Re-edited
Copyright © 2000 Slamet Supriadi Wastra
Makalah Falsafah Sains (PPs 702)
Program Pasca Sarjana - S3
Institut Pertanian
Dosen: Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng
APLIKASI
TEKNOLOGI
Oleh :
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan
suatu ekosistem yang didalamnya terjadi interaksi antara faktor-faktor biotik
(vegetasi dan faktor-faktor fisik: tanah dan iklim) serta manusia dengan segala
aktivitasnya. Interaksi tersebut dinyatakan dalam bentuk keseimbangan masukan
dan keluaran yang mencirikan keadaaln hdirologis DAS tersebut. Keseimbangan
ekosistem akan terjamin apabila kondisi
timbal balik antar komponen berjalan dengan baik dan optimal. Kualitas
ekosistem DAS dapat dilihat dari output ekosistem tersebut dan secara fisik
antara lain dapat diukur dari besarnya erosi, sedimentasi, aliran permukaan,
fluktuasi debit dan produktivitas lahan. Suata DAS yang berada dalam kondisi
alami memiliki kestabilan ekosistem yang relatif jauh lebih baik dari DAS yang
ekosistemnya telah berubah.
Kerusakan
dan ketidakseimbangan tersebut telah terjadi pada sejumlah Daerah Aliran Sungai
(DAS) di negara kita. Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa terjadinya dehutanisasi (deforestation), pengolahan
lahan yang tidak memperhatikan konservasi tanah telah menyebabkan meningkatnya
debit puncak, kejadian banjir, erosi dan sedimentasi, serta berkurangnya waktu
puncak (time to peak).
DAS biasanya dibagi menjadi bagian
hulu, tengah, dan hilir. Asdak (1995) mencirikan DAS bagian hulu sebagai daerah
konservasi, berkerapatan drainase tinggi, memiliki kemiringan topografi besar
dan bukan daerah banjir. DAS bagian
hilir dicirikan sebagai daerah pemanfaatan, kerapatan drainase rendah,
kemiringan lahan kecil, dan sebagian diantaranya merupakan daerah banjir. DAS bagian tengah merupakan transisi di
antara DAS hulu dan DAS hilir.
Masing-masing bagian tersebut saling berkaitan. Contoh keterkaitan antara bagian hulu dan
hilir diantaranya adalah : a). bagian hulu mengatur aliran air yang
dimanfaatkan oleh penduduk hilir; b) erosi yang terjadi di bagian hulu
menyebabkan sedimentasi dan banjir di hilir, dan c) bagian hilir umumnya
menyediakan pasar bagi hasil pertanian bagi hasil pertanian dari bagian hulu.
Eksploitasi sumberdaya alam tanpa
memperhatikan aspek konservasi akan mempercepat laju degradasi lingkungan yang
dampaknya tidak hanya dirasakan dimana terjadinya kerusakan (insitu effects)
tetapi juga di luar wilayahnya (exsitu effects). Misalnya konversi lahan hutan alam menjadi
lahan pertanian(yang tanpa kecuali) yang lebih terbuka penutupan lahannya
berdampak pada meningkatnya erosi tanah, kadar sedimen dalam sungai meningkat
dan terjadinya pendangkalan di saluran air dan waduk/bendungan yang tinggi.
Ketidakseimbangan DAS dan kerusakan
sumberdaya di dalam DAS tersebut menuntut usaha-usaha untuk meningkatkan
kembali produktivitas lahan di dalam DAS dengan menggunakan teknologi. Penemuan teknologi baru merupakan tuntutan
yang terus berkembang dari waktu ke waktu dengan sasaran peningkatan
produktivitas lahan di dalam DAS untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Namun demikian, teknologi yang dipilih harus
berorientasi pada tujuan dari pengelolaan DAS dan merupakan teknologi yang ramah
lingkungan.
Pengertian teknologi dan
pertimbangan aplikasinya
Menurut Kamus Purwadarminta (1987),
teknologi adalah ilmu teknik, dimana teknik didefinisikan sebagai pengetahuan atau
kepandaian membuat sesuatu yang berkenaan dengan industri; ahli atau cara
(kepandaian dsb.) membuat sesuatu atau melakukan sesuatu yang berkaitan dengan
kesenian. Menurut Salam, B (2000)
teknologi adalah penggunaan yang efisien dari ilmu, ketrampilan dan bahan untuk
memproduksi benda-benda kebudayaan.
