APLIKASI TEKNOLOGI

 

Re-edited  20 December, 2000

Copyright © 2000 Slamet Supriadi Wastra  

Makalah  Falsafah Sains (PPs 702)

Program Pasca Sarjana - S3

Institut Pertanian Bogor

 

Dosen:  Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng

 

APLIKASI TEKNOLOGI

DALAM PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

 

 

 

Oleh :

 

Slamet Supriadi Wastra

Nrp.  P.23600003

 

 

 

 

Pendahuluan

 

 

          Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu ekosistem yang didalamnya terjadi interaksi antara faktor-faktor biotik (vegetasi dan faktor-faktor fisik: tanah dan iklim) serta manusia dengan segala aktivitasnya. Interaksi tersebut dinyatakan dalam bentuk keseimbangan masukan dan keluaran yang mencirikan keadaaln hdirologis DAS tersebut. Keseimbangan ekosistem  akan terjamin apabila kondisi timbal balik antar komponen berjalan dengan baik dan optimal. Kualitas ekosistem DAS dapat dilihat dari output ekosistem tersebut dan secara fisik antara lain dapat diukur dari besarnya erosi, sedimentasi, aliran permukaan, fluktuasi debit dan produktivitas lahan. Suata DAS yang berada dalam kondisi alami memiliki kestabilan ekosistem yang relatif jauh lebih baik dari DAS yang ekosistemnya telah berubah. 

            Kerusakan dan ketidakseimbangan tersebut telah terjadi pada sejumlah Daerah Aliran Sungai (DAS) di negara kita.  Beberapa penelitian menyebutkan bahwa terjadinya dehutanisasi (deforestation), pengolahan lahan yang tidak memperhatikan konservasi tanah telah menyebabkan meningkatnya debit puncak, kejadian banjir, erosi dan sedimentasi, serta berkurangnya waktu puncak (time to peak).

 

          DAS biasanya dibagi menjadi bagian hulu, tengah, dan hilir. Asdak (1995) mencirikan DAS bagian hulu sebagai daerah konservasi, berkerapatan drainase tinggi, memiliki kemiringan topografi besar dan bukan daerah banjir.  DAS bagian hilir dicirikan sebagai daerah pemanfaatan, kerapatan drainase rendah, kemiringan lahan kecil, dan sebagian diantaranya merupakan daerah banjir.  DAS bagian tengah merupakan transisi di antara DAS hulu dan DAS hilir.  Masing-masing bagian tersebut saling berkaitan.  Contoh keterkaitan antara bagian hulu dan hilir diantaranya adalah : a). bagian hulu mengatur aliran air yang dimanfaatkan oleh penduduk hilir; b) erosi yang terjadi di bagian hulu menyebabkan sedimentasi dan banjir di hilir, dan c) bagian hilir umumnya menyediakan pasar bagi hasil pertanian bagi hasil pertanian dari bagian hulu.

           Eksploitasi sumberdaya alam tanpa memperhatikan aspek konservasi akan mempercepat laju degradasi lingkungan yang dampaknya tidak hanya dirasakan dimana terjadinya kerusakan (insitu effects) tetapi juga di luar wilayahnya (exsitu effects).  Misalnya konversi lahan hutan alam menjadi lahan pertanian(yang tanpa kecuali) yang lebih terbuka penutupan lahannya berdampak pada meningkatnya erosi tanah, kadar sedimen dalam sungai meningkat dan terjadinya pendangkalan di saluran air dan waduk/bendungan yang tinggi.

          Ketidakseimbangan DAS dan kerusakan sumberdaya di dalam DAS tersebut menuntut usaha-usaha untuk meningkatkan kembali produktivitas lahan di dalam DAS dengan menggunakan teknologi.  Penemuan teknologi baru merupakan tuntutan yang terus berkembang dari waktu ke waktu dengan sasaran peningkatan produktivitas lahan di dalam DAS untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia.  Namun demikian, teknologi yang dipilih harus berorientasi pada tujuan dari pengelolaan DAS dan merupakan teknologi yang ramah lingkungan.

