Re-edited
Copyright © 2000 Fransine B. Manginsela
Makalah Falsafah
Sains (PPs 702)
Program Pasca Sarjana
Institut Pertanian Bogor
Dosen: Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng
PENGARUH
SUHU DAN SALINITAS PADA METAMORFOSA
DAN LULUS HIDUP
(SURVIVAL RATE) BURAYAK KIMA PASIR,
Hippopus hippopus L. 1758
(USULAN PENELITIAN)
Oleh :
Fransine B. Manginsela
(IKL 995159)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keunggulan komparatif Indonesia
terletak pada tersedianya sumber alam hayati yang hanya diungguli Brazil
(Amerika Selatan) dan Zaire (Afrika). Negara-negara lain tidak punya kekayaan
alam yang begitu besar keanekaragamannya.
Apabila keuntungan komparatif ini dikembangkan dengan sumberdaya manusia
yang maju dan berkemampuan memberi nilai tambah pada sumberdaya hayati, maka
terbentuklah produk yang memiliki potensi yang
mampu meningkatkan keunggulan kompetitif (Anonimous, 1995).
Salah satu sumberdaya alam hayati dimiliki Indonesia
adalah kima pasir Hippopus hippopus.
Kima pasir ini memiliki nilai ekonomis
penting karena cangkangnya memiliki penampakan dekoratif (decorative appearance) dan dapat dimanfaatkan sebagai wadah (utility as containers). Kima pasir
merupakan komoditi yang paling banyak diperdagangkan diantara kelompok kima
famili Tridacnid lainnya (Tisdell et al, 1994). Kondisi ini menyebabkan
jumlahnya yang semakin menurun sehingga oleh CITES (Convention on International Trade of Endangered Species) dijadikan
salah satu jenis organisma yang ekspornya dibatasi atau dilarang (Putro,
2000). Di Indonesia juga telah
dikategorikan sebagai organisma yang dilindungi oleh undang-undang seperti yang
tercantum dalam tiga SK Menteri Kehutanan yakni SK No. 12 th. 1987, No. 301 th. 1991 dan No. 882 th.
1992 (Anonimous, 1993).
Wilayah penyebaran kima pasir meliputi seluruh perairan
Indonesia seperti yang dilaporkan Pasaribu dalam
Copland dan Lucas (1988). Namun demikian
laporan Anonimous (1993) menuliskan kima pasir ini dapat dijumpai di Teluk
Cendrawasih, Taman Laut P. Weh, Taman Laut Benaken, Kepulauan Seribu dan
Karimun Jawa. Dari laporan di atas tergambar bahwa kima pasir hidup di
ekosisitim terumbu karang yang dewasa
ini mengalami berbagai ancaman kerusakan yang sangat tinggi baik karena adanya
eksplotasi terhadap terumbunya maupun terhadap sumberdayahayatinya.
Kondisi ini
tentunya sangat tidak menguntungkan bagi kelestarian kima pasir sehingga
diperlukan berbagai upaya yang tepat, terpadu, dan menyeluruh guna mendapatkan solusi
bagi perannya sebagai komoditi ekspor di satu sisi tetapi juga sebagai
keragaman genetis yang perlu dilindungi.
Kerangka
Pemikiran
Kima pasir adalah salah satu jenis keragaman genetis milik Indonesia, yang
dewasa ini tetap diminati sebagai komoditi ekspor. Namun dalam era globalisasi ini perdagangan
komoditi perikanan tidak hanya ditentukan oleh faktor “suplay and demand”
semata-mata, tetapi juga dipengaruhi oleh berbagai konvensi dan perjanjian
Internasional. Khusus kima pasir mekanisma perdagangannya dipengaruhi oleh
perjan-jian bernuansa lingkungan khususnya CITES yang membatasi pemasarannya karena
populasinya semakin menurun atau dikahawatirkan akan punah (Putro, 2000).
Mencermati kondisi ini maka perlu
kajian mendalam agar kima pasir sebagai komoditi perikanan mampu memberikan
kontribusi bagi perekonomian nasional pada satu sisi namun pada sisi lainnya
sebagai bagian dari keragaman hayati yang tetap terjaga keberadaannya. Salah
satu alternatif yang dapat dipertimbangkan adalah kegiatan penangkaran yang
merupakan kegiatan yang dapat akan mampu meningkatkan jumlah sediaan alami
melalui kegiatan ‘restocking’ dan menyediakan sediaan komersil melalui kegiatan
budidayanya.