Teknologi, pada dasarnya adalah suatu
hasil dari proses evaluasi secara teoritis dan ekonomis. Proses evaluasi secara teoritis menghasilkan
pengetahuan yang diperlukan tentang alam.
Sedangkan proses evaluasi secara ekonomis memungkinkan adanya efisiensi
dalam pembuatan benda-benda berdasarkan pengetahuan teoritis. Oleh karena itu, prestasi terbesar dari
teknologi adalah dalam lingkungan kehidupan ekonomi, yaitu dalam menghasilkan
benda-benda ekonomis. Akan tetapi, tentu
saja masalah efisiensi ini juga penting pada benda-benda kebudayaan lainnya.
Setiadi, B (1999) mengatakan bahwa teknologi mengandung tiga aspek dasar :
ilmu, cara dan materi. Pengertian itu
digambarkan pada pupuk adalah teknologi
karena ada ilmu tentang tanah, hara
dan tanaman. Cara-cara produksi dan
pemanfaatannya dan materi karena ada bahan untuk dapat dibuat Urea,
TSP, dan KCl. Sedangkan menurut Bell, Ross-Larson dan Westphal (1984) dalam Thee Kian
Wie dkk. (1995), teknologi diartikan sebagai koleksi proses fisik yang mengubah
masukan menjadi keluaran. Teknologi juga diartikan sebagai rincian mengenai
masukan, keluaran serta pengaturan prosedural dan organisatoris yang diperlukan
untuk mengubah (transfomasi) masukan menjadi keluaran. Dalam arti sempit,
teknologi mengacu pada teknik-teknik produksi yang digunakan dalam proses
produksi.
Dalam aplikasi teknologi, kuncinya adalah
bagaimana mengembangkan kemampuan atau penguasaan teknologi, yang diartikan
sebagai kemampuan untuk menggunakan teknologi secara efektif yang hanya dapat
dicapai melalui upaya teknologis (technological
effort). Upaya teknologis adalah usaha yang sungguh-sungguh untuk
menggunakan informasi teknologi yang tersedia serta mengakumulasikan pengetahuan
teknologi yang diperoleh untuk memeilih,
membaurkan dan menyesuaikan teknologi yang ada dan atau menciptakan teknologi
baru. Upaya teknologi tersebut diperlukan untuk : (a) menilai dan memilih
teknologi; (b) memperoleh dan menjalankan proses produksi dan menghasilkan
barang-barang; (c) mengelola perubahan dalam produk-produk, proses-proses
produksi, pengaturan prosedural dan organisatoris dan (d) menciptakan teknologi
baru.Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dalam penguasaan teknologi bukan hanya
mengacu pada efisiensi teknis, tetapi juga meliputi kemampuan untuk
menyesuaikan teknologi sehingga lebih cocok dengan kondisi lokal serta
kemampuan untuk menciptakan teknologi yang lebih baik.
Dalam menetapkan suatu aplikasi teknologi,
juga mempertimbangkan pandangan para stakeholders
dan masyarakat pada umumnya mengenai kebutuhan akan suatu teknologi
tertentu. Berbagai hal yang perlu dipertimbangkan dalam aplikasi teknologi yang
meliputi aspek-aspek teknis, ekonomis, sosial maupun lingkungan adalah seberapa
jauh pranata-pranata dalam masyarakat dapat menerima suatu teknologi.
Teknologi DAS dan arah
perkembangannya
DAS dapat dipandang sebagai suatu
ekosistem yang menghasilkan produk berupa barang dan jasa. Barang yang dihasilkan oleh komponen DAS
yaitu yang dapat diukur berupa produktivitas, sedangkan jasa merupakan produk
ekonomis dari DAS yang tidak dapat diukur.
Oleh karenanya dalam pengembangan teknologi DAS diperlukan adanya
keseimbangan antara kepentingan ekosistem dengan kepentingan ekonomi sehingga
teknologi yang diterapkan bisa berkelanjutan (sustainable).