 

Pengertian teknologi dan pertimbangan aplikasinya

 

          Menurut Kamus Purwadarminta (1987), teknologi adalah ilmu teknik, dimana teknik didefinisikan sebagai pengetahuan atau kepandaian membuat sesuatu yang berkenaan dengan industri; ahli atau cara (kepandaian dsb.) membuat sesuatu atau melakukan sesuatu yang berkaitan dengan kesenian.  Menurut Salam, B (2000) teknologi adalah penggunaan yang efisien dari ilmu, ketrampilan dan bahan untuk memproduksi benda-benda kebudayaan.

          Teknologi, pada dasarnya adalah suatu hasil dari proses evaluasi secara teoritis dan ekonomis.  Proses evaluasi secara teoritis menghasilkan pengetahuan yang diperlukan tentang alam.  Sedangkan proses evaluasi secara ekonomis memungkinkan adanya efisiensi dalam pembuatan benda-benda berdasarkan pengetahuan teoritis.  Oleh karena itu, prestasi terbesar dari teknologi adalah dalam lingkungan kehidupan ekonomi, yaitu dalam menghasilkan benda-benda ekonomis.  Akan tetapi, tentu saja masalah efisiensi ini juga penting pada benda-benda kebudayaan lainnya.

          Setiadi, B (1999) mengatakan bahwa teknologi mengandung tiga aspek dasar : ilmu, cara dan materi.  Pengertian itu digambarkan pada pupuk adalah teknologi karena ada ilmu tentang tanah, hara dan tanaman.  Cara-cara produksi dan pemanfaatannya dan materi karena ada bahan untuk dapat dibuat Urea, TSP, dan KCl. Sedangkan menurut Bell, Ross-Larson dan Westphal (1984) dalam Thee Kian Wie dkk. (1995), teknologi diartikan sebagai koleksi proses fisik yang mengubah masukan menjadi keluaran. Teknologi juga diartikan sebagai rincian mengenai masukan, keluaran serta pengaturan prosedural dan organisatoris yang diperlukan untuk mengubah (transfomasi) masukan menjadi keluaran. Dalam arti sempit, teknologi mengacu pada teknik-teknik produksi yang digunakan dalam proses produksi.

      Dalam aplikasi teknologi, kuncinya adalah bagaimana mengembangkan kemampuan atau penguasaan teknologi, yang diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan teknologi secara efektif yang hanya dapat dicapai melalui upaya teknologis (technological effort). Upaya teknologis adalah usaha yang sungguh-sungguh untuk menggunakan informasi teknologi yang tersedia serta mengakumulasikan pengetahuan teknologi yang diperoleh  untuk memeilih, membaurkan dan menyesuaikan teknologi yang ada dan atau menciptakan teknologi baru. Upaya teknologi tersebut diperlukan untuk : (a) menilai dan memilih teknologi; (b) memperoleh dan menjalankan proses produksi dan menghasilkan barang-barang; (c) mengelola perubahan dalam produk-produk, proses-proses produksi, pengaturan prosedural dan organisatoris dan (d) menciptakan teknologi baru.Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dalam penguasaan teknologi bukan hanya mengacu pada efisiensi teknis, tetapi juga meliputi kemampuan untuk menyesuaikan teknologi sehingga lebih cocok dengan kondisi lokal serta kemampuan untuk menciptakan teknologi yang lebih baik.

     Dalam menetapkan suatu aplikasi teknologi, juga mempertimbangkan pandangan para stakeholders dan masyarakat pada umumnya mengenai kebutuhan akan suatu teknologi tertentu. Berbagai hal yang perlu dipertimbangkan dalam aplikasi teknologi yang meliputi aspek-aspek teknis, ekonomis, sosial maupun lingkungan adalah seberapa jauh pranata-pranata dalam masyarakat dapat menerima suatu teknologi.

 

Teknologi DAS dan arah perkembangannya

         

     DAS dapat dipandang sebagai suatu ekosistem yang menghasilkan produk berupa barang dan jasa.  Barang yang dihasilkan oleh komponen DAS yaitu yang dapat diukur berupa produktivitas, sedangkan jasa merupakan produk ekonomis dari DAS yang tidak dapat diukur.  Oleh karenanya dalam pengembangan teknologi DAS diperlukan adanya keseimbangan antara kepentingan ekosistem dengan kepentingan ekonomi sehingga teknologi yang diterapkan bisa berkelanjutan (sustainable).

