilir melalui adopsi praktek
perbaikan konservasi air,
h. Petunjuk Pengelolaan DAS: Bagian
kunci ini adalah penyediaan sumber alam dalam mempersiapkan petunjuk pada saat
ini dan updating yang lama serta petunjuk teknis perbaikan pengelolaan sumber
DAS,
i.
Indikasi
Pengelolan DAS yang Berlanjut: Bagian kunci ini adalah membuat dan menggunakan
indikator sederhana agar dapat diadopsi oleh situasi setempat untuk
memonitoring tuntutan campur tangan pengelolaan secara khusus dan mengamati
kecenderungan kondisi kerusakan suatu DAS,
j.
Berusaha
Memperoleh Keuntungan Secara Sosial Ekonomi: Bagian kunci ini adalah membuat
dan menggunakan alat-alat monitoring sederhana dalam memperoleh keuntungan
secara sosial ekonomi untuk memperbaiki biaya pengelolaan sumber DAS dan
menggamati kecenderungan terjadinya pengurangan kemiskinan diantara masyarakat
akibat kegiatan tersebut,
k. Partisipasi dalam Monotoring dan
Evaluasi: Bagian kunci ini adalah melibatkan semua steakholder dalam
partisipasi monotoring dan evaluasi pengaruh kegiatan perbaikan pengelolaan
sumber-sumber DAS,
l.
Perbaikan
Akses ke Pasar: Bagian kunci ini adalah menyediakan sumber-sumber ke pasar
berdasarkan mekanisme mendorong investasi perorangan dalam memproduksi dan
menggunakan sumber-sumber DAS yang berkelanjutan. Nilai tambah produksi
pertanian di hulu/hutan dalam mendorong proses kemampuan setempat untuk
mendukung pembentukan hutan industri berkala kecil-sedang sebagai alat
pendorong investasi perseorang pemilik kecil tanaman pohon dalam komunitas
berdasarkan kesepakatan pengelolaan hutan dan daerah pertentangan dan bahan
yang dibuang,
m. Tingkat Keterlibatan Pengelolaan
secara Tepat: Bagian kunci ini adalah keterlibatan teknis yang khusus diplot
pada tingkat sub-DAS dan DAS, sementara perencanaan pada DAS besar dan tingkat
basin sungai harus dipusatkan pada pembangunan sektoral secara luas dan
pembagian daerah penggunaan lahan.
V. TEKNOLOGI KONSERVASI TANAH DAN AIR DALAM SUATU DAS
Teknologi konservasi tanah dan air suatu DAS merupakan suatu alat (tool) yang digunakan
untuk kegiatan pelaksanaan DAS dalam mencapai produksi yang seoptimal mungkin
secara berkelanjutan tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti seperti: banjir,
erosi dan penghilangan nutrisi tanah untuk tanaman. Pengunaan teknologi tidak
saja dilakukan pada on-farm (arable land) juga pada Off-Farm dan hutan
(Non-arable Land) sebagai sumber utama keberadaan air. Ada beberapa cara atau
model yang digunakan, namun keberhasilan pengelolaan tetap pada manusianya
sendiri dalam melaksanakan dan memelihara teknologi tersebut, yaitu perlunya
pertisipasi aktif dari seluruh pengambilan keputusan.
1. Pada On-farm (Arable land) dengan
menggunakan: Terasering (teras guludan, teras bangku dsbnya); penutup lahan
(mulsa, cover crop dsbnya); Barier Vegetasi (akar wangi, dsbnya); Strip
Cropping; Agroforestry,
2. Pada Off-farm menggunakan: Check
Dam; grassed and Permanent Waterways; Bangunan Pengontrol Gully,
3. Pada hutan (Non-Aramble Land)
menggunakan: Silvipastoral; re-forestry; Buffer Zone (Reparian).
AGROFORESTRY (WANATANI).
