Copyright ©
2000 Program Pasca Sarjana IPB
Re-edited
Makalah
Kelompok 2
Falsafah
Sains (PPs 702)
Program
Pasca Sarjana – S3
Institut Pertanian Bogor
Dosen: Prof Dr Ir Rudy C
Tarumingkeng
DASAR PENETAPAN KEBIJAKAN PROYEK LAHAN GAMBUT
SEJUTA HEKTAR
Oleh:
Adjat Sudradjat, Apik Karyana,
Armen Zulham, Dedih F. Rosida, Diana Hermawati, Ekowati Ch., Ening Wiedosari,
Gatot Pramuhadi, Giyatmi, Gunawan Santoso, Mulyono, Prijanto P., Slamet S.
Wastra, S.Y. Randa, Triyono.
I. PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Pada sisi lain, menurut Tingkes (1977) fakta yang harus dihadapi oleh
pemerintah didalam menjaga kelestarian penyediaan pangan adalah tingginya
konversi lahan. Selama kurun waktu 1983 - 1993 konversi lahan mencapai 3,3 juta
hektar. Angka tersebut diperoleh dari penyusutan lahan dari 16,7 juta hektar
menjadi 13,4 juta hektar (Sebagai contoh, konversi lahan di pulau Jawa dan
pulau lain sekitar 15.000 - 50.000 ha per tahun dan ini setara dengan
berkurangnya beras 25.000 sampai 75.000
ton per tahun, dengan asumsi setiap hektar sawah dipanen tiga kali dengan
produktivitas rata-rata 5 ton per
hektar). Oleh sebab itu, pemerintah mengambil kebijaksanaan jangka pendek
dengan mengimpor beras, sedangkan untuk
jangka panjang kebijaksanaan pemerintah diarahkan pada usaha
ekstensifikasi lahan tanaman pangan. Ekstensifikasi tanaman pangan ini
dilakukan pemerintah dengan mengembangkan lahan gambut untuk pertanian tanaman
pangan, melalui Instruksi Presiden RI ( INPRES ) tanggal 5 Juni
1995, yang kemudian disusul dengan terbitnya Keppres No: 82 tanggal 26 Desember 1995.
Sebagai bagian dari potensi lahan
rawa yang luasnya 39,4 juta hektar, lahan gambut di Kalimantan Tengah
diupayakan menjadi salah satu opsi untuk meningkatkan produksi pangan dan
pendapatan petani yang dikaitkan dengan program transmigrasi (Munandar, 1977).
Sejak awal pelaksanaannya sampai
munculnya kegagalan, proyek ini penuh dengan kontroversi, terutama antara para
ilmuwan dan pemerhati lingkungan dengan birokrasi pemerintah. Fakta menunjukkan
walaupun proyek Lahan Gambut Sejuta Hektar tersebut ditentang oleh ilmuwan dan pemerhati
lingkungan, pemerintah tetap berketetapan untuk melaksanakan proyek ini. Hal
ini karena pemerintah telah melakukan kegiatan AMDAL yang dilaksanakan oleh
PPLH-IPB (Tingkes, 1977).
Tantangan
Sebagai lahan dengan bahan organik
yang tinggi, pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian menghadapi banyak
kendala. Terdapat dua persoalan penting pemanfaatan gambut (Setiadi dan
Komaruddin, 1977), pertama, berkaitan dengan reklamasi: masalahnya meliputi
aksebilitas, clearing, kontruksi,
drainase, erosi akibat pengeringan permukaan dan pengendalian permukaan air. Kedua
berkaitan dengan agronomi: masalahnya meliputi rendahnya kesuburan, pola
pemupukan, kandungan logam berat, daya cengkram akar tanah. Dengan demikian
untuk memanfaatkan lahan gambut memerlukan perencanaan dan penanganan yang
cermat.
Selain faktor diatas, menurut Purna
(1977), kendala hama penyakit dan gulma merupakan faktor yang harus
diperhatikan. Disamping itu kendala sosial ekonomi seperti keterbatasan tenaga
kerja dan modal yang disertai rendahnya pengetahuan dan keterampilan petani
juga merupakan faktor lain yang memerlukan penanganan khusus.
