Re-edited
20 December, 2000
Copyright © 2000 Adolf
J.N. Parhusip
Makalah
Falsafah Sains (PPs 702)
Program Pasca Sarjana - S3
Institut Pertanian
Dosen: Prof Dr Ir
Rudy C Tarumingkeng
Produksi Senyawa Antimikrobia Dari Beberapa Jenis Rempah-rempahan Khas Sumatera Utara
dan Aplikasinya Sebagai Bahan Pengawet Pangan
Oleh:
Adolf J.N. Parhusip
IPN / P09600002
Rempah-rempah
merupakan bahan hasil pertanian yang umumnya digunakan sebagai sumber citarasa
dan aroma pada berbagai produk makanan, sehingga berperan dalam meningkatkan
kelezatan makanan. Namun banyak penelitian yang menunjukkan akhir-akhir ini
bahwa penambahan rempah-rempah dalam produk makanan bukan hanya semata-mata
meningkatkan citarasa, tetapi juga memberi aktifitas antimikrobia yang dpat
meningkatkan daya awet makanan tersebut.
Penggunaan senyawa antimikrobia pada
produk-produk yang diproduksi oleh industri pangan cenderung meningkat
akhir-akhir ini. Dengan peningkatan kepedulian masyarakat akan kesehatan,
penggunaan senyawa antimikrobia pada produk-produk pangan ini telah menimbulkan
kekuatiran. Hal ini disebabkan karena banyak hasil penelitian yang
nenunjukkan bahwa bahan-bahan sintetik
pada dosis tertentu dapat menjadi komponen toksik ataupun bersifat karsinogenik
pada manusia. Dengan demikian banyak upaya yang telah dilakukan unutk
memperoleh suatu bentuk senyawa antimikrobia yang relatif “aman” untuk
dikonsumsi.
Banyak
penelitian yang telah membuktikan bahwa jenis rempah-rempah tertentu memiliki
aktifitas antimikrobia. Bahkan beberapa diantaranya telah digunakan sebagai
alternatif sumber senyawa antimikrobia alami dan telah diaplikasikan pada produk
pangan khas Sumatera Utara. Sebagai salah satu negara yang kaya akan jenis
rempah-rempah, maka penelitian-penelitian yang bersifat eksploratif untuk
memperoleh imformasi tentang sumber senyawa antimikroba alami sangat perlu
dilakukan di Indonesia. Dari beberapa penelitian telah diketahui bahwa
rempah-rempah khas Indonesia seperti cabe merah, kayu manis, ketumbar, cengkeh,
kemiri, daun salam, kunyit, bawang putih memiliki sifat antimikrobia ( Shelef,
1980 ). Suwardi ( 1992 ) juga melaporkan bahwa rempah-rempah: adas, jinten,
kemangi, kunyit dan wijen memiliki sifat protektif antimikrobia yang lebih
tinggi dibandingkan bawang putih, cabe merah, lada hitam dan kemiri. Berbagai
jenis rempah-rempah seperti andaliman, mobe, sotul, antarasa, andalehat merupakan
bumbu penyedap citarasa, aroma dan warna yang sering digunakan masyarakat
Tapanuli khususnya masyarakat Batak Toba. Rempah ini belum sepenuhnya banyak
dikenal orang karena spesifik tumbuh pada daerah terpencil di Sumatera Utara.
Berdasarkan
hal-hal tersebut diatas maka peneliti terdorong untuk melakukan penelitian
terhadap aktifitas antimikrobia dari sumber alami yakni
dari rempah-rempah seperti andaliman, mobe, sotul, antarasa dan
andalehat yang banyak digunakan pada makanan khas Sumatera Utara.
Penggunaan rempah-rempah dalam berbagai produk
makanan sejak dahulu tanpa disadari bahwa selain bertujuan untuk menambah
citarasa juga sekaligus sebagai pengawat. Sifat pengawet dari rempah-rempah ini
berasal dari senyawa antimikrobia yang dihasilkan. Aktifitas antimikrobia alami
dalam berbagai rempah mempunyai prospek untuk diteliti dan dikembangkan karena
oleh beberapa peneliti menyatakan bahwa antimikrobia alami lebih aman ditinjau
dari segi keamanan pangan.