 

          Perlakuan dan penentuan jenis kegiatan termasuk penerapan teknologinya di bagian hulu sangat mempengaruhi pula pemanfaatan sumberdaya di bagian hilir.  Dalam hubungan ini pengaruh atau efek yang ada akan lebih nyata dirasakan. Efek tersebut dapat mempengaruhi begiatan ekonomis baik on site maupun off site. Dampak ekonomis yang dimaksudkan di sini termasuk dampak lingkungan seperti banjir dan kekeringan.  Teknologi yang diterapkan dalam pengelolaan DAS didasarkan pada faktor-faktor yang memepengaruhi ekosistem DAS yang dapat dimanipulasi.  Faktor-faktor tersebut adalah vegetasi dan lahan.

          Pendekatan yang dilakukan dalam pengelolaan DAS berbasis pada teknologi konservasi tanah dan air. Berdasarkan hal tersebut, maka teknologi pengelolaan DAS dikembangkan dengan metoda : (1). vegetatif, (2) mekanik, (3). agronomi, dan (4) manajemen. Metoda vegetatif merupakan kegiatan penggunaan tanaman atau tumbuhan dan sisa-sisanya untuk mengurangi daya rusak hujan yang jatuh, mengurangi jumlah dan daya rusak aliran permukaan  dan erosi.  Silvikultur merupakan salah satu teknik dalam penanaman kembali di kawasan hutan (reboisasi) dan bisa juga digunakan untuk penanaman di luar kawasan hutan (penghijauan).  Aspek-aspek persyaratan tanaman yang perlu diperhatikan dalam teknologi vegetatif ini adalah perakaran, pertumbuhan, evapotranspirasi, ekonomi dan penyuburan tanah.

     Metoda mekanik dilakukan dengan memanipulasi fisik mekanik perlakukan terhadap tanah terutama panjang dan kemiringan lahan, yakni dengan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi serta meningkatkan kemampuan penggunaan tanah.  Contoh metoda mekanik antara lain adalah : a). pengolahan tanah, b). pengolahan tanah menurut kontur (contour cultivation), c). teras, d). saluran pembuangan air, e). dam pengendal (check dam), dam penahan, gully erosi, rorak, tanggul, waduk (kolam).

     Metoda agronomi menitik beratkan kepada pengaturan pola tanam sebagai kelanjutan dari pilihan metoda vegetatif atau mekanik. Sebagai contoh antara lain pola tanam tumpang gilir, berurutan, alley cropping, tumpangsari dll. Sedangkan metoda manajemen lebih diarahkan kepada kebijaksanaan dalam pengelolaan DAS seperti mengenai pengaturan penggunaan lahan, tata guna lahan dan kebijaksanaan teknis mengenai tata guna hutan misalnya.

     Teknologi DAS yang selama ini dilaksanakan banyak mengadopsi dari hasil-hasil yang dikembangkan oleh Upper Solo Watershed Management and Upland Development Project (TA. INS. 72/006) yang high cost technologies, yakni teknologi mekanis/sipil teknis seperti penterasan lahan, dam pengendali, gully erosion dan sebagainya. Penterasan lahan merupakan mascot dalam teknologi DAS yang dilaksanakan melalui program bantuan penghijauan. Permasalahan dalam aplikasi teknologi ini maupun teknologi pengelolaan DAS pada umumnya adalah pemeliharaannya setelah proyek berakhir. Berbagai proyek konservasi tanah skala besar di Jawa seperti Proyek Citanduy II (Harper, 1988), Upland Agriculture and Conservation Project/UACP (Huszar & Pasaribu, 1994), Land Rehabilitation and Agroforestry Development ( Anonymous, 1990 dalam Edi Purwanto, 1999), melaporkan bahwa pemeliharaan teras merosot drastis setelah proyek selesai. Pemeliharaan teras secara terus menerus tanpa subsidi setelah proyek berakhir tidak terpenuhi karena berada di luar kemampuan petani lahan kering.

