Re-edited
Copyright © 2000 Elmeizy Arafah
Makalah Falsafah Sains (PPs 702)
Program Pasca Sarjana
Institut Pertanian Bogor
Dosen: Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng
PANGAN
FUNGSIONAL DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT ILMU
Oleh:
ELMEIZY ARAFAH
IPN 99.5077
Filsafat ilmu merupakan bagian dari
epistomologi (filsafat pengetahuan yang secara spesifik mengkaji hakekat ilmu
(pengetahuan ilmiah). Ilmu merupakan
cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu (Suriasumantri,
1996). Filsafat ilmu merupakan cabang
ilmu filsafat yang merupakan refleksi mendasar dan integral mengenai hakekat ilmu
pengetahuan itu sendiri (Thoyibi, 1994).
Secara sederhana filsafat ilmu ialah dasar yang menjiwai dinamika proses
kegiatan memperoleh pengetahuan secara alamiah. Objek filsafat ilmu meliputi
ontologi, epistomologi dan aksiologi.
Ontologi membahas apa yang dikaji oleh pengetahuan itu. Epistomologi menelaah bagaimana caranya
mendapatkan pengetahuan tersebut.
Sedangkan aksiologi menelaah untuk apa pengetahuan termaksud
dipergunakan (Suriasumantri, 1996).
Pangan tidak saja berfungsi sebagai sumber nutrisi
bagi tubuh dan sebagai pembawa cita rasa, melainkan juga mempunyai fungsi
fisiologis aktif bagi tubuh. Saat ini
telah banyak diketahui bahwa didalam bahan pangan terdapat senyawa yang mempunyai peranan
penting bagi kesehatan. Senyawa tersebut mengandung komponen aktif yang
mempunyai aktiftas fisiologis yang memberikan efek positif bagi kesehatan tubuh orang yang
mengkonsumsinya. Sehubungan dengan itu
berkembang konsep pangan fungsional atau
kesehatan (functional food) yang
didukung oleh studi interaksi positif antara komponen pangan (komposisi zat
gizi makro atau mikro dan komponen non zat gizi) dengan fungsi spesifik di
dalam tubuh.
Makalah ini akan menelaah Pangan fungsional dari segi filsafat ilmu yang mencakup
ontologi (apa dan bagaimana makanan
fungsional itu), epistomologi (bagaimana metode mempelajarinya), dan aksiologi
(manfaatnya bagi kehidupan manusia).
Pada Gambar 1 disajikan pendekatan filsafat ilmu dalam menjelaskan
Pangan Fungsional.
ONTOLOGI Apa itu Pangan fungsional ?
Gambar 1.
Pendekatan filsafat ilmu dalam menelaah
Pangan Fungsional
TINJAUAN ONTOLOGI PANGAN FUNGSIONAL
Telah dipahami secara jelas bahwa semua
makanan atau minuman (pangan) mempunyai fungsi yang berhubungan dengan rasa,
aroma dan atau nutrien essensial, tetapi saat ini telah berkembang konsep pangan fungsional yang didefinisikan
sebagai pangan yang mengandung komponen
aktif secara fisiologis, dan digunakan untuk pencegahan atau penyembuhan
sesuatu penyakit, atau untuk mencapai kesehatan tubuh yang optimal (Hasier,
1995). Selanjutnya istilah pangan
fungsional digunakan secara luas untuk
mengidentifikasi dan mendefinisikan makanan yang mempunyai kemampuan untuk
mempengaruhi proses fisiologis, sehingga meningkatkan potensi kesehatan dari
makanan atau minuman tersebut (Head, 1995). Makanan dikatakan mempunyai sifat
fungsional bila mengandung komponen (zat gizi atau non zat gizi) yang
mempengaruhi satu atau sejumlah terbatas fungsi dalam tubuh tetapi yang
bersifat positif, sehingga dapat memenuhi kriteria fungsional atau menyehatkan (Muchtadi, 1996).
Istilah
pangan fungsional merupakan nama yang paling dapat diterima semua pihak untuk
segolongan makanan dan atau minuman yang mengandung bahan-bahan yang
diperkirakan dapart meningkatkan status kesehatan dan mencegah timbulnya penyakit-penyakit tertentu. Dahulu istilah health food untuk makanan
sehat lebih menarik dan berarti bagi konsumen, tetapi hal ini tidak dapat
digunakan lagi karena pada prinsipnya semua bahan pangan akan menyehatkan tubuh
bila dikonsumsi secara baik dan benar.
Istilah yang pernah diusulkan sebelumnya untuk pangan yang menyehatkan
adalah designer food, pharmafoods,
vitafoods dan nutraceutical, tetapi semua istilah ini kurang tepat karena
bentuknya disamakan dengan food supplement yang merupakan suplemen zat gizi dan
non gizi yang berbentuk seperti obat (kapsul ataupun tablet). Sedangkan pangan fungsional bentuknya
merupakan makanan atau minuman tetapi mengandung komponen aktif yang
menyehatkan.