Makanan khas Sumatera Utara baik dari etnis
Tapanuli maupun Melayu umumnya menggunakan banyak jenis rempah-rempah
didalamnya. Berdasarka pengalaman pula, umumnya jenis-jenis makanan
tradisionil tersebut memiliki daya awet
yang relatif tinggi. Jenis rempah-rempah yang banyak digunakan pada makanan
khas Sumatera Utara diantaranya adalah andaliman, mobe, sotul, antarasa dan
andalehat.
Penggunaan jenis pelarut yang tepat diharapkan
komponen-komponen antimikrobia didalam rempah-rempah tersebut dapat diekstrak dan
diisolasi. Dalam bentuk konsentrat komponen antimikrobia alami tersebut dapat
diaplikasikan kedalam produk pangan untuk digunakan sebagai bahan pengawet
alami (Brannen,1983).
Hipotesis
Adapun hipotesis penelitian ini adalah :
1. Ho : Tidak semua rempah-rempah memiliki daya antimikrobia.
2. Ho : Kemampuan senyawa
antimikrobia tidak terdapat pada
beberapa macam fraksi kimia.
3. Ho : Daya antimikrobia pada
rempah-rempahan tidak berbeda terhadap berbagai jenis mikroba
Kegunaan dan Tujuan Khusus
Penelitian ini bertujuan untuk menggali
potensi tanaman rempah-rempah yang banyak digunakan pada makanan khas Sumatera
Utara. Disamping itu juga mempelajari
teknik ekstraksi, isolasi dan identifikasi komponen dari senyawa mikrobia yang meliputi faktor pemilihan jenis pelarut
dan perbandingannya, suhu dan waktu ekstraksi, dan aplikasinya terhadap
beberapa produk pangan.
Sedangkan tujuan khusus penelitian ini
adalah:
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dan kegunaan
dari penelitian ini adalah :
1. Meningkatkan kegunaan rempah-rempah sebagai bahan
pengawet pada berbagai produk pangan sehingga menjadi lebih tahan lama
disimpan.
2. Mengatasi masalah kekuatiran masyarakat
terhadap bahaya penggunaan senyawa antimikrobia sintetik yang dapat menyebabkan
berbagai efek negatif terhadap kesehatan.
3. Daya guna dan pengembangan rempah-rempah
sebagai sumber antimikrobia alami dapat merangsang budidaya rempah rempah yang ternyata tumbuh
dengan baik di Indonesia.
Penelitian
ini akan dilakukan dalam 3 tahap utama, di Laboratorium Analisis, Laboratorium
Teknologi Pangan dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Pertanian Universitas
Katolik Santo Thomas Sumatera Utara - Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi,
Institut Pertanian Bogor. Adapun tahap-tahap penelitian dimaksud adalah :
Tahap I.
Ekstraksi komponen senyawa antimikrobia dari beberapa rempah khas
Sumatera Utara seperti andaliman, mobe, sotul , antarasa dan andalehat.
Faktor proses yang diteliti:
- Ekstraksi dengan beberapa
pelarut yaitu: metanol, hexan,
kloroform, dietil eter, etil asetat, petroleum eter, toluen dan benzen.
- Jenis mikrobia patogen dan
pembusuk seperti Staphylococus aureus,
Bacillus substilis, Vibrio cholerae, Salmonella thypimurium, Escherecia coli B,
Escherecia coli C, Micrococus luteus.
- Lama waktu penyimpanan ekstrak.
Adapun
parameter dari tahap pertama ini adalah: Tingkat kelarutan senyawa antimikrobia
pada berbagai pelarut, Viabilitas sel bakteri patogen dan pembusuk serta lama
penyimpanan ekstrak (metode difusi agar:
Gariga et al., 1983; Harbone, 1984; Hostettmann et al., 1997; dan metode
kontak: Fardiaz, 1989).
