Oleh :
NRP. : 995207/TKL
1.1. Latar Belakang
Produksi
perikanan di Indonesia sebagian besar dihasilkan oleh penangkapan ikan di laut yang
dihasilkan dari laut seluas 5,7 juta km2 dengan potensi lestari
lebih kurang 6,2 juta ton/tahun. Tingkat
pemanfaatan potensi perikanan laut tersebut baru mencapai 62% dari Maximum Sustainable Yield (MSY). Pada tahun 2003 pemerintah akan meningkatkan
volume tangkapan ikan laut sampai
dengan 80% dari MSY atau yang lebih dikenal dengan istilah Total Allowable Catch (TAC), sehingga diperlukan upaya untuk
meningkatkan produktifitas penangkapan ikan di laut serta menjaga kelestarian
sumberdaya ikan di laut (Ditjenkan, 1998).
Perencanaan nasional jangka panjang
di bidang perikanan secara rinci belum pernah ada, namun yang ada hanya
perencanaan lima tahun secara umum.
Perencanaan jangka panjang harus dimulai dari data potensi ikan Indonesia
yang nyata atau setidaknya mendekati kebenaran, karena data yang ada saat ini
penuh dengan data manipulasi. Potensi sumberdaya ikan yang benar akan
memudahkan pemerintah untuk mengatur alat tangkap ikan, kapal yang diperlukan
serta estimasi kelimpahan ikan dari waktu ke waktu, termasuk industri perikanan
serta menyangkut kesejahteraan nelayan.
Ikan
yang hidup di laut dapat dibagi dua yaitu : ikan permukaan (pelagic) yang hidup di dalam kolom air
dari permukaan sampai dengan di atas dasar
dan ikan dasar (demersal) yang
hidup berada di dasar atau berasosiasi dengan dasar perairan. Ikan dasar seperti : kakap (Lutjanus spp), kurisi (Nemiptherus spp), petek (Leognatus spp), manyung (Arius spp), dan lain sebagainya. Alat tangkap ikan dasar yang biasa digunakan
yaitu : jaring insang dasar, pancing dasar, trammelnet, cantrang, trawl, dan
lain sebagainya. Alat penangkap ikan yang paling efektif dan efisien untuk
menangkap ikan dasar adalah trawl dasar.
Kepres
No. 39 tahun 1980 merupakan keputusan untuk melarang pengoperasian trawl di
wilayah perairan Indonesia , kecuali Indonesia bagian Timur. Alat ini dilarang karena diduga dapat merusak lingkungan perairan,
mengguras sumberdaya ikan dan
menimbulkan ketegangan sosial antar nelayan. Alat tangkap trawl dasar
yang diizinkan dioperasikan harus diberi tambahan alat pemisah ikan (API) atau
biasa disebut dengan By Catch Excluder
Divice (BED), sehingga hanya ikan yang menjadi target saja yang tertangkap
alat ini dirubah namanya menjadi pukat udang (Shrimp net).
Penelitian
ini akan dilakukan untuk mengetahui berapa persen kemampuan trawl dasar
menangkap ikan atau dengan kata lain berapa besar ikan yang berhasil meloloskan
diri dari alat tangkap. Sehingga hasil
penelitian ini dapat memberikan informasi yang benar tentang trawl dasar, sebab
selama ini trawl dasar dianggap dapat
merusakan sumberdaya ikan tanpa melalui pengkajian yang mendalam tentang trawl
dasar. Trawl dasar tidak dilarang di negara-negara lain tetapi mereka hanya
mengatur antara lain yaitu: jumlah kapal penangkapan di suatu daerah
penangkapan, mengatur musim penangkapan (closed
season), mengatur besar mata jaring, mengatur besar jaring dan ukuran kapal
penangkap .
Berdasarkan
alasan-alasan tersebut di atas penulis ingin mempelajari kemampuan tangkap (Catch ability) dan kemampuan ikan untuk
meloloskan diri dari alat tangkap trawl dasar atau yang biasa disebut dengan
faktor lolosnya ikan (Escapement factor). Perhitungan
kemampuan tangkap dan faktor lolosnya ikan dilakukan dengan mengoperasikan alat
tangkap trawl dasar bersamaan dengan alat akustik bim terbagi (Split beam acoustic system), yaitu alat
akustik atau Scientifik Echo Sounder
yang dapat dipergunakan untuk mendetekti kumpulan ikan (besar dan jumlah ikan)
yang berada di alur penangkapan trawl.
Maksudnya adalah trawl dasar untuk mengetahui berapa jumlah hasil
tangkapan dan berapa ukuranya tiap-tiap ikan hasil tangkapan, sedangkan alat
akustik untuk mengetahui berapa banyak ikan yang berada di alur penangkapan.