Perlakuan dan penentuan jenis
kegiatan termasuk penerapan teknologinya di bagian hulu sangat mempengaruhi
pula pemanfaatan sumberdaya di bagian hilir.
Dalam hubungan ini pengaruh atau efek yang ada akan lebih nyata
dirasakan. Efek tersebut dapat mempengaruhi begiatan ekonomis baik on site
maupun off site. Dampak ekonomis yang dimaksudkan di sini termasuk dampak
lingkungan seperti banjir dan kekeringan.
Teknologi yang diterapkan dalam pengelolaan DAS didasarkan pada
faktor-faktor yang memepengaruhi ekosistem DAS yang dapat dimanipulasi. Faktor-faktor tersebut adalah vegetasi dan
lahan.
Pendekatan yang dilakukan dalam
pengelolaan DAS berbasis pada teknologi konservasi tanah dan air. Berdasarkan
hal tersebut, maka teknologi pengelolaan DAS dikembangkan dengan metoda : (1).
vegetatif, (2) mekanik, (3). agronomi, dan (4) manajemen. Metoda vegetatif
merupakan kegiatan penggunaan tanaman atau tumbuhan dan sisa-sisanya untuk
mengurangi daya rusak hujan yang jatuh, mengurangi jumlah dan daya rusak aliran
permukaan dan erosi. Silvikultur merupakan salah satu teknik dalam
penanaman kembali di kawasan hutan (reboisasi) dan bisa juga digunakan untuk
penanaman di luar kawasan hutan (penghijauan).
Aspek-aspek persyaratan tanaman yang perlu diperhatikan dalam teknologi
vegetatif ini adalah perakaran, pertumbuhan, evapotranspirasi, ekonomi dan
penyuburan tanah.
Metoda mekanik dilakukan dengan
memanipulasi fisik mekanik perlakukan terhadap tanah terutama panjang dan
kemiringan lahan, yakni dengan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran
permukaan dan erosi serta meningkatkan kemampuan penggunaan tanah. Contoh metoda mekanik antara lain adalah :
a). pengolahan tanah, b). pengolahan tanah menurut kontur (contour
cultivation), c). teras, d). saluran pembuangan air, e). dam pengendal (check
dam), dam penahan, gully erosi, rorak, tanggul, waduk (kolam).
Metoda agronomi menitik beratkan kepada
pengaturan pola tanam sebagai kelanjutan dari pilihan metoda vegetatif atau
mekanik. Sebagai contoh antara lain pola tanam tumpang gilir, berurutan, alley cropping, tumpangsari dll.
Sedangkan metoda manajemen lebih diarahkan kepada kebijaksanaan dalam
pengelolaan DAS seperti mengenai pengaturan penggunaan lahan, tata guna lahan
dan kebijaksanaan teknis mengenai tata guna hutan misalnya.
Teknologi DAS yang selama ini dilaksanakan
banyak mengadopsi dari hasil-hasil yang dikembangkan oleh Upper Solo Watershed Management and Upland Development Project (TA.
INS. 72/006) yang high cost technologies, yakni teknologi
mekanis/sipil teknis seperti penterasan lahan, dam pengendali, gully erosion
dan sebagainya. Penterasan lahan merupakan mascot
dalam teknologi DAS yang dilaksanakan melalui program bantuan penghijauan.
Permasalahan dalam aplikasi teknologi ini maupun teknologi pengelolaan DAS pada
umumnya adalah pemeliharaannya setelah proyek berakhir. Berbagai proyek
konservasi tanah skala besar di Jawa seperti Proyek Citanduy II (Harper, 1988),
Upland Agriculture and Conservation
Project/UACP (Huszar & Pasaribu, 1994), Land Rehabilitation and Agroforestry Development ( Anonymous, 1990 dalam Edi Purwanto, 1999), melaporkan
bahwa pemeliharaan teras merosot drastis setelah proyek selesai. Pemeliharaan
teras secara terus menerus tanpa subsidi setelah proyek berakhir tidak
terpenuhi karena berada di luar kemampuan petani lahan kering.
