Re-edited
Copyright © 2000 RETNO DYAH
PUSPITORINI
Makalah Falsafah Sains (PPs 702)
Program Pasca Sarjana - S3
Institut Pertanian
Dosen: Prof Dr Ir Rudy C
Tarumingkeng
KAJIAN BIOEKOLOGI
TUNGAU Panonychus ulmi DAN MUSUH ALAMINYA:
UPAYA UNTUK
PENGENDALIAN SECARA HAYATI
Oleh
Tungau adalah salah satu binatang dari filum Arthropoda, berada satu klas
dengan laba-laba. Laba-laba dalam kehidupannya
bersifat sebagai predator, memangsa kelompok sendiri maupun binatang lainnya
seperti serangga dan tungau. Tungau
fitofag pada lahan pertanian bisa
menimbulkan masalah apabila populasinya berada pada tingkat yang
merugikan secara ekonomis. Salah satu
spesies tungau yang saat ini menjadi hama penting di perkebunan jeruk di Jawa
Barat adalah Panonychus ulmi. Serangan
yang cukup parah ditemukan di daerah Garut dan Kuningan, hampir 80%
tanaman terserang yang tentunya akan menurunkan produksi. Pengendalian yang dilakukan saat ini masih
bertumpu pada penggunaaan
akarisida. Pemanfaatan musuh-musuh alami P. ulmi untuk pengendaliannya, tampaknya
masih belum mendapatkan perhatian (Dr. Abdul Muin, komunikasi pribadi)
Secara umum populasi organisme di alam berada dalam keadaan seimbang
pada jenjang populasi tertentu. Hal ini disebabkan oleh faktor lingkungan dan juga faktor
dalam populasi sendiri, yang mengendalikan populasi tersebut. Salah satu kelompok faktor lingkungan itu
adalah predator dan parasit. Tungau
predator dan parasit adalah faktor penting dalam pengendalian alamiah. Tungau predator dan parasit di alam beragam
jumlahnya, dan secara maksimal belum banyak dimanfaatkan.
Tungau predator pada
umunya bersifat polifag dan oligofag.
Spesies predator yang polifag kurang tergantung pada kerapatan hama yang bervariasi dan kurang berperan
dalam pengaturan populasi seranngga hama.
Tetapi kemampuan beradaptasi dengan lingkungan sangat tinggi dan
pemencarannya juga lebih cepat serta dapat berpindah ke mangsa alternatifnya
apabila mangsa utama tidak ada sehingga predator polifag dan oligofag sangat
baik dan menguntungkan digunakan dalam menekan
hama tungau secara hayati
(Huffaker dan Messenger, l989)
Dibandingkan dengan
serangga hama, tungau fitofag dan tungau
dan musuh-musuh alaminya masih sedikit mendapat perhatian dari para ahli.
Meskipun dari segi keragaman lebih rendah dibandingkan serangga, peranan tungau
dalam ekosistem tidak bisa diabaikan.
Tungau menempati tingkat trofik
kedua atau ketiga dalam rantai makanan.
Hal ini menunjukkan pentingnya posisi tungau dalam ekosistem
Pengendalian tungau yang
masih bertumpu pada penggunaan akarisida, apabila digunakan secara tidak bijaksana, disamping
memerlukan dana yang tinggi, tentu akan
berdampak negatif terhadap kehidupan musuh-musuh alaminya. Sejak
pertengahan ke 2 dekade 9 abad lalu, dengan terbitnya INPRES No 3 Tahun
l986 dan UU RI No 12 Tahun l992, maka
setiap strategi pengendalian hama dan penyakit tanaman diharapkan menggunakan
sistem pengendalian hama terpadu. Salah
satu komponen utama PHT yaitu
pengendalian hayati, baik alami maupun
terapan, adalah memanfaatkan musuh-musuh alami setempat. Diharapkan pemanfaatan musuh-musuh alami ini
merupakan
prioritas utama sebelum taktik pengendalian lainnya diterapkan.
Masih kurangnya informasi
tentang biotaksonomi dan bioekologi tungau P. ulmi dan musuh-musuh alaminya merupakan
salah satu kendala sampai saat ini belum dilakukannya pengendaaliannya secara
hayati. Penelitian biotaksonomi dan
bioekologi merupakan dasar yang paling utama dalam dan keberhasilan
pengendalian hayati.