Sehingga hasil tangkapan trawl dasar dan hasil deteksi alat akustik dapat
dibandingkan.
1.2. Permasalahan
Masalah
yang akan dipecahkan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa
besar alat penangkap ikan trawl dasar merusak sumberdaya ikan, apakah betul seperti
yang dituduhkan selama ini ?, dan apakah betul bahwa trawl dasar menguras habis
ikan yang berada di alur penangkapan ?.
1.3. Manfaat
Penelitian.
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah
tentang penghapusan alat penangkap ikan trawl dasar, maksudnya apakah masih
perlu dipertahankan KEPRES NO. 39 Tahun 1980?. Mengingat keinginan pemerintah
untuk meningkatkan volume hasil tangkapan
ikan laut dan trawl merupakan alat penangkap ikan yang produktif.
1.4.
Hipotesis
1.
H0; Alat penangkap ikan trawl dasar tidak dapat menguras habis ikan demersal di alur
penangkapan
2.
H0; Catch ability Ή 100% dari
kepadatan absolut ikan yang berada di alur penangkapan.
1.
STUDI PUSTAKA
1.1. Tawl Dasar
Trawl dasar adalah alat tangkap ikan yang terbuat
dari jaring yang berbentuk kerucut dan dioperasikan dengan menyeret di dasar
perairan dengan menggunakan kapal. Untuk
membuka mulut jaring baik secara vertikal maupun horizontal digunakan
otterboard dan pada bagian atas dipasang, serta bagian bawah dipasang pemberat.
Berdasarkan daerah operasinya trawl dapat dibagi menjadi tiga, yaitu : trawl
dasar (bottom trawl), trawl
pertengahan (midwater trawl), dan
trawl permukaan (pelagic trawl)
(Nomura dan Yamazaki, 1977).
Prinsip
dasar dari metode penangkapan ikan dengan trawl adalah menyaring air dengan
jaring agar ikan yang berada di dalam air tersaring, sehingga ikan tersebut
terkumpul di kantong jaring. Jaring
ditarik dengan kapal motor, arah dan kecepatannya sama dengan kecepatan
kapal. Mulut jaring diusahakan seluas
mungkin, ditarik dengan kecepatan tertentu pada selang waktu tertentu, menempuh
suatu lintasan dengan harapapan mendapat hasil tangkapan tertentu (Ayodhyoa dan
Baskoro, 1996).
1.1.1.
P erhitungan Hasil Tangkapan
Jumlah
hasil tangkapan trawl dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Friedman, 1973):
Q = C1.r.F.v.t
. (1)
Dimana;
Q = Hasil tangkapan per hauling /penarikan
alat (ekor)
C1= Kepadatan absolut (ekor/m3)
r = Koefisiensi penangkapan absolut, yang besarnya
trgantung pada bentuk rancangan trawl dan sifat-sifat biologis ikan
F = Luas pembukaan
mulut jaring (m3)
v = Kecepatan kapal
(m/detik)
t = Lama penatikan
jaring (detik)
Efisiensi penangkapan absolut
dihitung dengan persamaan berikut :
r = n n1/n = 1 n1/n
----------------------------- (2)
dimana;
r = Koefisiensi penangkapan absolut
n = Jumlah ikan yang terdapat di dalam air
jalur penangkapan trawl (ekor)
n1 = Jumlah ikan yang dapat meloloskan diri
(ekor).
Sedangkan ikan yang dapat meloloskan
diri dari trawl dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Ca = C/n
x 100%
(3)
Ef = n1/n x 100%
. (4)
Dimana ;
Ca = Kemampuan tangkap trawl
C =
Hasil tangkapan
Ef = Kemampuan ikan untuk meloloskan diri dari
trawl
1.1.2.
Sistem Akustik Bim Terbagi
istem akustik bim terbagi (Split beam acoustic system) adalah
perangkat akustik yang terdiri dari split
beam transducer, split beam processor, dan program target strength, alat ini digunakan untuk mendeteksi ikan yang
berada di dasar perairan. Selain itu dapat memperinci lokasi ikan di
dalam air dan orientasinya terhadap sumbu akustik. Hal ini penting untuk
perhitungan target strength
(Enherberg, 1981).
Target
Strength (TS) adalah kekuatan pantulan echo
(gema), atau ukuran decibel intensitas suara yang dikembalikan oleh target,
diukur pada jarak satu meter dari pusat akustik, relatif terhadap intensitas
suara yang mengenai target (Coates, 1990).
Sedangkan menurut Burczynski dan Johnson, 1986 menyatakan bahwa Target Strength (TS) ikan memiliki
hubungan yang ekuivalen dengan backscattering cross section (sbs) yang ditulis dalam persamaan sebagai berikut :
TS = 10logsbs
. (5)
Hubungan antara TS dan panjang ikan
dapat ditulis sebgai berikut (Foote,
1987):
TS = 20Log L 68B
.. (6)
Dimana; L adalah panjang cagak (fork length) ikan dalam cm.