Pendekatan teknologi DAS seharusnya
mengembangkan teknologi lokal yang dimiliki oleh masyarakat (indigenous technology) yang sebenarnya
telah lama dikenal masyarakat dengan mempertimbangkan pendekatan sosial dan
ekonomi. Demikian pula pengetahuan lokal (indigenous
knowledge) sebagai bagian dari social
capital dimanfaatkan dan digali untuk mengembangkan teknologi DAS yang
sesuai dan untuk kepentingan masyarakat lokal. Pengelolaan DAS partisipatif
didasarkan pada pendekatan farming system
dan pengelolaan milik bersama (common property resouces management)
yang dalam prakteknya memperkenalkan konsep DAS kecil sebagai satu unit
pembangunan (small watershed as a unit of
development).
Model dan teknologi dalam pengelolaan DAS
yang tradisional dan telah berkembang serta melembaga di masyarakat antara lain
talun, kebun rakyat, karangkitri, kebun campuran, kebun bambu, hutan rakyat dan
sebagainya. Model ini bersifat self
sustaining dan mempunyai keuntungan secara ekonomi yaitu input dan
perawatan ringan, beragamnya komoditas memberikan hasil yang terus menerus
serta secara ekologi lebih mantap karena keanekaragaman hayati yang tinggi dan,
penutupan lahan yang berlapis
sehingga lebih efektif dalam
mengendalikan erosi dan aliran permukaan dan siklus hara berjalan efektif
sehingga mampu merestorasi kusuburan tanah.
Pengembangan teknologi secara
partisipatif (Participatory Technology
Development, PTD) bersifat local
specific, tergantung dari kebutuhan dan prioritas para stakesholders (petani/masyarakat), kondisi biofisik dan sosial
ekonomi. Oleh karenanya, penguatan kelembagaan masyarakat dalam proses ini
sangat diperlukan karena PTD diberikan bersama para petani agar mereka dapat
dan dengan mudah menerima suatu teknologi. Pelibatan masyarakat dalam PTD agar
mereka mampu secara bersama-sama atau individu membangun kemampuannya untuk
merubah keadaan mereka melalui pelatihan -pelatihan.
Ada tiga strategi dalam PTD, yaitu
:
1. Petani-pendekatan langsung
PRA (Participatory Rural Apraisal)
digunakan untuk mengidentifikasi masalah-masalah dan teknologi yang telah diketahui oleh para petani. Petani
merupakan kunci utama dari seluruh
proses, mengidentifikasi kapan dan bagaimana
suatu teknik diadaptasi dengan baik.
2. Pendekatan paket
teknologi
Pendekatan
ini digunakan untuk mengumpulkan dan memadukan teknologi lokal dengan biaya murah
dan teknologi sekarang yang dikembangkan. Petani memilih berbagai paket
teknologi sesuai kemampuan adaptasinya dan situasi/kondisi para petani.
3. Pendekatan micro watershed
DAS skala kecil digunakan
sebagai unit perencanaan dan pelaksanaan dan telah dipertimbangkan sebagai unit produksi dan konservasi
secara terpadu. Desa-desa
yang terdapat dalam masing-masing mikro DAS membentuk suatu asosiasi
pengembangan DAS atau Kelompok Tani DAS.
Berbagai pendekatan tersebut di
atas, telah menggeser konsep arah pengelolaan DAS dari yang klasik menuju
modern, seperti disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 1.
Perbandingan arah pengelolaan DAS klasik dan modern.