Keberhasilan petani lokal maupun
transmigran (pola lama) di dalam mengelola lahan rawa pasang surut menunjukkan
bahwa peluang bagi pengembangan ekosistem ini dengan berbagai sentuhan
teknologi masih mungkin dilakukan. Apalagi daerah ini merupakan suatu hamparan
yang luas.
Tujuan
Tulisan ini dimaksudkan untuk melihat
sejauh mana hasil Kajian Ilimiah diterapkan dalam pelaksanaan
pembangunan PLG sehingga menimbulkan kegagalan dan skenario kajian ilmiah dalam rehabilitasi dan
pembangunan PLG
II. KERANGKA PENDEKATAN.
Pembangunan Proyek Lahan Gambut (PLG)
merupakan program pemerintah yang mana manfaatnya diharapkan dapat dinikmati
secara nasional. Pada dasarnya terdapat
dua tahapan utama dalam pengkajian pembangunan PLG, yaitu :
1.
Pengkajian ilmiah terhadap
pembangunan PLG dimulai dengan identifikasi dan inventarisasi Fakta yang
berkembang di masyarakat hingga pengambilan kesimpulan mengenai kebenaran
pembangunan PLG.
2.
Proses Penetapan Kebijakan
yang dilakukan berdasarkan hasil kajian ilmiah serta dampak dan resiko yang
ditimbulkan.
Diagram alir mengenai kajian ilmiah serta
proses penetapan kebijakan pembangunan PLG tercantum pada gambar 1.
Gambar 1. Bagan Alir Penetapan Kebijakan
Pembangunanan PLG
A.
Proses Kajian Ilmiah.
Proses kajian ilmiah dimulai dengan adanya
fakta yang berkembang di masyarakat, dimana penduduk Indonesia dengan jumlah
dan laju pertumbuhan yang tinggi merupakan suatu hal yang patut diperhitungkan dalam pembangunan. Kondisi ini menimbulkan permasalahan dalam
penyediaan pangan dimana sumber-sumber pangan terbatas pada lokasi-lokasi
tertentu, terutama di P. Jawa dan sulit untuk melakukan ekstensifikasi dengan
memperluas lahan pertanian. Alternatif
yang mungkin dilakukan adalah dengan memanfaatkan areal hutan gambut di luar P.
Jawa untuk dijadikan areal pertanian.
Oleh karenanya dirumuskanlah suatu masalah yakni sejauh manakah areal
hutan gambut dapat dimanfaatkan untuk
lahan pertanian terutama untuk tanaman padi.
Untuk menjawab tantangan masalah tersebut
maka diperlukan suatu hipotesis mengenai pembangunan areal hutan gambut untuk lahan
pertanian. Perumusan hipotesis perlu
didukung dengan informasi-informasi ilmiah berupa teori-teori yang terkait, hasil-hasil
penelitian, pengalaman serta hal –hal lainnya.
Untuk menguji hipotesis tersebut diperlukan bukti-bukti empiris melalui
pengumpulan data di lapangan. Mengingat
kegiatan pembangunan PLG merupakan kegiatan yang melibatkan berbgai disiplin
ilmu, maka kajian ilmiah yang
dilakukanpun harus dilihat dari berbagai disiplin ilmu terkait.
Hasil pengujian terhadap hipotesis
memberikan suatu kebenaran yang juga adalah jawaban dari permasalahan yang
telah dirumuskan. Hal tersebut dapat
berupa pembenaran dari pembangunan PLG atau justru sebaliknya. Kebenaran yang dihasilkan ini merupakan suatu
cikal bakal pengetahuan baru yang akan menjadi dasar bagi pemerintah untuk
pengambilan keputusan.
B.
Proses Penetapan Kebijakan.
Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah ini
biasanya tidak lagi semurni sebagaimana yang disimpulkan atau direkomendasikan
dari hasil kajian ilmiah. Kesimpulan dan
rekomendasi-rekomendasi tadi umumnya akan mengalami modifikasi disesuaikan
dengan kondisi yang ada. Selain itu
juga dipengaruhi oleh unsur-unsur
politik dan kekuasaan. Implementasi dari
penetapan kebijakan ini yang disertai dengan kegiatan monotoring dan evaluasi
maupun program sosialisasi, dapat
berfungsi sebagai suatu sumber informasi atau juga sebagai fakta-fakta
baru. Fakta dan informasi yang muncul ini selanjutnya dapat dipergunakan
sebagai dasar dalam kajian ilmiah berikutnya.
