KAJIAN IDENTIFIKASI KANDUNGAN
SENYAWA BIOAKTIF BERDASARKAN KOMPOSISI ZAT
GIZI SARANG BURUNG
(EDIBLE
NEST/SBW) dari BURUNG WALET (Collocalia
fuciphagus )
Oleh:
Rahayu
Dewi S. Y. Mende
P21600004/GMSK
Latar Belakang
Tuhan menciptakan beragam kehidupan, mulai tata surya sampai
bumi yang dihuni berbagai kehidupan hayati dari materi
sampai mahluk hidup yang berwujud manusia dan hewan. Kehidupan
antara manusia dan satwa di
muka bumi adalah saling menguntungkan,
atau sebaliknya bisa merugikan, untuk keberlangsungan kehidupan mahluk tersebut. Satwa yang hidup di muka
bumi ada jenis satwa darat,
air dan udara (aviaries). Bahkan dari banyak jenis
satwa aviaries ada diantaranya memiliki Sarang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, terutama nilai ekonominya tinggi. Satwa tersebut
adalah Burung Walet dari species Collocalia Fuciphagus.
Sarang, yang memiliki nilai komersil tersebut adalah berasal dari Burung
Walet (sp. Collocalia Fuciphagus), termasuk Burung layang-layang, adalah jenis Burung
satwa liar. Burung Walet tersebut memiliki kemampuan menghasilkan "Sarang"
yaitu berupa rajutan serabut-serabut transparan (brittle). Fungsi utama dari
Sarang Burungnya adalah hanya
untuk tempat bersarang, jadi
bukan untuk dimakan oleh
anaknya.
Sarang Burung (Ediblenest)
dari SBW (SBW) di Indonesia sebenarnya
sudah dikenal berabad-abad (± mulai abad
XVII), bahkan dalam perkembangannya lebih mengarah ke aspek ekonominya. Maka,
adalah wajar jika untuk mendapatkan informasi dari aspek ilmiahnya masih minim,
bahkan langka. Maka, diperlukan kajian secara
ONTOLOGI : berupa APA? dapat
dilihat dari sudut pandang METAFISIKA UMUM UNTUK HAKIKAT APA YANG DIKAJI ?
lalu timbul pertanyaan apakah yang didapat dari Kajian Obyek : SBW (SBW)?
Apa menfaat dari SBW? berkhasiat untuk kesehatan? memiliki nilai ekonomis untuk
kesejahteraan manusia? selanjutnya dapat ditelusuri secara TELEOLOGIS
(Yunani) : telos = ujung; logos = nalar). Menurut Hull (1974) dalam
Nasoetion A. H., (1999), maka, keberaadaan SBW dapat ditelusuri manfaatnya
karena dalam penelusurannya adalah mencari keterangan yang dapat membenarkan
mengapa suatu hal bisa terjadi. Jadi, perlu secara ilmiah dilakukan suatu
penelitian tentang komponen bioaktif yang terkandung dalam SBW, yakni mengkaji
komponen atau senyawa, yang diduga berkhasiat bagi pemeliharaan kesehatan tubuh
manusia, vitalitas, juga upaya preventif terhadap berbagai penyakit.
Kajian EPISTEMOLOGI : tentang Bagaimana? Cara Mendapatkan Pengetahuan yang Benar, maka
penentuan kandungan SBW secara kualitatif diantaranya dengan
menggunakan metoda untuk analisis senyawa nonvolatil (tidak
menguap) akan dilakukan dengan menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC), juga dilakukan metode ekstraksi bertahap
untuk senyawa nonpolar sampai polar yang dilanjutkan dengan purifikasi lebih
lanjut dengan menggunakan teknik Solid Phase Extraction (SPE). Isolasi
senyawa volatil (menguap) akan dilakukan dengan alat secara simultan (alat Likens-Nickerson),
kemudian dilanjutkan dengan analisis dengan menggunakan Gaz Chromatograph Mass Spectrophotometry (GC-MS).