Menurut I. Nyoman Yuliarsana (Dehutbun),
wanatani adalah sistim pemanfaatan atau penggunaan lahan dimana pohon-pohon dan
semak-semak tumbuh dan ditanam berinterahsi dan/atau bersinergi secara ekologis
dan ekonomis dengan tanaman pertanian, pakan ternak/ikan yang dilakukan oleh
para petani dengan tempat dan waktu/musim yang berbeda. Sebenarnya sistim ini
sudah dilakukan oleh para petani sejak dulu kala dan secara ilmiah nama ini
diperkenalkan pada tahun 1977 oleh ICRAF. Menurut ICRAF, agroforestry adalah “
a collective word for all land use practices dan systems in which woody
perennials are deliberately grown on the same management unit as annual crops
and/or animals “.
Sedang menurut buku Kumpulan Informasi mengenai
Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering di Indonesia (1997), wanatani adalah usaha
penanaman dan pengelolaan pepohonan bersama dengan tanaman pertanian dan/atau
ternak yang secara ekologis, sosial, dan ekonomis dapat berkelanjutan. Atau
dengan lebih sederhana: wanatani adalah: usaha meningkatkan produksi/pendapatan
petani; peningkatan pemerataan perolehan manfaat; pengelolaan lahan kering
secara berkelanjutan.
INVENTARISASI TEKNIK PENGHIJAUAN
Penghijauan diarahkan pada terbentuknya tegakan
hutan dan pemulihan lahan untuk usahatani konservasi. Pemilihan jenis tanaman
dan teknologi penghijauan diarahkan pada masyarakat dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang benar, sesuai dan tepat
sasaran. Penghijauan pada tanah milik diserahkan sepenuhnya kepada pemilik lahan,
dimana dalam pelaksanaannya didampingi oleh pemerintah pusat/daerah, LSM dan
pihak terkait lainnya.
Teknologi penghijauan yang berskala besar selama ini
masih banyak mengadopsi teknologi berbiaya tinggi yang dikembangkan oleh proyek
Solo pada tahun 1970 (Work Bank, 1993).
Metoda konservasi tanah yang menjadi unggulan adalah penterasan lahan. Teras
bangku yang dibangun pada lokasi yang tepat dengan persyaratan teknis merupakan
salah satu metoda efektif untuk mengendalikan erosi dan aliran permukaan.
Permasalahan akhir yang timbul adalah
pemeliharaan teras setelah proyek berakhir. Berbagai proyek konservasi tanah
berskala besar di Jawa seperti: Proyek Citanduy II (Harper, 1988), Upland
Agriculture and Conservation Proyect/UACP (Huszar & Pasaribu, 1994), Land
Rehabilitation and Agroforestry Development (Anonymous, 1990), melaporkan bahwa
pemeliharaan terus merosot drastis setelah proyek selesai, karena subsidi
berakhir dan masyarakat tidak mampu membiayai pemeliharaan tsb. Investasi besar
tsb ternyata tidak memberikan dampak positip kepada masyarakat banyak.
VI. MONITORING DAN EVALUASI
BIOFISIK DAS
Komponen biofisik DAS merupakan suatu sistim alami
yang menjadi wadah tempat berlangsungnya proses-proses biofisik hidrologis
maupun kegiatan sosial-ekonomi masyarakat. Proses fisik hidrologis DAS
merupakan proses alami suatu bagian dari daur hidrologi, sedang kegiatan
sosial-ekonomi masyarakat lebih merupakan intervensi manusia terhadap sistim
alami DAS, yaitu berupa pengembangan kawasan budidaya dalam lahan DAS yang
tidak terkendali seringkali menyebabkan kerugian, yaitu berupa peningkatan
erosi dan sedimentasi, turunnya produktivitas lahan dan kerusakan lahan. Hasil
akhir perubahan ini tidak hanya nyata secara fisik berupa meluasnya lahan
kritis dengan daya dukung yang merosost, akan tetapi juga secara ekonomi, yaitu
semangkin meningkatnya jumlah masyarakat miskin dan hilangnya kesempatan untuk
berusaha tani.
Kegiatan monitoring dan evaluasi merupakan bagian
tak terpisahkan dari upaya pengelolaan secara terpadu. Salah satu faktor utama
pengelolaan dari suatu DAS adalah komponen biofisik DAS. Dalam hal ini komponen
utama adalah meliputi: iklim dan hidrologi; tanah, erosi dan sedimentasi;
tanaman dan penutup lahan. Dalam hal ini menyangkut evaluasi kondisi DAS dalam
bentuk perhitungan neraca air dan hasil erosi dan sedimentasi di suatu DAS,
yang dilakukan dengan bantuan model-model hidrologi DAS, seperti ANSWERS,
TOPMODEL, dan TOPOG, AGNPS, GUEST dll.