Dengan demikian mekanisme ini membentuk suatu siklus yang
berkesinambungan sejalan dengan sifat ilmu pengetahuan itu sendiri (
Suriasumantri, 1996 ).
III. PENETAPAN KEBIJAKAN
Kebijakan pengembangan Proyek Lahan Gambut (PLG)
sejuta hektar di Propinsi Kalimantan Tengah, penyelanggara utamanya adalah
Departemen Pekerjaan Umum (PU), Departemen Transmigrasi dan Departemen
Pertanian. Sebagai dasar dari penetapan kebijakan pemerintah tersebut adalah
pemerintah dihadapkan kepada masalah dan tantangan dalam pelestarian swasembada pangan (beras). Kondisi lahan
terutama lahan subur di pulau Jawa semakin berkurang akibat dari adanya
pengalihan fungsi lahan pertanian menjadi lahan industri, properti dan untuk
prasarana jalan. Hal tersebut merupakan
kondisi logis dari adanya tuntutan pemenuhan prasarana dan sarana dalam rangka
menopang derap pembangunan nasional.
a. Aspek Politis dan Kekuasaan
Pelestarian Swasembada pangan dalam
rangka ketahanan pangan Nasional masih tetap menjadi tema sentral dalam
pembangunan Nasional. Dalam usaha pelestarian swasembada pangan, pengembangan
lahan gambut menjadi penting artinya dalam upaya peningkatan produksi padi.
Pembukaan lahan gambut sejuta hektar
diharapkan mampu menyerap hampir
semua komponen teknologi yang dibutuhkan dalam pembangunan wilayah.
Perencanaan wilayah yang terkait dengan sarana dan prasarana irigasi, transportasi
, logistik, sarana produksi, permukiman dan aspek kehidupan pemukiman baru
lainnya merupakan hal yang menjadi bahan pertimbangan.
Dari aspek pembangunan Nasional yang
berwawasan Nusantara, pembukaan lahan gambut sejuta hektar mempunyai kaitan
erat dengan aspek kesatuan ekonomi, karena pembangunan ini tidak dapat
dipisahkan dengan pembangunan wilayah Kalimantan Tengah secara keseluruhan
terutama dari aspek penyediaan pangan nasional. Atas dasar pertimbangan
tersebut, pemerintah dengan kekuasannya telah menetapkan PLG sejuta hektar
sebagai mega proyek di era orde baru
b. Upaya Modifikasi
Penetapan kebijakan pemerintah yang benar
dan tepat seharusnya didasari dari adanya kebenaran secara ilmiah. Apabila suatu kebijakan
pemerintah didukung secara ilmiah, niscaya hasilnya tidak akan merugikan
masyarakat sebagai pelaku utamanya.
Adanya kesangsian para pakar ilmu tanah,
pakar agronomi maupun pakar dibidang ekonomi, sosial dan budaya terhadap proyek
lahan gambut sejuta hektar tersebut, oleh pihak pemerintah ditepis begitu saja.
Pemerintah melakukan modifikasi dalam rangka memenuhi kebenaran ilmiah. Pada
akhirnya hasil yang ditemukan dilapangan ternyata jauh dari harapan.
Secara teknis lapisan firit yang
terdapat dilahan gambut, akan dapat dicuci dengan air pasang surut ternyata
tidak bisa dilakukan karena air dari saluran tersier tidak mampu mengairi lahan
sawah dan proses “ pasang surut “ tidak pernah terjadi. Akibat kejadian tersebut sawah menjadi
kekeringan dan lapisan firit menjadi racun bagi tanaman.