Sedangkan untuk senyawa tertentu yang perlu dilakukan purifikasi lebih lanjut
dengan menggunakan kromatografi kolom, yang dilanjutkan dengan analisis
menggunakan Direct Insert Mass Spectrophotometry
(DI-MS). Selanjutnya untuk kajian berbagai jenis asam amino
menggunakan alat Amino Acid Analyzer (AAA).
Sekitar lebih dua abad
ternyata perkembangan SBW di Indonesia tidak begitu dinamis, karena banyak
aspek yang membatasi terutama aspek budaya. Di sini
tersebar mitos bahwa SBW hanya diberikan sebagai anugerah kepada seseorang.
Apabila ada seseorang yang memaksakan diri untuk berhubungan dengan SBW maka,
ia akan menjumpai malapetaka dan kesengsaraan. Untuk itu diperlukan tinjauan AKSIOLOGI
untuk kajian SBW, yang memiliki bobot nilai kegunaan ilmu yang memiliki
tanggung jawab moral kepada masyarakat luas. Karena suatu kenyataan yang tidak
dapat dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu dan
teknologi. Sehingga untuk pemenuhan segala kebutuhannya dapat dilakukan dengan lebih
cepat dan lebih mudah
(Suriasumantri J. S.1985.) Lalu, antara
pengkajian secara ilmiah dan SBW apakah suatu berkah, atau membawa malapetaka
atau kesengsaraan?
ONTOLOGI : APA?
METAFISIKA UMUM UNTUK HAKIKAT APA YANG DIKAJI ?
Kajian Obyek : SARANG BURUNG WALET (SBW)
Supranaturalisme
(kekuatan
gaib) Obyek
(vitalistik)
ILMU Metafisika
FILSAFAT Umum
Obyek
(mekanistik)
Sumber : Modifikasi Suriasumantri J.S., (1985) dan Nasoetion A. H., (1999).
Sarang Burung Walet (SBW)
Sebagian dari
sumberdaya hewani di
alam Indonesia diantaranya
adalah satwa terbang
(Aviaries), dan
sub-kelompok tersebut
terdapat Burung liar
yang sangat potensial. Keberadaan Burung
liar ini sangat bermanfaat secara ekologis,
dan, Sarangnya (birdnest) memiliki nilai ekonomi yang
sangat tinggi. Satwa terbang tersebut adalah Burung Walet (Collocalia fuciphagus)
yang termasuk jenis small
insectivorous birds. Karena itu, Burung ini secara ekologis adalah sebagai
predator biologis untuk serangga terbang, yang disantapnya
sambil melayang. Fungsi lain dari Burung tersebut adalah memiliki
kemampuan menghasilkan Sarang yang berbeda dengan jenis
Burung lainnya.
Karakteristik dari
Sarang yang dihasilkannya adalah berupa rajutan serabut-serabut transparan (brittle). Sarang ini dihasilkan oleh sepasang kelenjar di bawah mulutnya (glandula
sub-lingualis) yang membengkak pada musim perkembangbiakannya (Winarno
F.G., 1994). Fungsi utama dari Sarang tersebut hanya untuk
tempat bersarang, jadi bukan
untuk dimakan oleh
anaknya. Kandungan utamanya adalah protein, komposisi lemak kadar abu
serta sedikit kadar air. Perbedaan
warna pada SBW adalah dipengaruhi oleh : (1) Jangka
waktu yaitu, lamanya SBW
digunakan sebagai tempat
bersarang. (2) Posisi Sarang untuk SBW hasil budidaya (rumahan)
ternyata menghasilkan perbedaan warna, yang menunjukkan letak SBW itu dekat
dengan jendela, atau terletak di sisi bagian dalam (lebih gelap).
Penentuan harga
SBW adalah tergantung
pada warna, ukuran, kebersihan dan
struktur (rajutan) Sarangnya (brittle), namun kandungannya tetap sama
yaitu protein.