Ciri dari program pengelolaan DAS pada saat ini
adalah pendekatan secara “terpadu” dengan skala proyek yang relatip besar.
Untuk itu program monitoring dan evaluasi umumnya menjadi bagian yang sangat
integral dari proyek, walaupun disadari masih banyak hambatan yang dihadapi
selama pelaksanaannya sebagaimana yang diuraikan oleh Lai (1992) dengan istilah:
”misperception or misdirection and poor guidelines”. Lai menjelaskan bahwa suatu sistem monitoring
dan evaluasi yang efektif harus mencapai hal-hal sbb:
a. Menyediakan secara teratur
informasi yang up-to-date kepada pengelola mengenai kondisi sumberdaya proyek
yang meliputi: penggunaan dana; tenaga kerja; dan material dalam upaya mencapai
sasaran proyek,
b. Memberikan umpan balik bagi
setiap tingkat pengelola mengenai: relevansi; kecukupan; kelayakan; serta uptake dari luaran dan jasa proyek
serta saran-saran untuk upaya konservasi,
c. Melakukan evaluasi kritis
secara berskala terhadap unjuk-kerja proyek dan penilaian ulang terhadap
teknik-teknik pelaksanaan serta usulan perbaikan atau perubahan, khususnya bila
terjadi kendala,
d. Melakukan survei rutin dan
khusus, termasuk melengkapi basis data sosial-ekonomi dan parameter biofisik,
untuk memperlancar perencanaan operasional dan menyediakan batu-uji bagi
evaluasi selanjutnya,
e. Memungkinkan dokumentasi
dari pengaruh dan dampak proyek, baik yang terencana maupun tidak untuk menilai
tingkat keberhasilan proyek menurut kriteria sosial, ekonomi, lingkungan, dan
pengelolaan.
Dalam hal ini aspek yang dipertimbangkan dalam
sistim monitoring dan evaluasi yang diperlukan dalam kegiatan proyek
pengelolaan DAS hanya dibatasi terhadap komponen biofisik DAS. Peran dan sistim
monitoring dan evaluasi adalah menghubungkan hasil yang dicapai proyek dengan
sasaran serta tujuan proyek, dalam hal ini: masukan, saran; pengaruh dan dampak
proyek. Teknik evaluasi keberhasilan pengelolaan DAS berdasarkan komponen
biofisik DAS dapat didasarkan pada tingkat laju erosi, atau pada konsep
perhitungan neraca air dan pemodelan hidrologi.
KOMPONEN BIOFISIK
Identifikasi berbagai komponen biofisik DAS
merupakan kunci dalam proyek monitoring, yaitu dalam upaya menghimpun informasi
yang diperlukan untuk tujuan evaluasi menjamin tercapainya sasaran pengelolaan
DAS. Pengumpulan data dilakukan secara berskala dengan memanfaatkan
perkembangan teknologi instrumentasi dan komunikasi yang ada, misalnya dengan automatik
dan aquistition system, tele-metering, system, ataupun dengan teknik
pengindraan jarak jauh, sedang untuk pengolahan dan analisis data penyajian
hasil dapat memanfaatkan teknologi sistem informasi geografis (GIS).
a. Iklim dan Hidrologi.
Parameter-parameter iklim dan hidrologi merupakan
parameter masukan-keluaran sistem hidrologi yang umumnya dapat dikendalikan
secara langsung. Curah hujan merupakan masukan utama sistem, sedang aliran
permukaan air di sungai merupakan keluaran setelah melalui suatu proses
diddalam sistem. Kondisi iklim wilayah juga dicirikan oleh parameter suhu dan
radiasi sinar matahari yang menentukan tingkat laju evaporasi dan transpirasi,
sedang variasi suhu dan radiasi netto suatu permukaan akan ditentukan oleh
sifat penutupan permukaan lahan. Karena debit berhubungan langsung dengan
komponen biofisik, maka merupakan indikator penting dalam monitoring
pengelolaan DAS.
b. Tanah, Erosi dan
Sedimentasi.