3. METODE PENELITIAN
3.1. Alat dan Bahan
Pengambilan
data dengan menggunakan Kapal Riset/Latih KM.Madidihang (300GT) milik Sekolah
Tinggi Perikanan Jakarta, Departemen Kelautan dan Perikanan. Kapal ini diperlengkapi dengan alat tangkap
trawl dasar yang berukuran tali ris atas 30 m dan alat Scientifik Echo Sounder Split Beam System SIMRAD EK 500. Selain itu kapal ini diperlengkapi dengan
peralatan navigasi (Global Positioning
System/GPS, Radar, Loran, Gyro Kompas, dan peralatan lainnya), Laboratorium
basah dan kering, peralatan oseanografi, ruang kuliah, dan lain sebagainya.
3.2.Rancangan Penelitian.
Rancangan
untuk mendapatkan data primer yaitu dengan mengoperasikan trawl dasar bersamaan
dengan alat akustik bim terbagi selama 30 menit sampai dengan 60 menit setiap kali
setting (penurunan alat tangkap).
Sedangkan metode analisis seluruh aspek yang dilakukan untuk mencapai tujuan
penelitian ini adalah dengan menggunakan prosedur analisis Maclennan dan Simond
(1992) yang disesuaikan dengan tujuan penelitian yang dilaksanakan, adapun
prosedur tersebut sebagai berikut:
1.
Menentukan geografi alur
riset penangkapan
2.
Echogram diperoleh
dengan mengoperasikan alat akustik bim terbagi.
3.
Echogram diolah
dengan menggunakan Echo integrator
untuk menentukan nilai kepadatan absolut ikan demersal (ekor/m3) di
alur penangkapan yang berdasarkan nilai target strength.
4.
Menghitung hasil tangkapan trawl dasar.
5.
Hasil tangkapan
diidentifikasi, diukur, dan ditimbang.
6.
Hasil tangkapan per setting
(ekor/setting) dapat diketahui
7. Kemudian hubungan antara kemampuan tangkap dengan kepadatn absolut ikan dasar dapat dihitung . Untuk lebih jelasnya lihat Gambar 1.
Geogrfi Alur Riset Penangkapan |
Data Echo Integrator |
Echogram |
Fungsi Target Strengt |
Data Hasil Tangkapan |
Pembagian Data Integrasi Echo
Sesuai Densitas dan Kategori Target |
|
Data
Biologi Ikan Hasil Tangkapan |
Densitas ikan
Dasar di Perairan Maringgai (ekor/m3) |
|
Penyelesaian
Perhitungan Hasil Tangkapan (ekor/setting) |
Hubungan antara Hasil Tangkapan Trawl
Dasar dan Densitas Ikan |
Gambar 1. Diagram alir prosedur analisis
data
DAFTAR PUSTAKA
Ayodhyoa
dan Baskoro M.S., 1996. Trawl, Telaah Aspek
Teknis. Diskusi Ilmiah: Pemanfaatan Smberdaya Ikan ZEE di Indonesia dan
Permasalahan Pukat Harimau di Indonesia. Fakultas
Perikanan IPB.
Ayoma, 1973 Demersal fish stock and fisheries of
Burczynski, J.J.;Michaeltz and G.M. Marrone. 1987. Hydroacoustic Assesment of the Abundance and distribution
of Rainbow Smelt in
Direktorat Jendral Perikanan, 1999. Statistik Perikanan Indonesia Tahun 1998. 78 hal.
Coates, R.F.W 1990 Underwater Acoustic System. Macmilan Education, Ltd.
Foote, K.G. 1987. Fisch Target Strength for Use in Echo Integrator Survey. J. Acoust. Soc.Am, 82, 981-1.
Love, R.H. 1977. Target Strenght of an Individual Fish at any Aspect. J. Acoust. Soc. Am, (62): 1397 1403.
Maclennan, D.N. and E. John Simonds, 1992. Fisheries Acoustic. Chapman and Hall.
Mouri K, Higo N, and Gotoh M, 11976. On an Approximation
Applicable to the Designing of Trawl net-I; On the Net mouth Cetral Height of the
Naken.O and Olsen,K.1977. target Strenght Measurements of fish. Rappp.P,-V. Reun.Corn.Perm.Int.Explor.Sea CM.1975/B:25, 20pp.
Sparre. P. E. Ursin and S.C. Venema.
1989. Introduction to Tropical Fish Stock
Assesment. Part I Manual. FAO
Fish. Tech. Paper No. 306.
Stepnowski, A. 1995. Operation of Dual Beam Pocessing or Echo Integration. Local Project
Implementation Unit (LPIU).