Komponen Apa saja yang terdapat dalam SBW
Penentuan
kandungan SBW secara kualitatif
diantaranya dengan menggunakan Gaz Chromatographic (GC). Mengidentifikasi bahwa
komposisi terdiri dari
Rantai Oligosakarida, dan strukturnya berkombinasi dengan
Glikoprotein. Komponen Glikoprotein di
dalamnya mengandung sulfate
Oligosakarida melekat pada suatu rangkaian dalam Polipeptida. Lalu,
temuan kualitatif lainnya, adalah menggunakan metoda HPLC. Komposisi
dari Oligosakarida tersebut
mata rantainya terdiri dari : (D-arabinose)
(D-mannose)(N-acetyl-D-glucosamine) dan sejumlah kecil (D-galactose)(L-fucose)(N-acetyl-D-glucosamine)
(Meikle P., Richards GN., Yellowlees D.,1987).
Selain mengandung
komponen-komponen di atas ternyata di dalam SBW
juga mengandung asam amino essensial. Penelitian tersebut mengunakan
penganalisis asam amino (Amino Acid Analyzer), ternyata hasilnya menemukan
17 macam asam amino, baik essensial, semi-essensial dan non- essensial, seperti
dalam Tabel 1. SBW juga mengandung sejumlah mineral seperti Kalsium
(Ca), Phosphor (P) Ferrum (Fe), Zinc (Zn) dan Magnesium (Mg) dan
dan analisa hasil uji coba pada 100 gr
SBW sebelum direbus kemudian
dibandingkan dengan perebusan I, II dan III
disajikan Tabel 5.
Tabel 1
: Komposisi Asam Amino Essensial,
Semi-essensial dan Non-essensial
pada Sarang Burung Walet
No. |
Asam Amino |
Jumlah (%) |
|
Essensial
|
|
1 |
Leusin |
5,9748 |
2 |
Valin |
4,2705 |
3 |
Treonine |
4,1686 |
4 |
Fenilalanine |
3,9778 |
5 |
Lysin |
2,2213 |
6 |
Isoleusin |
2,0331 |
7 |
Methionine |
0,1613 |
|
Semi-essensial
|
|
8 |
Tirosin |
5,2437 |
9 |
Serin |
4,6602 |
10 |
Arginin |
4,1251 |
11 |
Glisin |
2,4528 |
12 |
Histidin |
2,0536 |
13 |
Sistin |
0,4609 |
|
Non-essensial
|
|
14 |
Asam Aspartat |
5,5546 |
15 |
Asam Glutamat |
5,5079 |
16 |
Prolin |
4,0430 |
17 |
Alanin |
1,7730 |
|
|
|
Modifikasi : Hasil penelitian SBW di daerah Plumpang,
Tuban, Mandalena A.(1996)
Apa manfaat dari SBW Bagi Kesehatan Tubuh Manusia
Dalam gastronomi dari bangsa Cina, Sarang Burung Walet
termasuk dalam kelompok YIN, merupakan jenis makanan eksotis, sekaligus
delicates. Selain untuk hidangan lezat, SBW digunakan sebagai pembersih bakteri
dan menjadi ingredient untuk obat-obatan (F.G. Winarno, 1994). Laporan
tersebut masih merupakan data empiris dan dirangkum dari pengalaman-pengalaman
individu, serta sebagian besar merupakan mitos yang beredar di masyarakat, yang
belum ada dukungan data ilmiah atau penelitian. SBW mengandung berbagai senyawa
bioaktif, yang diantaranya, diduga bisa memberi efek penyegar bagi tubuh orang
yang mengkonsumsinya. Mengenai khasiat
SBW dapat dilihat berdasarkan laporan penelitian Riset Unggulan Terpadu
IV-Dewan Riset Nasional (1998). Tabel 2.