Ekosistem merupakan unit
dasar ekologi yang didalamnya berlangsung interaksi antara komponen-komponen
penyusunnya. Salah satu komponen utama
yang menyusun ekosistem pertanian adalah musuh alami yang mencakup parasitoid,
predator, dan patogen. Kehadiran musuh
alami tersebut sangat penting guna berlangsungnya proses ekologi seperti
predasi dan parasitisme yang berperan mencekal gangguan hama.
Jumlah spesies dan
karakterisitik musuh alami sesuatu hama tanaman adalah sangat banyak dan
beragam. Semakin mendalam penelitian yang diadakan, semakin besar
keragaman yang dijumpai pada musuh-musuh
alamiah. Diantara spesies tungau
(Acari), terdapat banyak predator yang memangsa beraneka macam organisme kelompok sendiri atau serangga.
Huffaker dan Messenger (l989) telah menemukan enam famili tungau yang
bersifat predator hama tungau Tetranychus
yaitu Bdellidae, Trombidiidae, Anystidae, Erytraeidae, Stigmaeidae, dan
Phytoseiidae. Pada spesies-spesies dari empat famili
pertama kurang berperan dalam menurunkan
populasi Tetranychus, diduga bahwa Tetranychus
hanya merupakan inang alternatif, bila mangsa utama tidak
didapatkan. Menurut Driesche dan Bellows (l996) setidaknya ada 27
famili tungau yang anggota-anggotanya hidup sebagi parasit dan predator, dan delapan famili diantaranya mempunyai spesies-spesies yang berpotensi
dimanfaatkan sebagai agens hayati artropoda hama tanaman yaitu famili
Phytoseiidae, Stigmaeidae, Anystidae, Bdeliidae, cheyletidae, Hemisarcoptidae,
Laelaptidae dan Macrochelidae. Huffaker dan Messenger (l989) menyatakan bahwa
famili Phytoseiidae telah mendapat perhatian yang sangat besar selama 15 tahun
terakhir ini dan telah dimanfaatkan dalam pengendalian di lapangan di beberapa
negara. Ditemukan sekitar 600 spesies Phytoseiidae yang terdapat pada berbagai
macam tanaman dan juga terdapat pada humus atau sampah. Di Indonesia,
jenis-jenis Phytoseiidae saat ini banyak mendapat perhatian, selain sebagai
predator golongan Tetranychidae yang merupakan hama penting tanaman budidaya,
juga memangsa banyak jenis kutu tanaman serta telur-telur trips, kupu-kupu dan
ngengat. Phytoseiidae dapat bertahan
hidup dengan populasi-populasi mangsa yang rendah dan dengan demikian
berpotensi untuk mengatur populasi tungau pada tingkat kepadatan rendah
(Kalshoven, l981).
Dari uraian di atas terlihat bahwa musuh alami tungau fitofag yang telah ada di lapang merupakan sumberdaya yang berpotensi cukup
besar untuk dimanfaatkan dalam pengendalian secara hayati. Upaya untuk mendukung keberhasilan
pengendalian tersebut adalah dengan melakukan penelitian bioekologi tungau
fitofag maupun musuh-musuh alaminya.
Sosromarsono dan Untung (2000) mengemukakan selain konservasi musuh alami, penelitian yang mendalam tentang
bioekologi kelompok itu tidak saja pada jenjang spesies tetapi juga pada jenjang
komunitas diharapkan dapat menunjang upaya konservasi dan pemanfaatan secara
optimal. Penelitian tentang biotaksonomi adalah dasar yang penting dalam
pengendalian hayati dan paling erat hubungannya dengan bidang lain. Eksplorasi musuh alami sangat tergantung dari
data taksonomi inang atau mangsa yang ingin dikendalikan, demikian juga
penentuan musuh alami yang akan digunakan. Penelitian bioologi dan ekologi baik
dari musuh alami dan mangsa adalah dasar bagi pengembangan teknik penegndalian
hayati yang akan dilakukan, khususnya konservasi dan augmentasi. Penelitian biologi dan ekologi spesies musuh
alami diperlukan sebagai dasar pembiakan dalam jumlah besar untuk pelepasan
augmentatif. Dalam hal ini khususnya
predator, pengetahuan mengenai perilaku reproduksi,
pemilihan inang, dan inang alternatif serta factitious host penting.