Sifat penting dari tanah adalah sifat erodibitasnya,
baik secara alami maupun akibat ulah manusia. Akibat pukulan butir hujan dan
gaya geser aliran permukaan, tanah dapat tererosi menghasilkan sedimen disuatu
tempat. Oleh karena itu, dalam program monitoring perlu dilakukan survei tanah
untuk mendapatkan informasi status erodibili, erosi dan sedimentasi tanah. Jadi
sedimen juga merupakan salah satu bentuk luaran sistem DAS yang dapat dijadikan
indikator untuk menilai kondisi penutupan permukaan DAS.
c. Tanaman dan Penutupan Lahan.
Tanaman dan penutupan lahan merupakan instrumen
utama dan merupakan faktor yang dapat dikendalikan dalam pengelolaan DAS. Jenis
tanaman dan sifat penutupannya merupakan faktor penting dalam menentukan
keluaran DAS, yaitu berupa debit aliran sungai, air tanah maupun bentuk
sedimen. Ada klasifikasi penutupan lahan menurut status produksi dan lingkungan
(faktor P) dan nilai faktor pengelolaan tanaman (faktor C) untuk mengetahui
tingkat efektifitas tanaman untuk menekan tingkat erosi tanah akibat hujan.
Karena itu, dalam suatu program monitoring perlu dicatat dan didokumentasikan
secara berkala status tanaman dalam wilayah suatu DAS.
EVALUASI EROSI TANAH.
Ada beberapa teknik konservasi untuk menilai
efektifitas suatu tindakan konervasi tanah dan air yang lazim dilakukan,
seperti metoda empirik-rasional USLE (Universal Soil Loss Equation), didasarkan
pada observasi dan eksperimen yang perlu dikalibrasikan dengan kondisi setempat
untuk pertama kalinya. Parameter metoda USLE ini adalah:
E = R.K.L.S.C.P.
Di mana:
E = laju erosi tanah (ton/ha/tahun),
R = indeks erosiviti hujan,
K = indeks eridibiliti tanah,
LS = indeks kemiringan lereng dan panjang lereng,
C = faktor penutupan lahan,
P = faktor tindakan konservasi/pengelolaan.
Departemen Kehutanan tahun 1989 telah membuat
pedoman tentang evaluasi erosi berdasarkan metoda USLE dengan prosedur secara
rinci. Evaluasi laju erosi kemudian didasarkan pada tingkat bahaya erosi yang
dikelompokkan menjadi: sanagat ringan bila erosi tanah kurang dari 15
ton/ha/tahun; rinigan bila 16-4- ton/ha/tahun; sedang bila 41-120 ton/ha/tahun;
berat bila 121-140 ton/ha/tahun; dan sangat berat bila lebih besar dari 241
ton/ha/tahun.
Dari hasil penelitian telah dibuktikan bahwa rumus
USLE ini hanya valid pada percobaan plot, sedang untuk memprediksi erosi di
on-site dan off.site rumus USLE sangat overestimated karen terjadi
oversimplified. Menurut Van Der Poel dan Subagyono (1998), untuk level DAS
penggunaan USLE dapat overestimated s/d. 200%, karena pengaruh filter sedimen
tidak diperhitungkan. Sedang metoda matematik yang lebih realistik adalah
berupa model konseptual/fisik yang mendiskripsikan suatu proses erosi/sedimen
berdasarkan teori/hukum-hukum fisik, seperti model GUEST menurut Rose, dengan
persamaan:
c = k b. Q 0.4b. exp (ks..Cs)
Dimana:
c = konsentrasi sedimen,
K = kapasitas tranportasi dari run-off,
Q = besarnya run-off efektif,
ks = faktor tidak berdimensi
(5 – 15),
Cs = penutup tanaman,
b = erodibilitas.
NERACA AIR.