Tabel 2 : Khasiat Sarang Burung Walet
|
G O L O N G A N (%) |
Responden |
||
K H A S I A T |
Masy. Awam |
Ilmuwan |
Pengusaha |
% |
Menjaga
kesegaran
tubuh |
90,9 |
84,6 |
87,5 |
88,0 |
Obat
sakit
pernafasan |
40,9 |
15,4 |
54,2 |
40,7 |
Meningkatkan
vitalitas |
13,6 |
7,7 |
54,2 |
28,8 |
Obat awet muda |
13,6 |
7,7 |
54,2 |
28,8 |
Memelihara
kecantikan |
22,7 |
7,7 |
37,5 |
25,4 |
Menambah tenaga dalam |
31,8 |
0 |
25,0 |
22,0 |
Menghambat pertumbuhan
kanker |
9,1 |
15,4 |
37,5 |
25,4 |
Menghilangkan pengaruh
alkohol |
9,1 |
0 |
37,5 |
18,6 |
Meningkatkan konsentrasi |
9,1 |
0 |
29,2 |
15,3 |
Obat Diabetes |
9,1 |
0 |
16,7 |
10,2 |
Sumber protein |
0 |
15,4 |
0 |
3,4 |
Menurunkan demam |
0 |
8,3 |
34,0 |
0 |
Tidak menjawab |
7,7 |
4,2 |
10,2 |
18,2 |
Sumber :
Laporan penelitian Riset Unggulan Terpadu IV-Dewan Riset Nasional (DRN) 1998.
dan Mardiastuti. A., et., al.. 1995.
Sarang Burung Walet (SBW) sebagai
Komoditi
A. Aspek
Produksi
Sarang Burung Walet merupakan komoditi langka, selain
sulit untuk memperolehnya, bahkan harganya jauh lebih mahal daripada komoditi agribisnis lain, pada umumnya.
Karena itu, SBW cenderung menjadi komoditi ekspor ke manca negara (Lisa N,
1999). Sebagai gambaran tentang produksi Sarang putih ini, pada tahun 1995,
diperkirakan mencapai 75 ton. Hal tersebut merupakan hasil dari gencarnya
kegiatan budidaya oleh para peternak
Burung Walet (Wahyudin, 1999).
Budidaya Burung Walet sebagai komoditi agribisnis, kini,
lebih marak lagi setelah Indonesia mengalami krisis ekonomi-keuangan. Pemicunya
adalah, ketika situasi ekonomi memburuk itu , justru harga SBW membubung di
pasaran dalam negeri pada saat nilai tukar rupiah terhadap US$1 = Rp.
10.000-15.000. Maka, banyak peternak Burung Walet dan pedagang SBW menikmati "bonanza",
yaitu sebagai hadiah tiba-tiba, dari selisih harga lama Rp. 4 juta/Kg (1995-1996)
menjadi Rp. 10-15 juta/Kg
(1997-1998).
Pulau Jawa tercatat sebagai produsen SBW rumahan terbesar
di Indonesia. Sebagai ilustrasi pada tahun 1995, P. Jawa menghasilkan (± 55 ton) yaitu
(73,3%) dari total produksi SBW di Indonesia yang berjumlah 75 ton. Jumlah
produksi tersebut beturut-turut : Jawa Tengah (23,3 ton); Jawa Timur (18,4 ton)
dan Jawa Barat (14,2 ton) (Wahyudin, 1999). Dalam tampilan Tabel 3
memberikan gambaran produksi SBW dari beberapa sentra produksi di Pulau Jawa.