Suatu kegiatan penangkaran dapat dimulai dengan mengumpulkan berbagai informasi
dasar. Informasi-informasi dasar yang sangat diperlukan adalah pengetahuan
mengenai siklus hidup kima pasir. Mata rantai siklus hidup kima pasir yang
paling penting untuk diketahui dalam usaha penangkaran adalah pengetahuan
tentang stadia larva. Karena dalam
stadia ini biasanya tingkat lulus hidupnya (SR=survival rate) sangat
rendah. Sehingga penelitian ini disusun
agar dapat memberikan masukan konkrit tentang perkembangan larva bagi suatu
usaha penangkaran.
Kajian penelitian diharapkan akan memberikan informasi tentang :
1. Apakah faktor suhu dan salinitas mampu mempercepat waktu
metamorfosa (stadia trochopor, veliger dan pedveliger) dari kima pasir ?
2. Apakah
hanya faktor suhu atau hanya fator salinitas atau interaksi kedua faktor
tersebut yang paling berpengaruh ?
Tujuan
Penelitian
1. Telaah kecepatan metamorfosa stadium burayak.
Hipotesis
Penelitian
Faktor suhu dan salinitas akan mempercepat metmorfosa burayak dan
meningkatkan lulus hidup (survival rate) burayak kima pasir, Hippopus hippopus
TINJAUAN
PUSTAKA
Klasifikasi
Kima Pasir
Kima pasir atau dikenal juga sebagai kima telapak kuda (horsehoof clams) memiliki nama
ilmiah Hippopus hippopus. Kima pasir merupakan salah satu jenis dari suku Tridacnidae
yang terdiri dari dua marga yakni Tridacna
dan Hippopus. Khusus marga Hippopus hanya memiliki 2 jenis yakni H. hippopus dan H.
porcellanus. Copland and Lucas (1988) menyebutkan kima pasir, H. hippopus dibedakan oleh cangkangnya
yang lebih berat daripada dan mencapai ukuran 40 cm dengan perusukan radial
(radial ribbing) dan bintik kemerahan pada garis tidak beraturan. Warna cangkang kuning
kecoklatan, hijau atau abu-abu pudar dibandingkan jenis tridacna lainnya.
Dalam taksonomi
kima pasir, H. hippopus
digolongkan sebagai berikut (Mudjiono,
1988) :
Filum : Mollusca
Kelas : Pelecypoda (Bivalvia)
Bangsa : Eulamellibranchia
Induk Suku : Cardiacea
Marga :
H.ippopus
Jenis : Hippopus
hippopus Linnaeus 1758
Daur Hidup
Kima Pasir
Kima pasir
suku Tridacnidae adalah protandris hermaprodit dimana pada waktu masih muda
jenis kima pasir ini berkelamin jantan tetapi setelah dewasa segera berubah
menjadi hermaprodit.
Pembiakan dengan fertilisasi eksternal artinya terjadi di
luar tubuh induknya. Mekanisma pembuahan
terjadi mula-mula sel jantan (sperma) disemprotkan keluar tubuh terlebih
dahulu, baru kemudian sel telur (ovum).
Pengeluaran sel-sel gamet tersebut di atas pada umumnya dirangsang oleh
keadaan fisik lingkungan perairan maupun zat-zat kimia yang terkandung di
dalamnya. Hidrogen peroksida (H2O2) di
duga merangsang pengeluaran sel-sel gamet.
Alcazar dalam Copland dan
Lucas (1988) menyebutkan bahwa 21 jam setelah pembuahan terjadi, zygot yang berukuran 143,5 ± 3,7 mm tersebut menjadi trochopor (stadium
trochopor). Pada hari kedua berkembang
menjadi veliger (stadium veliger). Kemudian pada hari kelima terus berkembang menjadi
pedveliger dan pada hari ke sepuluh akan mengikuti aliran arus laut dan burayak
ini akan segera berubah bentuk (metamorfosa) menjadi anak kerang (juvenil)
setelah mendapatkan dasar yang cocok untuk tempat hidupnya.
Brusca (1990) menjelaskan lebih jauh bahwa
moluska memiliki banyak tahap kesamaan fundamental protostomes. Dalam
perkembangannya mengalami (undergo) pembelahan khusus/khas dengan mulut dan
perkembangan stomodeum dari blastopore dan terbentuknya anus pada dinding
gastrula. Cell terjadi sangat khas
terpilin termasuk keempat mesentoblast Perkembangan bisa secara langsung,
campuran atau tidak langsung. Lebih jauh kima pasir kemudian akan berkembang
dan menjadi induk pada ukuran 23 cm yang siap memijah kembali.