c. Upaya Sosialisasi/Aplikasi di Lapangan
Proses sosialisasi PLG sejuta hektar
boleh dikatakan tidak berjalan. Wilayah rintisan (pilot proyek) seperti daerah
Lamunte dan Dadalup kurang memberikan hasil yang memuaskan walaupun berbagai upaya dan dukungan
dicurahkan sepenuhnya di wilayah tersebut. Partisipasi para tranmigran sebagai
pelaku utama hanya sebatas mengikuti sebagai tenaga proyek dan memanfaatkan “
jatah hidup” (jadup) dari Departemen Transmigrasi. Nasib mereka akan sangat
memprihatinkan apabila proyek berakhir dan jatah hidup sudah habis. Dangkalnya
lapisan firit akan mudah meracuni tanaman apabila perakarannya menembus lapisan
tersebut. Usaha tani yang menjadi tumpuan hidup mereka, akhirnya tidak
memberikan hasil yang berarti, sehingga kehidupan mereka semakin rawan pangan
dan menuju kepada proses pemiskinan
yang permanen. Lemahnya koordinasi,
integrasi dan sinkronisasi ke tiga Departemen tersebut sebagai penyelenggara
utama kegiatan PLG sejuta hektar, merupakan salah satu faktor kunci yang dapat
menyebabkan sulitnya proses sosialisasi sehingga proyek akan sulit mencapai
sasaran.
d. Monitoring dan
Evaluasi (Monev)
Kegiatan monitoring dan evaluasi proyek
dilakukan oleh masing-masing proyek yang tersebar di tiga Departemen
penyelenggara utama. Tidak ada kegiatan monev yang terintegrasi antara ke tiga
Departemen tersebut. Hasil monev dihadapkan menjadi umpan balik dalam rangka
perbaikan atau penyempurnaan kegiatan
penyelenggaraan proyek, namun demikian dalam pelasanaannya ternyata
hasil monev tidak mampu memperbaiki jalannya proyek sehingga hasil proyek
semakin jauh dari tujuan dan sasaran. Dengan demikian lengkaplah PLG sejuta
hektar yang tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat dan tidak ditunjang fakta
hasil monev. Apabila proyek tersebut menemukan kegagalan atau dapat dikatakan
gagal adalah sesuatu yang logis.
IV. SKENARIO KAJIAN ILMIAH PROYEK LAHAN
GAMBUT
Pemanfaatan lahan gambut sebagai lahan
pertanian bukanlah hal baru. Secara
tradisional masyarakat setempat telah lama memanfaatkan lahan gambut untuk
usaha pertanian dalam skala kecil. Hal ini diikuti dengan proyek transmigrasi
yang memanfaatkan lahan gambut sebagai areal pemukiman dan pertanian. Kondisi tersebut di atas dijadikan dasar
pemikiran untuk mengembangkan lahan gambut dalam skala yang lebih besar dengan
hipotesa bahwa lahan gambut dapat dimanfaatkan untuk lahan pertanian, terutama
untuk menanam padi.
Pelaksanaan Proyek Lahan Gambut (PLG)
sejuta hektar didasarkan pada Instruksi Presiden ( Inpres) tanggal 5 Juni 1995 yang diikuti
dengan Keppres No 82 tanggal 26 Desember 1995.
Kemudian diikuti dengan kegiatan-kegiatan persiapan proyek diantaranya
berupa penempatan transmigran dan Pilot project untuk merubah lahan gambut
menjadi lahan pertanian. Studi Amdal
dilakukan oleh IPB pada tahun 1997 dimana hasil studi tersebut diantaranya
menyatakan bahwa perlu dilakukan pengkajian lebih mendalam terhadap Land Suitability dan Land Capability yang mana dalam
realitanya tidak pernah dilakukan.
Keraguan akan keberhasilan PLG telah muncul pada tahun 1997 dimana
terjadi berbagai kegagalan pada Pilot Project yang dilakukan.
Pada tahun 1998 dilakukan penghentian
terhadap berbagai kegiatan yang berkaitan dengan PLG. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan
banyaknya kegagalan yang terjadi pada saat persiapan proyek. Kegagalan ini menimbulkan berbagai
fakta-fakta baru yang merupakan bahan untuk kajian pemanfaatan lahan gambut
pada masa mendatang. Pada tahun 1999 mulai dilakukan evaluasi terhadap
kegagalan pembangunan PLG.
Fakta-fakta baru yang muncul akibat
kegagalan pembangunan PLG merupakan awal dari kegiatan kajian ilmiah untuk
pengembangan lahan gambut pada masa mendatang. Pengkajian ilmiah harus
dilakukan secara komprehensif terhadap berbagai hal yang terkait dengan
pengembangan lahan gambut. Dengan
dilakukannya kajian ilmiah ini diharapkan penetapan kebijakan mengenai
pembangunan lahan gambut pada masa mendatang tidak mengulangi kesalahan
pembangunan PLG pada masa lalu.