     Pendekatan teknologi DAS seharusnya mengembangkan teknologi lokal yang dimiliki oleh masyarakat (indigenous technology) yang sebenarnya telah lama dikenal masyarakat dengan mempertimbangkan pendekatan sosial dan ekonomi. Demikian pula pengetahuan lokal (indigenous knowledge) sebagai bagian dari social capital dimanfaatkan dan digali untuk mengembangkan teknologi DAS yang sesuai dan untuk kepentingan masyarakat lokal. Pengelolaan DAS partisipatif didasarkan pada pendekatan farming system dan pengelolaan milik bersama (common property resouces management) yang dalam prakteknya memperkenalkan konsep DAS kecil sebagai satu unit pembangunan (small watershed as a unit of development).

     Model dan teknologi dalam pengelolaan DAS yang tradisional dan telah berkembang serta melembaga di masyarakat antara lain talun, kebun rakyat, karangkitri, kebun campuran, kebun bambu, hutan rakyat dan sebagainya. Model ini bersifat self sustaining dan mempunyai keuntungan secara ekonomi yaitu input dan perawatan ringan, beragamnya komoditas memberikan hasil yang terus menerus serta secara ekologi lebih mantap karena keanekaragaman hayati yang tinggi dan, penutupan lahan yang berlapis

sehingga lebih efektif dalam mengendalikan erosi dan aliran permukaan dan siklus hara berjalan efektif sehingga mampu merestorasi kusuburan tanah.

          Pengembangan teknologi secara partisipatif (Participatory Technology Development, PTD) bersifat local specific, tergantung dari kebutuhan dan prioritas para stakesholders (petani/masyarakat), kondisi biofisik dan sosial ekonomi. Oleh karenanya, penguatan kelembagaan masyarakat dalam proses ini sangat diperlukan karena PTD diberikan bersama para petani agar mereka dapat dan dengan mudah menerima suatu teknologi. Pelibatan masyarakat dalam PTD agar mereka mampu secara bersama-sama atau individu membangun kemampuannya untuk merubah keadaan mereka melalui pelatihan -pelatihan.

Ada tiga strategi dalam PTD, yaitu :

1.      Petani-pendekatan langsung

PRA (Participatory Rural Apraisal) digunakan untuk mengidentifikasi masalah-masalah dan teknologi yang telah diketahui oleh para petani. Petani merupakan kunci utama dari seluruh proses, mengidentifikasi kapan dan bagaimana suatu teknik diadaptasi dengan baik.

2.      Pendekatan paket teknologi

Pendekatan ini digunakan untuk mengumpulkan dan memadukan teknologi lokal dengan biaya murah dan teknologi sekarang yang dikembangkan. Petani memilih berbagai paket teknologi sesuai kemampuan adaptasinya dan situasi/kondisi para petani.

3.      Pendekatan micro watershed

DAS skala kecil digunakan sebagai unit perencanaan dan pelaksanaan dan telah dipertimbangkan sebagai unit produksi dan konservasi secara terpadu. Desa-desa yang terdapat dalam masing-masing mikro DAS membentuk suatu asosiasi pengembangan DAS atau Kelompok Tani DAS.

    

     Berbagai pendekatan tersebut di atas, telah menggeser konsep arah pengelolaan DAS dari yang klasik menuju modern, seperti disajikan pada tabel berikut ini.

    

Tabel 1. Perbandingan arah pengelolaan DAS klasik dan modern.

Klasik

Modern

Perencanaan dan penerapan teknologi lebih top down

Perencanaan dan penerapan teknologi lebih bottom up

Penerapan teknologi tidak partisipatif

Penerapan teknologi partisipatif.

Teknologi DAS lebih mengedepankan pendekatan mekanis/sipil teknis (structural approach).

Teknologi DAS lebih mengedepankan pendekatan biologis (Vegetative approach) dibandingkan dengan structural approach

Model perencanaan non spatial dan sektoral

Model perencanaan spatial (small watershed model) dan lintas sektoral

Tidak memasukan pendekatan ekonomi dan enviromental accounting dalam kegiatan pengelolaan DAS

Kebijakan, analisis biaya-manfaat dan enviromental accounting masuk dalam kegiatan pengelolaan DAS.