Para
ilmuwan Jepang menekankan pada tiga faktor yang harus dipenuhi oleh suatu
produk agar dapat dikatagorikan sebagai pangan fungsional, yaitu : (1) produk
tersebut haruslah suatu produk pangan (bukan kapsul, tablet atau serbuk) yang
berasal dari bahan (ingredien) yang terdapat secara alami, (2) produk tersebut
dapat dan selayaknya dikonsumsi sebagai bagian dari pangan sehari-hari, dan (3)
produk tersebut mempunyai fungsi tertentu pada waktu dicerna, serta memberikan
peran tertentu dalam proses metabolisme tubuh, misalnya : (a) memperkuat
mekanisme pertahanan tubuh, (b) mencegah timbulnya penyakit tertentu (seperti
penyakit kanker, kardivaskuler dan jantung koroner, pencernaan, osteoporosis,
dan berbagai gangguan kesehatan akibat kekurangan atau kelebihan zat gizi
tertentu), (c) membantu untuk mengembalikan kondisi tubuh setelah terserang
penyakit tertentu, (d) menjaga kondisi fisik dan mental, dan (e) memperlambat
proses penuaan.
Komponen aktif dalam bahan pangan yang
memberikan efek fisiologis atau menimbulkan adanya sifat fungsional telah
mendapat perhatian yang cukup besar saat ini.
Hal ini dapat dilihat dari banyaknya laporan tentang manfaat suatu
komponen yang dijumpai dalam suatu bahan pangan, baik yang berasal dari pangan
nabati maupun hewani (Golberg, 1992; Bonio, 1992; Tomomatsu, 1994). Komponen aktif dalam bahan pangan
dikelompokkan menjadi dua bagian besar yaitu komponen zat gizi dan non zat
gizi. Komponen aktif yang termasuk dalam
golongan zat gizi antara lain kalsium, asam folat, vitamin E, dan iodium. Sedangkan komponen aktif non zat gizi
diantaranya yaitu grup senyawa flavonoid, komponen sulfur, senyawa polifenol,
senyawa terpenoid, senyawa isoflavon,
serat makanan, mikroba dan komponen hasil metabolit lainnya, oligosakarida, hidrokoloid, dan lain
sebagainya. Telah banyak laporan hasil
penelitian tentang aktifitas komponen aktif bagi kesehatan baik mengenai sifat
kuratifnya (pengobatan) maupun sifat protektifnya (pencegahan) terhadap
berbagai penyakit degeneratif (Muchtadi, 1996 ; Wijaya, 1996).
TINJAUAN EPISTEMOLOGI PANGAN FUNGSIONAL
Epistomologi
(teori pengetahuan), membahas secara
mendalam segenap proses yang terlihat dalam usaha untuk memperoleh
pengetahuan. Adapun proses tersebut
mencakup empat langkah dasar yaitu perumusan masalah, pengajuan hipotesis,
deduksi hipotesis dan pengujian kebenaran (Suriasumantri, 1997).
Permasalahan
Pangan
fungsional merupakan suatu produk pangan yang memiliki prospek yang sangat
baik, tetapi untuk memperoleh suatu produk pangan fungsional tidaklah semudah seperti
memproduksi pangan untuk kebutuhan konsumsi sehari-hari. Untuk memproduksi produk pangan fungsional
harus direncanakan dengan baik dan matang kalau tidak maka tidak akan diperoleh
produk pangan fungsional yang benar-benar sesuai dengan permintaan dan kebutuhan konsumen baik dari segi rasa,
aroma, penampakan, nutrien dan
berkhasiat.
Hipotesis
H0
: Pangan fungsional memiliki
potensi preventif dan kuratif terhadap penyakit-
penyakit degeneratif yang sukar disembuhkan dengan obat-obat
konvensional
H1 :
Pangan fungsional tidak mempunyai pengaruh positif terhadap kesehatan
manusia
Deduksi Hipotesis dan Pengujian Kebenaran
Merangcang pangan fungsional haruslah
didasarkan atas kebutuhan konsumen untuk menunjang kesehatannya, yang kemudian
dipadukan dengan pengetahuan mengenai komponen aktif yang terkandung dalam
bahan (bahan pangan maupun non-pangan; zat gizi maupun non–gizi). Pengetahuan tentang komponen aktif tersebut
amatlah penting untuk dipelajari terlebih dahulu agar diperoleh pengetahuan
mengenai sifat spesifiknya dan akhirnya hal tersebut akan memudahkan didalam
membuat formulasi pangan fungsional yang diinginkan. Selanjutnya pemilihan jenis produk yang akan
dibuat, juga didasarkan atas keinginan konsumen (survei pasar dan survei
konsumen). Setelah hal-hal tersebut
dikuasai, barulah dibuat formula.