A.
Identifikasi Permasalahan.
Permasalahan yang timbul akibat
pembangunan PLG disebabkan oleh pembukaan lahan yang tidak mengacu pada kajian
ilmiah. Pembukaan lahan yang dimaksud
adalah berupa kegiatan pembuatan jalan, kanal , penebangan hutan dan pencetakan
sawah. Akibat langsung yang dirasakan dilapangan adalah munculnya hama tikus
dengan populasi yang tidak terkendali.
Hama tikus ini menyebabkan produksi pertanian dari trasmigran maupun
masyarakat setempat menurun secara drastis.
Dengan menurunnya produksi pertanian maka
akan berdampak terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat. Permasalahan sosial yang mungkin muncul
adalah meningkatnya angka pengangguran, mobilisasi penduduk dan timbulnya
berbagai penyakit seperti malaria, demam berdarah. Permasalahan ini akan saling
berpengaruh sehingga muncul permasalahan lain berupa pencurian kayu, prostitusi
dan lain-lain. Dampak lain yang bersifat
politis adalah membentuk suatu citra negatif terhadap pemerintah. Identifiksi permasalah tersebut di atas
tercantum dalam Gambar 2 , sedangkan diagram alir hubungan sebab akibat dari
permasalahan yang muncul tercantum dalam Gambar 3.
B.
Hipotesis
Berdasarkan
permasalahan-permasalahan yang muncul, maka dapat disusun berbagai
hipotesis. Hipotesis-hipotesis ini dapat
dijadikan dasar pertimbangan untuk menyusun tema-tema penelitian yang
dibutuhkan untuk rehabilitasi dan pembangunan PLG. Langkah –langkah dalam penentuan kebenaran
hipotesis secara ringkas disajikan pada Gambar 4. Hipotesis
yang muncul adalah sebagai berikut :
1.
Lingkungan
Ho : Pembukaan lahan
gambut yang tidak berdasarkan pada kajian ilmiah tidak berpengaruh terhadap kerusakan lingkungan.
H1 : Pembukaan lahan
gambut yang tidak berdasarkan pada kajian ilmiah berpengaruh
(negatif) terhadap kerusakan lingkungan.
Sub Hipotesis :
SHo : Pembukaan lahan gambut yang tidak berdasarkan pada kajian ilmiah
tidak berpengaruh terhadap peningkatan populasi tikus.
SH1 : Pembukaan lahan gambut yang tidak berdasarkan pada kajian ilmiah
berpengaruh peningkatan populasi tikus.
2.
Ekonomi
Ho : Pembukaan lahan gambut yang tidak berdasarkan pada kajian ilmiah tidak
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah setempat.
H1 : Pembukaan lahan
gambut yang tidak berdasarkan pada kajian ilmiah berpengaruh
terhadap pertumbuhan ekonomi daerah setempat.
Sub Hipotesis :
SHo : Peningkatan populasi tikus tidak berpengaruh terhadap penurunan produksi pertanian.
SH1 : Peningkatan populasi
tikus berpengaruh terhadap penurunan produksi pertanian.
3. Sosial
Ho : Pembukaan lahan
gambut yang tidak berdasarkan pada kajian ilmiah tidak
berpengaruh terhadap perubahan nilai sosial.
H1 : Pembukaan lahan
gambut yang tidak berdasarkan pada kajian ilmiah berpengaruh
terhadap perubahan nilai sosial.
Sub Hipotesis:
SHo : Penurunan produksi pertanian tidak berpengaruh terhadap jumlah pengangguran di daerah setempat
SH1 : Penurunan produksi pertanian berpengaruh terhadap jumlah pengangguran di daerah setempat
4.
Etika/Moral
Ho : Pembukaan lahan gambut yang tidak berdasarkan pada kajian ilmiah tidak
berpengaruh terhadap kemerosotan moral masyarakat setempat.
H1 : Pembukaan lahan
gambut yang tidak berdasarkan pada kajian ilmiah berpengaruh
terhadap kemerosotan moral masyarakat setempat.
Sub Hipotesis :
Sho : Penurunan pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat tidak berpengaruh terhadap maraknya prostitusi
SH1 : Penurunan pertumbuhan ekonomi masyarakat
setempat berpengaruh terhadap maraknya prostitusi.