Tahap II. Studi
tentang optimasi proses ekstraksi senyawa antimikrobia
Penelitian tahap ini
dilakukan untuk mengetahui pengaruh tingkat
perbandingan beberapa pelarut yang digunakan, beberapa faktor suhu ekstraksi,
waktu ekstraksi yang efektif dan
efisien, isolasi dan identifikasi senyawa antimikrobia yang dihasilkan.
Sehingga diharapkan dapat diketahui komponen penyusun senyawa antimikrobia baik
rumus struktur maupun rumus molekulnya.
Tahap III : Studi tentang aplikasi senyawa antimikrobia
pada produk pangan. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui konsentrasi yang tepat sebagai komponen
antimikrobia baik pada kultur mikrobia patogen maupun pada produk pangan, juga
melihat tingkat ketahanan komponen senyawa antimikrobia pada makanan berasam
rendah, berasam tinggi maupun bersifat basa. Hal lain yang perlu kita telusuri
adalah tingkat ketahanan komponen senyawa antimikrobia pada produk pangan yang
mengandung kadar air rendah maupun yang mengandung kadar air yang tinggi.
IV.
RANCANGAN
RISET
Penelitian yang dirancang bersifat eksperimental murni menggunakan Rancangan Blok sesuai dengan faktor perlakuan yang akan diteliti pada setiap tahap. Dari hasil penelitian tahap pertama akan diperoleh informasi tentang jenis pelarut, beberapa aktivitas mikrobia patogen, dan optimasi lama penyimpanan komponen senyawa antimikrobia yang tepat untuk dapat dilakukan penelitian pada tahap berikutnya. Dari hasil penelitian tahap kedua, yang merupakan lanjutan penelitian tahap pertama, akan memperoleh informasi tentang acuan hal-hal teknis yang berkaitan dengan proses optimasi produk senyawa antimikrobia terbaik, sedangkan pada tahap ketiga akan diperoleh informasi tentang kondisi proses optimum untuk melakukan cara-cara penerapan pada beberapa produk pangan. Dari hasil-hasil tersebut diharapkan dapat direkomendasikan pemanfaatan dan pengembangan rempah-rempah sebagai senyawa antimikroba alami yang aman bagi kesehatan.
pada berbagai produk sifat bahan pangan. yang dibutuhkan untuk memperoleh produk dengan mutu oksidatif yang baik dalam penggunaannya sebagai bahan nutrifikan makanan.
Brannen, A.L. , 1983. Antimicrobial in Foods. Marcel Dekker.
Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan.
Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Gariga, M., Hugas,M., Ayemerich, T.,dan
J.M. Monfort. 1983. Bacteriogenic Activity of
Lactobacilli from Fermented Sausage. Appl. Bacteriol. 75, 142-148.
Hasairin, A. 1994. Etnobotani Rempah Dalam
Makanan Adat Masyarakat Batak Angkola dan Mandailing. Tesis. Program Pasca
Sarjana IPB. Bogor.
Harbone, J.B. 1984. Phytochemical Methods.
Terjemahan : Metode Fitokimia. Oleh Patmawinata, K. dan Soediro, I. Penerbit
ITB. Bandung.
Hosttettmann, K., J.L. Wolfender dan Z.S.
Rodrigue. 1997. Rapid Detection and Subsequent Isolation of Bioactive
Constituents of Crude Plants Extracts. Planta Med., 63, 2-10.
Parhusip, A., P. Sibuea dan A. Tarigan. 1999.
Studi Tentang Aktivitas Antimikrobia Alami Pada Andaliman. Skripsi. Fakultas
Pertanian Unika St. Thomas. Medan.
Pruthi, J.S. 1979. Spices and Condiments.
National Book Trust,
Shelef,
Sumardi, M. 1992. Aktivitas Antioksidan Alami dari Berbagai Jenis
Rempah-Rempah Khas