METODA PENELITIAN
Lokasi Dan
Jangka Waktu Penelitian
Pengamatan akan dilakukan di dua tempat yakni di lapangan
dan di labo-ratorium. Lokasi pengambilan contoh kima pasirh adalah di Molas,
Sulawesi Utara dan pengamatan
laboratorium di Fakultas Perikanan dan Kelautan Sulawesi Utara.
Penelitian ini direncanakan selama 6 bulan (September
2001 sampai dengan Maret 2002) yang dimulai dengan kegiatan persiapan selama
satu bulan, pengamatan selama tiga bulan dan analisa data selama satu bulan dan
penyusunan laporan serta seminar selama satu bulan.
Bahan dan Alat yang digunakan Penelitian
1. Bahan
a. Contoh Burayak Kima
pasir
Contoh burayak kima
pasir akan diambil dari induk
alami dengan cara mengambilnya dari alam kemudian di bawa ke laboratorium.
Induk alami akan di berikan makanan hasil kultur agar dapat mencapai
matang kelamin. Pengamatan matang gonad dapat dilakukan ketika induk membuka cangkang atau
menggunakan baji. Jika induk telah
matang kelamin maka pemijahan dapat
distimulasi dengan hidrogen peroksida. Hasil pemijahan ini akan menjadi
contoh burayak. Contoh burayak ini akan dihitung untuk mendapatkan hewan uji
sebanyak 500 burayak per akuarium pengamatan. Dilaporkan induksi serotonin
terhadap 12 induk pada temperatur 25 o C- 28 o C (laboratorium) dengan waktu pelepasan sperma
3 - 90 menit dan pelepasan sel telur selama 25 - 60 menit telah dihasilkan
21-60 juta zygot ( Alcazar dalam Copland
dan Lucas, 1988).
b.
Media Hidup Air Laut
Air laut akan diambil pada saat pasang
tertinggi dan tenang agar diperoleh air laut yang berkualitas baik bagi
pertumbuhan organisma. Salinitas perairan Indonesia bagian timur berkisar pada
34 ‰ sehingga untuk mendapatkan salinitas yang diperlukan akan dilakukan
pengenceran dengan aquades.
2. Alat
Peralatan dan pemanfaatannya dalam penelitian ini
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat Yang Digunakan Dalam Penelitian
No.Alat yang digunakanKegunaaan / Parameter yang diukur1.Akuarium Wadah
pemeliharaan burayak / -2.SalinometerMengukur Salinitas Air /
Salinitas3.ThermostatMengatur temperatur air / Temperatur4Skala ukur
mikroskopMengukur panjang burayak / Panjang 5.MikroskopMengamati Burayak /
Bentuk Metamorfosa6.Galon AirWadah angkut contoh air / -7.Alat Tulis
MenulisMencatat ukuran dan perkembangan burayak8.KameraMendokementasikan
penelitian
Prosedur
Penelitian
1. Di Lapangan
Induk kima pasir H. hippopus di pilih berukuran lebih
dari 23 cm karena ukuran ini merupakan ukuran matang kelamin kima pasir di
Pilipina seperti yang telah dilaporkan
Alcazar dalam Copland dan Lucas (1988).
Jumlah induk paling sedikit dua induk dengan pertimbangan satu induk
mampu melepaskan kurang lebih satu juta telur. Induk yang di ambil langsung di
tempatkan pada wadah yang diberi aerator, kemudian diangkut ke laboratorium. Di
laboratorium di pindahkan pada bak yang juga telah diberi aerator dan diberikan
makanan hasil monokultur Isocrisis untuk
menjamin kondisi kesehatannya. Kisaran suhu air dijaga sekitar 25 °C-28 ° C dan
salinitas berkisar 30 o /oo - 33 o /oo .
2. Di
Laboratorium
Stimulasi pada induk kima pasir dilakukan
dengan menyuntikkan hidrogen peroksida pada inhalennya sebanyak 0,5 cc.
Kemudian diamati pemijahannya.