5. Estetika
Ho : Pembukaan lahan gambut yang tidak berdasarkan pada kajian ilmiah tidak
berpengaruh terhadap estetika kawasan lahan gambut.
H1 : Pembukaan lahan
gambut yang tidak berdasarkan pada kajian ilmiah berpengaruh
terhadap estetika kawasan lahan gambut.
Sub Hipotesis :
SHo : Pembukaan lahan gambut yang tidak berdasarkan pada kajian ilmiah tidak
berpengaruh terhadap keindahan bentang alam.
SH1 : Pembukaan lahan gambut yang tidak berdasarkan pada kajian ilmiah berpengaruh terhadap keindahan bentang alam.
6.
Politik
Ho : Pembukaan lahan
gambut yang tidak berdasarkan pada kajian ilmiah tidak
berpengaruh terhadap Citra
(negatif) pemerintahan.
H1 : Pembukaan lahan
gambut yang tidak berdasarkan pada kajian ilmiah berpengaruh
terhadap citra (negatif) pemerintahan.
Berdasarkan permasalahan serta hipotesis
yang muncul maka dapat disusun suatu rencana penelitian yang komprehensif
berjangka panjang. Rencana penelitian
tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut :
1.
Tujuan Penelitian :
Terwujudnya rencana rehabilitasi & pembangunan PLG sejuta hektar di Kalimantan Tengah berdasarkan kajian ilmiah.
2.
Sasaran :
a.
Penelitian daya dukung lingkungan
b.
Penelitian keanekaragaman
hayati lahan gambut.
c.
Deliniasi kawasan untuk
zonasi areal.
d.
Program tentatif tiap-tiap
zonasi untuk kepentingan rehabilitasi aspek sosial –ekonomi, pendidikan &
latihan, konservasi.
e.
Rencana pemberdayaan
masyarakat dalam bidang sosial ekonomi.
f.
Koordinasi antar sektor
terkait bersama dengan Pemda TK I dan II yang bersangkutan dalam aspek
perencanaan, pelaksanaan, monitoring & evaluasi.
g.
Pengendalian hama tikus
h.
Program dinamika
populasi satwa langka.
i.
Program pembinaan
masalah sosial.
3. Disiplin Ilmu Terkait :
1. Kehutanan
2.
Ekonomi Pertanian
3.
Ekologi
4.
Geologi
5.
6.
Ilmu Tanah
7.
Antrophologi
8.
Hidrologi
9.
Dinamika Populasi
4.
Pelaksana Penelitian :
Koordinator
: Universitas Palangkaraya
Anggota :
·
IPB
·
UGM
·
Pusat – pusat penelitian
·
ITTO
·
LSM
5.
Jangka Waktu Penelitian :
Penelitian
dilakukan secara berkesinambungan selama 3 (tiga) tahun.
Sumber Dana :
a. Dalam Negeri :, APBN, APBD, Swasta
b.
Luar Negeri : ITTO.
CIFOR, ICRAF, SEAMEO BIOTROP
Gambar 2.
Identifikasi Permasalah Kegagalan Pembangunan PLG.
Ya
Gambar 4.
Langkah-Langkah Kajian Ilmiah
DAFTAR
PUSTAKA
Munandar, S. (1997). Pengembangan lahan gambut sejuta hektar di
Kalimantan Tengah. BPTP-Palangkaraya.
Nasoetion, A.H. (1999). Pengantar ke
Falsafah Sains. Cet. Ke-3. Pustaka Litera Antar Nusa, Jakarta.
Purna, I.M. (1997). Pola pertanian modern dengan usaha tani
berwawasan agribisnis di daerah transmigrasi pada kawasan pengembangan lahan
sejuta hektar di Kalimantan Tengah.
BPTP-Palangkaraya.
Setiadi, B. dan Komaruddin. (1997). Penyubur gambut, aspek strategis lahan gambut
sejuta hektar. BPTP-Palangkaraya.
Suriasumantri, J.S. (1996).
Filsafat Ilmu. Sebuah pengantar
populer. Cet. Ke-10. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Tingkes, L.
(1997). Arah dan strategi pengembangan lahan gambut sejuta hektar di
Kalimantan Tengan. BPTP-Palangkaraya.