Teknologi diadopsi dari luar, menggusur indigenous technology/knowledge

Teknologi yang serasi dengan alam, menggali dan memodifikasi indigeneous technology/knowledge

Aspek kelembagaan tidak diperhatikan

Aspek kelembagaan diperhatikan

Peranan LSM kecil

Peranan LSM besar

Pemberian insentif untuk masyarakat tidak jelas.

Pemberian insentif untuk masyarakat lebih jelas

Dukungan politik tidak jelas

Dukungan politik jelas.

 

     Perubahan arah teknologi pengelolaan DAS tersebut sangat tergantung kepada peran dan partisipasi para pihak (stkeholders) dalam mengelola sumberdaya alam di dalam DAS secara rasional, bijaksana dan berkelanjutan. Kelembagaan masyarakat baik formal maupun informal akan sangat berpengaruh dan akan mewarnai arah pengelolaan DAS tersebut, terutama dalam mengelola sumberdaya alam di dalam DAS.

 

Penutup

    

     Dalam aplikasi teknologi pengelolaan DAS tidak hanya berorintasi kepada aspek teknis semata, tetapi juga harus mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Peranan stakeholders terutama masyarakat dan petani di dalam DAS yang menjadi subyek sekaligus obyek pembangunan dalam pengelolaan DAS.  Kelembagaan masyarakat yaitu pranata-pranata sosial yang ada di masyarakat baik formal maupun informal sangat berperan dalam memilih dan menerima suatu teknologi.

      Teknologi dalam pengelolaan DAS seyogyanya mengembangkan model dan teknologi yang telah ada di masyarakat dalam berbagai bentuk seperti kebun rakyat, hutan rakyat, talun dan sebagainya.  Pengenalan teknologi baru diadaptasikan melalui pengembangan teknologi secara partisipatif (PTD)  dengan model PRA.

 

Daftar Pustaka

 

1.      Anonimous, 2000. Rehabilitasi Hutan dan Lahan “Pendekatan Kerangka Konseptual”. Ditjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Jakarta.

2.      Arsyad, S (1989).Konservasi Tanah dan Air. Penerbit IPB.

3.      Adiprigandari,S dan Suparpato, A (1985). Perkiraan dampak sosial perkembangan teknologi melalui pengkajian teknologi : studi perbandingan kasus di Tanzania, Cina dan AS. Dalam Mohammad Arsyad Anwar, Faisal H. Basri dan Mohamad Ikhsan Sumberdaya, Teknologi dan Pembangunan, 350-382. Fakultas Ekonomi UI dan Percetakan Gramedia.

4.      Edi Purwanto, 1999. Rehabilitasi Lahan : Menengok Kebelakang Menentukan Arah Kedepan. Tidak diterbitkan.

5.      Kartodihardjo, H. dkk. 2000. Kajian Institusi Pengelolaan DAS dan Konservasi Tanah. Kelompok Pengekajian Pengelolaan Sumberdaya Berkelanjutan (K3SB). Bogor.

6.      Pasaribu, H. 1999. Daerah Aliran Sungai Sebagai Satuan Perencanaan :Konteks Pengembangan Wilayah dan Sektoral.”. Seminar DAS Sebagai Satuan Perencanaan Terpadu Dalam Pengelolaan Sumberdaya Air. Jakarta.

7.      Ramdan, H. 2000. Menuju Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berkelanjutan. Program Pasca Sarjana, IPB. Tidak dipublikasikan.

8.      Thee Kian Wie, Jusmaliani dan Sri Mulyani Indrawati (1985). Pengembangan kemampuan teknologi industri dan alih teknologi di Indonesia. Dalam Mohammad Arsyad Anwar, Faisal H. Basri dan Mohamad Ikhsan Sumberdaya, Teknologi dan Pembangunan, 195-218. Fakultas Ekonomi UI dan Percetakan Gramedia.

9.      Uphoff, N. dan M. Husein Sawit, 1996. Pendekatan Partisipasi Dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS).  Dalam Prosiding Lokakarya Pembahasan Hasil Penelitian dan Analisis Daerah Aliran Sungai. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.