Formula yang dibuat harus memenuhi kandungan optimal bahan aktif yang
berkhasiat untuk itu perlu dilakukan uji klinis dengan menggunakan hewan
percobaan. Pengujian ini dimaksudkan untuk melakukan pembuktian hipotesis yang diajukan.
Kemudian dilakukan uji coba produksi
(skala laboratorium) dan uji organoleptik.
Apabila hal ini telah mencapai hasil positif, kemudian dilakukan uji
coba produksi dalam skala yang lebih besar (pilot plant atau pasar terbatas),
yang kemudian diikuti oleh pengujian organoleptik oleh konsumen secara
luas. Akhirnya dilakukan produksi
secara komersial.
TINJAUAN AKSIOLOGI PANGAN FUNGSIONAL
Untuk
konsumen adanya pangan fungsional akan menguntungkan, karena dapat dilakukan
pencegahan terhadap timbulnya berbagai macam penyakit seperti kardiovaskuler
dan jantung koroner, kegemukan (obesitas), hipertensi, diabetes, kanker, dan
dapat memberikan efek menyehatkan tubuh
serta memberikan efek menyegarkan.
Pangan fungsional juga dapat berfungsi untuk meningkatkan sistem
immunitas, memperlambat proses penuaan dan meningkatkan penampilan fisik. Keberadaan
pangan fungsional memberikan kesempatan kepada konsumen untuk secara
aktif memilih dan mengkonsumsi produk yang mengandung ingredien yang
menguntungkan bagi kesehatannya, dari pada hanya memfokuskan atau menghindari
untuk mengkonsumsi bahan-bahan tertentu.
Bagi
pemerintah, pangan fungsional juga menguntungkan karena dapat menurunkan biaya
yang diperlukan untuk memelihara kesehatan rakyatnya yang makin membengkak,
misalnya seperti apa yang telah terjadi di Amerika Serikat, Eropa dan
Jepang. Untuk industri pangan, pangan
fungsional memberikan kesempatan yang tidak terbatas untuk secara inovatif
memformulasi produk yang mempunyai nilai tambah, baik bagi masyarakat secara
luas maupuhn untuk segmen masyarakat tertentu.
Akan tetapi agar produk dapat sukses di pasaran, penampilannya harus
menarik, rasanya dapat diterima konsumen, dan klaim kesehatan yang
disebutkannya harus telah dibuktikan secara ilmiah.
Berbagai jenis pangan fungsional telah
beredar dipasaran, mulai jenis produk susu probiotik tradisional seperti yoghurt, kefir dan coumiss; diikuti dengan pemunculan produk baru seperti BioSeven, OH BA yoghurt, yakult, ophilus dan
BA live.
Produk susu rendah lemak siap konsumsi yang mengandung serta
larut. Selain itu juga telah beredar
produk pangan tanpa lemak ( mengandung fat
substitute) yang diperkaya dengan mineral, produk non-kolesterol atau kadar
kolesterol dan lemaknya telah diturunkan, seperti produk biskuit. Beberapa produk yang merupakan ekstrak dari
sayuran dan buah-buahan seperti junior
21, dan junior 18, produk juice buah dan sayuran seperti V-8. Produk
yang mengandung ekstrak serat yang bersifat larut yang berfungsi menurunkan
kolesterol dan mencegah obesitas adalah vegeta.
Minuman yang berhasiat menyehatkan tubuh yang mengandung komponen aktif
rempah-rempah adalah kunyit asem, minuman
sari jahe instan, dan sari temulawak.
Pangan
fungsional merupakan suatu produk pangan yang mempunyai prospek yang cerah baik
ditinjau dari segi khasiatnya, masyarakat, industri pangan maupun
pemerintah. Sehingga peluang kemungkinan
dikembangkannya produk pangan fungsional baru yang dapat diterima secara luas
masih terbuka lebar, untuk itu dalam memproduksinya harus benar-benar
direncanakan dan dirancang dengan baik dan matang.
DAFTAR PUSTAKA
Bonio, M.
1994. Magic Ingredients. Food Techn., 48(10):37.
Goldberg, I. 1994. Functional Foods.
Head, R.J.
1995. Approaches to Definition
and Substantiation. First International
Conference on East – West perspective on Functional Food. Singapore. September 26-29.
Muchtadi,
D. 1996.
Makanan Fungsional : Pengendalian dan Perancangannya. Kursus Singkat makanan Fungsional. Yogyakarta, 8-9 Juli 1996.
Suriasumantri,
J.S. 1996. Filsafat Ilmu sebuah pengantar populer. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Suriasumantri, J.
S. 1997.
Ilmu dalam Perspektif. Yayasan
Obor Indonesia. Jakarta.
Thoyibi,
M. 1994.
Filsafat Ilmu dan Perkembangannya.
Tomomatsu, H. 1994. Health effects of oligosaccharides. Food Techn., 48(10):61.
Wijaya,
C.H. 1996. Komponen Bioaktif . Kursus Singkat Makanan Fungsional. Yogyakarta, 8-9 Juli 1996.