Klasik |
Modern |
Perencanaan dan
penerapan teknologi lebih top down |
Perencanaan dan penerapan
teknologi lebih bottom up |
Penerapan teknologi
tidak partisipatif |
Penerapan teknologi
partisipatif. |
Teknologi DAS lebih
mengedepankan pendekatan mekanis/sipil teknis (structural approach). |
Teknologi DAS lebih
mengedepankan pendekatan biologis (Vegetative
approach) dibandingkan dengan
structural approach |
Model perencanaan non spatial dan sektoral |
Model perencanaan spatial (small watershed model) dan lintas sektoral |
Tidak memasukan pendekatan
ekonomi dan enviromental accounting
dalam kegiatan pengelolaan DAS |
Kebijakan, analisis
biaya-manfaat dan enviromental
accounting masuk dalam kegiatan pengelolaan DAS. |
Teknologi diadopsi
dari luar, menggusur indigenous
technology/knowledge |
Teknologi yang serasi
dengan alam, menggali dan memodifikasi indigeneous technology/knowledge |
Aspek kelembagaan
tidak diperhatikan |
Aspek kelembagaan
diperhatikan |
Peranan LSM kecil |
Peranan LSM besar |
Pemberian insentif untuk
masyarakat tidak jelas. |
Pemberian insentif untuk
masyarakat lebih jelas |
Dukungan politik
tidak jelas |
Dukungan politik
jelas. |
Perubahan arah teknologi pengelolaan DAS tersebut sangat tergantung kepada peran dan
partisipasi para pihak (stkeholders) dalam mengelola sumberdaya alam di dalam DAS secara
rasional, bijaksana dan berkelanjutan. Kelembagaan
masyarakat baik formal maupun informal akan
sangat berpengaruh dan akan mewarnai
arah pengelolaan DAS tersebut, terutama dalam mengelola sumberdaya alam di dalam DAS.
Penutup
Dalam aplikasi teknologi pengelolaan DAS
tidak hanya berorintasi kepada aspek teknis semata, tetapi juga harus
mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Peranan stakeholders terutama masyarakat dan
petani di dalam DAS yang menjadi subyek sekaligus obyek pembangunan dalam
pengelolaan DAS. Kelembagaan masyarakat
yaitu pranata-pranata sosial yang ada di masyarakat baik formal maupun informal
sangat berperan dalam memilih dan menerima suatu teknologi.
Teknologi dalam pengelolaan DAS
seyogyanya mengembangkan model dan teknologi yang telah ada di masyarakat dalam
berbagai bentuk seperti kebun rakyat, hutan rakyat, talun dan sebagainya. Pengenalan teknologi baru diadaptasikan melalui
pengembangan teknologi secara partisipatif (PTD) dengan model PRA.
Daftar Pustaka
1. Anonimous,
2000. Rehabilitasi Hutan dan Lahan “Pendekatan Kerangka Konseptual”. Ditjen Rehabilitasi
Lahan dan Perhutanan Sosial.
2. Arsyad, S (1989).Konservasi
Tanah dan Air. Penerbit IPB.
3. Adiprigandari,S dan Suparpato, A (1985). Perkiraan
dampak sosial perkembangan teknologi melalui pengkajian teknologi : studi
perbandingan kasus di Tanzania, Cina dan AS. Dalam Mohammad Arsyad Anwar,
Faisal H. Basri dan Mohamad Ikhsan Sumberdaya, Teknologi dan Pembangunan,
350-382. Fakultas Ekonomi UI dan
Percetakan Gramedia.
4. Edi Purwanto,
1999. Rehabilitasi Lahan : Menengok
Kebelakang Menentukan Arah Kedepan. Tidak
diterbitkan.
5. Kartodihardjo,
H. dkk. 2000. Kajian Institusi Pengelolaan DAS dan Konservasi Tanah. Kelompok Pengekajian
Pengelolaan Sumberdaya Berkelanjutan (K3SB).
6. Pasaribu, H. 1999. Daerah
Aliran Sungai Sebagai Satuan Perencanaan :
“Konteks Pengembangan Wilayah dan Sektoral.”.
Seminar DAS Sebagai Satuan Perencanaan Terpadu Dalam
Pengelolaan Sumberdaya Air.
7. Ramdan,
H. 2000. Menuju Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berkelanjutan. Program Pasca
Sarjana, IPB. Tidak dipublikasikan.
8. Thee Kian
Wie, Jusmaliani dan Sri Mulyani Indrawati (1985). Pengembangan kemampuan teknologi
industri dan alih teknologi di Indonesia. Dalam Mohammad Arsyad Anwar, Faisal
H. Basri dan Mohamad Ikhsan Sumberdaya, Teknologi dan Pembangunan, 195-218. Fakultas Ekonomi
UI dan Percetakan Gramedia.
9. Uphoff, N. dan
M. Husein Sawit, 1996. Pendekatan Partisipasi Dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
(DAS). Dalam Prosiding Lokakarya Pembahasan Hasil Penelitian dan Analisis Daerah Aliran Sungai. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.