Konsep neraca air pada lahan
merupakan azaz pokok suatu analisis hidrologi daerah aliran sungai, dimana
hukum Kekekalan Massa diberlakukan. Perhitungan neraca air lahan harus
dilakukan untuk suatu selang waktu tertentu, yaitu harian, mingguan, bulanan
dan untuk suatu satuan wilayah tertentu, seperti petak atau suatu DAS. Pemilihan
satuan wilayah analisis serta selang waktu akan menentukan
kelayakan/keakuratan data yang
digunakan. Dari hasil analisis ini dapat diperoleh status kelengasan tanah
didalam DAS. Menentukan neraca air untuk suatu petak lahan dapat ditentukan
menurut persamaan:
CH =
ETP + S + RO
Di mana:
CH = besarrnya curah hujan,
ETP = evapotranspirasi
potensial,
S = perubahan kelengasan
tanah,
RO = limpasan permukaan.
Konsep neraca air relatip
sederhana ini bila diberlakukan untuk suatu sistim DAS akan menyangkut teknik
pemodelan hidrologi DAS yang telah berkembang, mengikuti perkembangan teknik
komputasi numerik maupun teknologi komputer itu sendiri.
GIS SEBAGAI ALAT PENGELOLAAN
LAHAN.
GIS menyediakan cara untuk
menganalisis dan menampilkan secara spasial berdasarkan referensi atribut
non-geografi (Johnson, 1990) dalam masalah pengelolaan sumberdaya alam.
Informasi Biofisik dan Ekonomi penting untuk menentukan pengelolaan DAS akibat
kerusakan lahan GIS, sekarang sudah digunakan secara luas karena dapat digunakan
sebagai alat menyatukan data untuk tujuan analisis dan tampilan hasil.
Informasi kerusakan lahan, pengelolaan lahan dan atribut biofisik lainnya untuk
penelitian suatu daerah, tersedia dalam bentuk data GIS bermacam-macam atribut
menggunakan skala 1:25.000.
KESIMPULAN
Dalam kajian bidang falsafah
sains, kegiatan pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat dinayatakan sbb:
1. Aksiologi (nilai kegunaan ilmu), yaitu bahwa: strategi pengelolaan DAS digunakan
agar tujuan “Sustainable Watershed Development “, dapat tercapai dengan
memanfaatkan sumberdaya alam yang ada secara berkelanjutan. Dengan mempelajari
konsep, kriteria, strategi, pengelolaan suatu kawasan DAS dapat memberi dampak
langsung maupun tidak langsung kepada kesejahteraan umat manusia, terutama
kepada para petani, yaitu: hasil produksi pertanian/kehutanan secara optimal
berkelanjutan; kerusakan lahan yang minimal; kualitas dan kuantitas air yang
memenuhi persyaratan, baik pada musim hujan maupun musim kering; memberi
kesejahteraan bagi masyarakat; dan melestarikan lingkungan alam/biofisik secara
berkelanjutan.
2. Epistomologi (cara mendapatkan pengetahuan yang benar), yaitu bahwa: pengetahuan
yang benar secara hakiki sulit diperoleh, namun pengujian yang benar sering
dilakukan mengkaitkan pandangan dan teori pelaksanaan monitoring dan evaluasi
geofisik adalah berkaitan dengan fakta berupa penggunaan lahan, terutama dalam
situasi dimana penggunaan lahan tsb perlu dirubah atau perlu diadopsi.
Penggunaan pendekatan DAS dilakukan untuk perencanaan dan pelaksanaan yang
berkaitan dengan kegiatan pembangunan sumberdaya alam yang ada. Dengan
melakukan simulasi-simulasi model hidrologi, penutupan lahan dan pola penanaman
akan memberikan gambaran dan pilihan dalam melaksanakan keberhasilan tujuan
pengelolaan DAS.
3. Ontologi (hakekeat apa yang dikaji), yaitu bahwa tujuan akhir dari pengelolaan
DAS adalah: besarnya erosi dan sedimentasi seminimal mungkin;
perubahan/peningkatan hasil produksi akibat penggunaan teknologi konservasi
tanah dan air dengan melakukan tindakan secara: agronomi, vegetatip, mekanis
dan managemen.