Tabel 3. Produksi Sarang Burung Walet
tahun 1995 di Pulau Jawa di atas 1 Ton
No |
Daerah sentra produksi |
Kemampuan produksi
(Kg) |
Keterangan |
|
Jawa Barat |
|
|
1. |
Haur Geulis |
2.790 |
Terkonsentrasi di |
2 |
Cirebon |
2.520 |
daerah Cirebon
dan |
3 |
Indramayu |
1.380 |
Sekitarnya |
4 |
Karawang |
1.200 |
|
|
Jawa Tengah |
|
|
5 |
Pemalang |
3.030 |
Terkonsentrasi di |
6 |
Pekalongan |
2.130 |
daerah Pekalongan |
7 |
Purwodadi |
2.100 |
Sekitarnya dan |
8 |
Kendal |
1.410 |
semenanjung Muria |
9 |
Juana |
1.200 |
(Pati,Juana) |
10 |
Semarang |
1.200 |
|
11 |
Wonosari |
1.020 |
|
|
Jawa Timur |
|
|
12 |
Gresik |
2.010 |
Tersebar di daerah |
13 |
Sedayu |
2.730 |
Gresik, Pasuruan |
14 |
Pasuruan |
1.440 |
Lamongan, Tuban dan |
15 |
Rengel |
1.140 |
sekitarnya |
Sumber : Wahyudin
(APPSWI, 1999)
B. Aspek Ekonomi
Manfaat ekonomi dari Sarang Burung
Walet (SBW), terutama di luar negeri,
umumnya, untuk keperluan rumah makan, dan sebagian kecil
untuk rumah obat (tradisional). Harga SBW, jika dalam keadaan utuh,
sangat tinggi di Hongkong dan
Singapura. Apabila SBW itu dijual dalam
keadaan tidak utuh/Sarang cetakan, maka harganya menjadi
murah (M. Noerdjito, 1999).
Upaya memberikan nilai tambah pada
SBW, selain dalam bentuk aslinya, selama ini sudah
dilakukan berbentuk Sarang cetakan dari SBW hancuran/remah. Bahkan, bekas cucian
SBW dapat dijual, yang digunakan sebagai obat perangsang, agar Burung Walet masuk
ke dalam kandang baru. Selain
hasil olahan tersebut, ada upaya
lain, berupa kemungkinan di sentra produksi
menjadi mata acara argowisata, dengan menjadikan goa-goa alam yang datar sebagai obyek
wisata, yakni mengamati habitat Walet liar dari dekat. Konon, di
daerah Lampung ada rumah Walet
sudah menjadi obyek wisata.
Usaha budidaya burung
Walet, sebagai sarana mengupayakan pemberdayaan ekonomi rakyat, perlu memperhatikan
prinsip-prinsip sebagai berikut (Irawadi Jamaran, 1999) :
1) Pengembangan kemitraan antara usaha kecil dan usaha besar;
2) Kemitraan dalam bentuk kepemilikan bersama;
3) Usaha milik ternak dan pengumpul;
4)
Ruang lingkup usaha;
5)
Sumber pendanaan;
6)
Skala usaha;
7)
Teknologi terapan;
8)
Manajemen yang dikembangkan;
9)
Iklim yang kondusif.
v Teori Problem
asal
pengetahuan pengetahuan (origin)
E
p i s t e m o l o g i Problem
penampilan I L M U
(appearance)
v
kebenaran SBW (verification)
Sumber-sumber;
Problem
mencoba
v Karakteristik;
v Kebenaran
Pengetahuan
Bahan baku, yang dipergunakan dalam penelitian ini, adalah Sarang Burung Walet
(SBW) dari spisies Collocalia Fuciphagus, dengan karakteristik dagang Crystal
White, SBW diperoleh dari hasil
budidaya peternak, atau Walet Rumahan, dari daerah pegunungan (± 700 dpl) di
wilayah Jawa Barat.
Peralatan, yang diperlukan dalam penelitian ini, adalah
berupa alat-alat untuk analisis identifikasi komponen bioaktif yaitu High Performances Liquid
Chromatography (HPLC) dan Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) serta
Direct
Insertion Mass Spectrometry (DI-MS) .
B. Metode Penelitian
Penelitian ini dikonsentrasikan pada proses purifikasi
SBW yakni: mengidentifikasi berbagai jenis dan jumlah komponen bioaktif dengan
alat HPLC, GC-MS. Pengembangan teknik pengolahan, yang diperlakukan pada
SBW, adalah dengan jalan merebus (sampai 100°C) selama satu jam.