Burayak hasil pemijahan diambil
dan di tempatkan pada akuarium. Penempatan akuarium diacak dan setiap akuarium
dimasukkan 200 zygot dengan perlakuan salinitas dan suhu. Perlakuan salinitas terdiri dari 2 faktor
yakni 30 ‰ dan 35 ‰ dan perlakuan suhu terdiri dari 3 faktor (25
oC, 30 o C dan 35 o C. Nilai salinitas
dipilih berdasarkan kondisi perairan di Indonesia, dimana wilayah Indonesia
bagian Barat berkisar 30 ‰ dan Indonesia bagian Timur adalah 35 ‰. Sedangkan
Pemilihan suhu berdasarkan kisaran suhu normal dan kisaran suhu tertinggi pada
saat surut terendah. Sedangkan Masing-masing perlakuan ada tiga ulangan dan
akan disiapkan 2 akuarium kontrol (tanpa perlakuan).
Analisis Data
Analisis yang dilakukan meliputi :
Kecepatan
metamorfosa dan dan perkembangan struktur tubuh burayak pada setiap stadia pada
setiap perlakuan. Data akan disajikan dalam bentuk gambar dan grafik hubungan
waktu dan kecepatan metamorfosa dari
setiap perlakuan dan kontrol.
Rangcangan
percobaan yang digunakan adalah Rancangan Faktorial. Rancangan ini memiliki
target utama untuk mengetahui pengaruh interaksi agar dapat diperoleh kesimpulah faktor-faktor
utama yang paling berpengaruh dalam perlakuan (Hanafiah, 2000).
Hipotesa Uji (Statistik)
i. Ho : Faktor
suhu tidak berpengaruh terhadap kecepatan
metamorfosa dan lulus hidup
burayak kima pasir
H1 : Faktor
suhu berpengaruh terhadap kecepatan
metamorfosa dan lulus hidup
burayak kima pasir
ii. Ho : Faktor
salinitas tidak berpengaruh terhadap kecepatan
metamorfosa dan lulus hidup
burayak kima pasir
H1 : Faktor
salinitas berpengaruh terhadap kecepatan
metamorfosa dan lulus hidup
burayak kima pasir
iii. Ho : Interaksi
faktor suhu salinitas tidak berpengaruh terhadap
kecepatan metamorfosa & lulus
hidup burayak kima pasir
H1 : Interaksi
faktor suhu salinitas berpengaruh terhadap
kecepatan metamorfosa & lulus
hidup burayak kima pasir
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 1993. Mengenal Lebih Dekat Satwa yang Dilindungi : Biota Laut,
Kupu-kupu dan Reptilia. Biro Hubungan Masyarakat Sekretariat Jenderal
Departemen Kehutanan. Jakarta.
Anonimous, 1995. Strategi Keanekaragaman Hayati Global. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Brusca, R.C. 1990. Invertebrates. Sinauer Associates.Inc.
Hanafiah, K.A. 2000. Rancangan
Percobaan. Teori dan Aplikasi. PT RajaGrafindo Persada.
Jakarta.
Mudjiono. 1988. Catatan Beberapa Aspek Kehidupan Kima pasirh, Suku
Tridacnidae (Moluska, Pelecypoda) Oseana.
XIII (2) : 37-37
King, M. 1995. Fisheries Biology, Assesment and Management. Fishing News Book. Oxford.
Putro, S. 2000. Bisnis Perikanan
dalam Menyongsong Perdagangan Bebas : Peluang dan Tantangan. Departemen Kelautan dan Perikanan. DITJEN
Pengembangan Kapasitas dan Kelembagaan. Jakarta.
PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2000
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan
Penyayang karena perkenan-Nya semata maka usulan penelitian ini dapat
disusun. Usulan penelitian ini dimaksudkan sebagai arahan sekaligus syarat
untuk memulai penelitian pada Program Pasca Sarjana di Institut Pertanian
Bogor.
Tujuan penelitian yang diusulkan adalah mengkaji pengaruh suhu dan salintas
terhadap pertumbuhan dan lulus hidup (survival rate) burayak kima pasir, yang
diharapkan akan merupakan masukan penting bagi kegiatan penangkaran kima
pasir. Penangkaran kima pasir merupakan
salah satu alternatif yang dapat dipilih supaya dapat dijaga keragaman
hayatinya juga dapat disediakan sediaan komersilnya.
Melengkapi dan memperbaiki usulan penelitian agar menjadi lebih efektif dan
efisien dalam penggunaannya, diperlukan masukan konstruktif. Untuk itu sangat
diharapkan akan diperoleh berbagai masukan dari semua pihak.
Akhirnya semoga usulan penelitian dapat terlaksana agar kima pasir sebagai
salah satu ciptaan Tuhan dapat dikelola
dan dimanfaatkan secara baik.
Bogor, Medio Desember 2000