Oleh
NRP : P056 00003
Penyuluhan pertanian diakui telah banyak
memberikan sumbangan pada keberhasilan pembangunan pertanian di
Perjalanan pengembangan penyuluhan pertanian di
Revitalisasi dan reformasi penyuluhan pertanian di era agribisnis merupakan suatu tuntutan jaman yang tidak dapat dihindarkan. Oleh karena itu maka pembenahan dan pemberdayaan kelembagaan penyuluhan serta peningkatan kemampuan penyuluh harus menjadi bahan kajian bagi para pakar yang akan dijadikan kebijakan bagi pemerintah.
Penyuluhan pertanian pada era PJP I lebih dikenal dengan penyuluhan “better farming” yaitu penyuluhan untuk memperbaiki cara-cara bertani saja. Hampir tidak pernah dilakukan penyuluhan secara serius dalam memeperoleh modal usaha, pemasaran hasil, perbaikan mutu hasil, akuntansi pertanian dan sebagainya. Penyuluhan pertanian yang dilakukan pada waktu itu terutama agar petani mempratekan cara-cara bertani baru seperti yang dianjurkan oleh pemerintah (Departemen Pertanian).
Pada Era PJP II atau era agribisnis, penyuluhan pertanian harus lebih difokuskan agar para petani diajari bagaimana meraih keuntungan yang layak atau disebut "“better business” . Maka penyuluh pertanian harus benar-benar seorang analis usahatani, dengan menerapkan efisisensi yang maksimal dalam berusahatani, memahami arti pengembangan usaha, pemasaran hasil, penerapan standar mutu, mampu menjadi mediator dalam bermitra usaha.
Sejak urusan penyuluhan pertanian diserahkan kepada pemerintah daerah sering ditemulan adanya permasalahan yang merugikan petani maupun bagi para penyuluh pertanian di lapangan. Permasalahan yang ditemukan antara lain rendahnya tingkat profesionalme penyuluh pertanian, lemahnya administrasi penyuluh pertanian, dan kurangnya kemampuan manajerial penyuluh pertanian.
Adanya permasalahan-permasalahan tersebut berakibat pada rendahnya tingkat penyelenggaraan penyuluh pertanian kepada petani sehingga tingkat produktifitas usahatani dan pendapatan petani tidak berkembang.
Dengan diterbitkannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, jelas semakin kuat peran Pemerintah Daerah dalam menangani penyuluhan pertanian. Atas dasar itulah maka diperlukan adanya Pola Pengembangan Penyuluhan Pertanian yang berorientasi Agribisnis sebagai jawaban dicanangkannya era otonomi daerah.
Tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini antara lain :
2. Dirumuskannya pola pengembangan penyuluhan pertanian berorientasi agribisnis pada era otonomi daerah.
Output yang akan dihasilkan dari penelitian ini yaitu Rumusan Pola Pengembangan Penyuluhan Pertanian Berorientasi Agribisnis pada era Otonomi Daerah.
Pada hakekatnya dinamika kemajuan pertanian sepanjang sejarah peradaban manusia adalah pengetahuan, Otak dan kekuatan (otot). Kecerdasan manusia yang secara akumulatif menghasilkan pengetahuan yang diperlukannya untuk beradaptasi dengan bahkan “menguasai” lingkungannya, adalah energi abadi dari dinamika perubahan atau kemajuan peradaban manusia (tidak terkecuali pertanian). Keunggulan dan kertertinggalan dari suatu masyarakat ditentukan oleh kemajuan, kekayaan dan relevansi pengetahuan yang dimiliki dan dikuasainya.
Bertolak dari proposisi
diatas dapat dengan mudah kita
pahami bahwa pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian adalah kegiatan publik (pemerintah) yang menentukan kemajuan pertanian di negaranya.
Pengetahuan sebagai daya otak,
menampilkan manfaat praktisnya (operasionalnya) melalui prilaku manusia;
terkandung dalam proses, barang dan jasa (produk) teknologi; dan
termanifestasikan dalam kelembagaan. Maka pendidikan berarti memperkaya
pengetahuan dari manusia; penelitian berarti mencari/menemukan pengetahuan
tenyang proses, sarana, alat, mesin dan perlengkapan baru; sedangkan penyuluhan
berarti pelembagaan aplikasi atau adopsi inovasi dan iptek dalam pengelolaan
usahatani yang harus selalu menyesuaikan diri dengan perkembangan tuntuan
internal maupun eksternalnya (lingkungan).
Usahatani sebagai lembaga yang
mengusahakan optimasi dari manfaat faktor produksi (alam, tenaga, modal, organisasi)
untuk meraih keunggulan konperatif dan konpetitif, dengan pengetahuan dan
adopsi inovasi (iptek) itu akan tampil dengan keputusan yang cermat dan tepat,
kemampuan melaksanakan keputusannya, serta kemampuannya mengendalikan arus
pekerjaan, barang dan dana sesuai kebutuhan usahataninya; seraya menangkal
berbagai resiko yang merugikannya. Itulah adanya penyuluhan pertaniani yang
melembaga. Artinya dengan memanfaatkan jasa lembaga penyuluhan pertanian,
petani meningkatkan kapasitas dan mutu oleh ataknya.
Pertanian yang berorientasi yaitu usaha
dibidang pertanian dimana para pelakunya selalu mendambakan nilai tambah yang
optimal tersebut para pelakunya harus mempunyai posisi tawar yang kuat apabila
berhadapan dengan pasar (pembelinya). Apabila posisi tawar petani menjadi kuat
nilai maka manfaat inovasi (iptek) akan memberikan nilai tambah. Salah satu
upaya dalam kegiatan penyuluhan pertanian adalah mengembangkan kebersamaan
menumbuhkan kelembagaan-kelembagaan petani. Kebersamaan petani dalam wadah kelompoktani
(kelembagaan) adalah wujud dari upaya memperkokoh posisi tawar petani.
Pola penyuluhan pertanian yang tidak jelas untuk berbagai strata wilayah akan melemahkan kinerja penyuluh pertanian, sehingga para petani tidak dapat memecahkan permasalahan di tingkat usahatani dan tidak dapat mengikuti perkembangan modernisasi pertanian atau lebih dikenal dengan era agribisnis.
Dengan dirumuskannya pola pengembangan penyuluhan pertanian berorientasi agribisnis diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan atau dijadikan bahan acuan bagi penyelenggaraan pertanian pada era otonomi daerah.
Rencana penelitian ini diajukan dalam rangka mengikuti mata kuliah falsafah ilmu program strata 3 Penyuluhan Pembangunan pada Institut Pertanian Bogor. Dari hasil penelitian ini diharapkan mampu menjawab tantangan pengembangan penyuluhan pertanian yang berorientasi agribisnis pada era otonomi daerah.
Mudah-mudahan rencana ini mendapat ridho dari Allah Subhanahuwataala.