4. Hipotesis didalam pengelolaan DAS berkelanjutan adalah: bahwa ciri dan
pengelolaan DAS yang baik adalah menghasilkan produktifitas yang tinggi dengan
meningkatnya pendapatan; jumlah dan distribusi kualitas dan kuantitas air yang
baik; mempunyai sifat lentur dan pemerataan. Dari hasil penelitian dan
penyelidikan mengenai presipitasi dan run-off diperoleh bahwa timbulnya banjir
bukan akibat penebangan hutan, melainkan bahwa presipitasi yang jatuh ke permukaan
tanah secara langsaung akan memperbesar run-off permukaan, sedang
presipitasinya sendiri berkurang akibat berkurangnya evapotranspirasi.
5. Program monitoring dan
evaluasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proyek pengelolaan DAS,
walau disadari bahwa dalam pelaksanaannya masih dijumpai banyak hambatan yang
dapat dirumuskan Lai (1992) dengan kalimat “misperception or misdirection and
poor guidelines”.
6. Program monitoring komponen
biofisik DAS dapat dikembangkan dengan mengidentifikasikan parameter-parameter
berdasarkan: iklim dan hidrologi; tanah, erosi dan sedimentasi; dan tanaman dan
penutupan lahan. Parameter-parameter tsb. Dapat bermanfaat untuk program
evaluasi pengelolaan DAS dimasa datang.
7. Parameter laju erosi tanah
sebagai indikator fisik dapat digunakan sebagai teknik evaluasi komponen
biofisik DAS dan untuk itu telah dikembangkan paket program sebagai alat
evaluasi dalam perencanaan dan pengelolaan lahan hutan.
8. Model-model hidrologi dalam
evaluasi pengelolaan DAS sangat potensial dan bermanfaat untuk memberikan
informasi yang meliputi tentang fungsi hidrologi DAS dengan tetap melakukan
kajian kasus-kasus di lapangan.
9. Tujuan strategi pengelolaan
DAS dapat tercapai bila seluruh steakholder yang terkait mempunyai rasa
kebersamaan didalam melaksanakan dan mewujudkan keberhasilan dari tujuan
pengelolaan DAS, yaitu kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh umat manusia
secara berkelanjutan dan kelesatarian lingkungan.
DAFTAR
PUSTAKA
1. A. Abdulrachman, S. Sukmana,
and J.H. French, A Framework for Compilation of Applied Research Information on
Hillslope: Farming, Conservation Policies for Sustainable Hillslope Farming,
1992.
2. Hidayat Pawitan dan Daniel
Murdiyarso, Monitoring dan Evaluasi Komponen Biofisik DAS, Lokakarya Pembahasan
Hasil Penelitian dan Analisis Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Garut, 20-24
November 1995.
3. Norman W. Hudson, A Study of
The Reasons for Success or Failure of Soil Conservation Proyect, Soil
Resources, Management and Conservation Service, FAO Land and Water Development
Division, Silsoe Agricukture Assosiates ampthill Bellford United Kingdom FAO
Soils Bulletin 64, 1991.
4. I. Nyoman Yuliarsana,
Agroforestry Dalam Pengelolaan DAS, Agenda dan Strategi Studi dan Penelitian,
Bahan Kuliah Pascasarjana IPB, Program Studi Pengelolaan DAS, 2000.
5. Tarigan S.D., Bahan Kuliah
Teknologi Pengelolaan DAS, Pascasarjana, IPB, 2000.
6. The WRDP-WMIC Studi Team,
The Philippines Strategy for Improved Watershed Resources Management, Forest
Management Bureau Departement of Environmental and Natural Resources, Agust,
1998.
7. --------, Pengelolaan
Sumberdaya Lahan Kering di Indonesia, Kumpulan Informasi, Bogor, April, 1997.
8. Peter E. Black, Watershed
Hidrology, State University of New York, College of Environmental Science and
Forestry, Syracuse, New York, Second Edition.
9. State Ministry for
Environment Republic of Indonesia & United Nations Development Programme,
AGENDA 21-INDONESIA, A Nasional Strategy for Sustainable Development.
10. S.C. Walpole, Integration of
Economic and Biophysical Information to Assess The Site-specific Profitability
of Land Management Programmes Using a Geographic Information Systems, New South
Wales, Australia.