Pengelolaan agroekosistem dapat mempengaruhi
keanekaragaman musuh alami dan kelimpahan atau kerapatan populasi hama.
Pengelolaan ekosistem seperti aplikasi
pestisida sintetik dan pengolahan tanah yang intensif dapat menurunkan
keanekaragaman spesies artropoda predator yang selanjutnya berakibat kelimpahan
hama meningkat. Jika terjadi gangguan
atau kerusakan di agroekosistem dapat menyebabkan antara lain penurunan
keragaman spesies (misalnya artropoda predator) sehingga terjadi peningkatan
dominasi spesies tertentu (misalnya hama) dan memperpendek rantai makanan
karena komponen ekosistem di tingkat trofik yang lebih tinggi lebih rentan
terhadap gangguan lingkungan. Oleh karena
itu, dalam upaya meningkatkan keanekaragaman dan kelimpahan musuh alami perlu
dihindarai faktor-faktor yang dapat mengganggu, sedangkan faktor-faktor yang
dapat meningkatkan keanekaragaman dan kelimpahan perlu dipertahankan. Kedua upaya tersebut perlu dilakukan dalam
mengkonservasi musuh alami. Konservasi
musuh alami pada dasarnya dapat dilakukan dengan cara mengurangi faktor-faktor
yang yang mengganggu keefektifan musuh alami, misalnya menghindarkan
tindakan-tindakan agronomi yang dapat menurunkan kerapatan dan keanekaragaman
spesies musuh alami, sedangkan menyediakan sumber daya ruang dan makanan yang
dibutuhkan musuh alami dapat dilakukan dengan cara mengelola habitat dengan
pendekatan ekologi lansekap (Raisser, l985).
a. mempelajari bioekologi tungau P. ulmi
b. eksplorasi musuh-musuh alami P. ulmi dan memepelajari
bioekologinya, khususnya untuk
musuh-musuh alami yang potensial.
c. melakukan konservasi usuh-musuh alami
setempat
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah
a. Dalam
hubungannya dangan biekologi tungau P.
ulmi
Ho : dengan mempelajari bioekologi tungau P ulmi
tidak memudahkan
pengendaliannya
b.
Dalam hubungannya dengan eksplorasi musu-musuh alami P. ulmi
Ho : dengan melakukan ekplorasi dan mempelajari
bioekologi musuh-musuh
alami P. ulmi tidak akan mendapatkan musuh-musuh alami yang
potensian dan tidak
mengetahui biologi dan perilakunya
c.
Dalam hubungannya denga konservasi musuh-musuh alami P. ulmi
Ho : dengan melakukan konservasi musuh-musuh alami
tungau P .ulmi,
tidak akan
melestarikan populasinya
Mengacu pada tujuan
penelitian, rencana penelitian yang akan dilakukan adalah melakukan pengamatan terhadap
bioekologi tungau P. ulmi di
laboratorium. Eksplorasi musuh-musuh
alami yang ada di Jawa Barat, dan mengamati bioekologi musuh-musuh alami yang
potensial, serta melakukan konservasi
dengan praktek budidaya yang menunjang kelestariannya.
Driesche, R.G.V. dan Bellows, T.S. l999. Biological Control. Chapman and Hall. An
International Thompson Publishing Compnay. 539 hal.
Huffaker, C.B. dan Messenger, P.S. l989. Teori dan Praktek Pengendalian Biologis.
Penerbit Universitas
Kalshoven, L.G.E, l981. The Pests of Crops in
P.T. Ichtiar Baru. 701 hal.
Raiser, P.G. l985. Toward a Holistic Management Perspective. Bioscience 35 (7);414-
418.
Sosromarsono, S. dan
Untung, K. (2000). Keanekaragagaman Hayati Arthropoda,
Predator, dan Parasit di Indonesia dan
Pemanfaatannya. Makalah Utama. Simposium
Keanekaragaman hayati artropoda pada Sistem Produksi
pertanian.
Cipayung, 16-18
Oktober 2000.