Metode ini dipilih dengan pertimbangan bahwa metodenya adalah sederhana, karena
dapat dilakukan di tiap rumahtangga, dengan harapan tidak banyak mengalami
kerusakan, terutama terhadap komponen dan senyawa aktifnya.
Penelitian ini terdiri dari dua tahap, bahkan,
pengerjaan tahap kesatu dan kedua bisa berjalan secara simultan. Tahap pertama
adalah pembuatan ekstrak, kedua adalah isolasi dan identifikasi komponen
bioaktif. Pada tahap pembuatan ekstrak, cara ekstraksi dilakukan melalui cara perebusan
(± 100° C selama 1 jam)
dengan perbandingan, bahan dan air (1:1) untuk mendapatkan ekstrak yang pekat.
Pada tahap kedua akan dilakukan isolasi dan identifikasi komponen, yang sudah
dikenal memiliki khasiat dapat mempertahankan kebugaran dan stamina tubuh,
serta diperkirakan ada dalam ekstrak SBW.
Isolasi senyawa nonvolatil (tidak menguap) akan
dilakukan dengan metode ekstraksi bertahap, dengan menggunakan berbagai jenis
pelarut dari yang nonpolar sampai polar lalu purifikasi lebih lanjut dengan menggunakan
teknik SPE (Solid Phase Extraction).
Analisis senyawa nonvolatil akan dilakukan dengan menggunakan HPLC,
sedangkan untuk senyawa tertentu perlu dilakukan purifikasi lebih lanjut dengan
menggunakan kromatografi kolom, yang dilanjutkan dengan analisis menggunakan DI-MS.
Isolasi senyawa volatil akan dilakukan dengan menggunakan alat distilasi dan
ekstraksi secara simultan (alat Likens-Nickerson), dengan menggunakan
pelarut dietil eter, kemudian dilanjutkan dengan analisis menggunakan GC-MS.
Tujuan penelitian adalah mengungkap khasiat Sarang Burung Walet (SBW),yang
selama ini, dimitoskan sebagai bahan makanan istimewa (eksklusif) dengan banyak
manfaat. Dalam mitos, SBW itu sangat dipercayai secara empiris,
diantaranya, dapat meningkatkan atau mempertahankan kebugaran dan menjaga
stamina tubuh.
Aspek umum dalam penelitian ini adalah mengkaji komponen bioaktif yang
terdapat dalam SBW; dan aspek khusus,
yang ditelaah dalam penelitian ini, adalah mengidentifikasi khasiat senyawa bioaktif dari SBW.
Teknik analisa
identifikasi komponen bioaktif yang digunakan adalah menggunakan metode HPLC dan GC-MS serta
DI-MS. Pembuatan ekstrak SBW dilakukan dengan perebusan (± 100° C selama 1
jam).
Hasil penelitian dari Yu-Qin
Y., Liang X., Hua W., Hui-Xing Z., Xin-Fang Z., Bu-Sen (2000), menyebutkan
bahwa kandungan SBW secara kualitatif,
diantaranya dengan menggunakan Gaz Chromatographic (GC), teridentifikasi komposisinya terdiri dari
Rantai Oligosakarida, strukturnya berkombinasi
dengan Glikoprotein. Di
dalamnya terdapat 5 (lima) jenis
kandungan monoses : (D-mannitose) (D-galactose) (N-acetyl-D-Galactosamine)
(N-acetyl-D-glucosamine) (N-acetyl neuraminate). Peralatan
ini merupakan alat pendiktesi dan alat
penentu jenis SBW secara
kualitatif, yang bisa membantu atau membedakan
antara SBW asli dan yang tiruan dengan cepat. Komponen Glycoprotein di
dalamnya mengandung sulfate Oligosakarida melekat pada rangkaian,
yang melekat pada sisi samping O-Glycosidic, dan merupakan mata rantai dari Serine
(Ser) dan Threonine
(Thr), serta merupakan komponen prinsip untuk asam amino (77%) dalam
Polipeptida.
Dewan Riset Nasional telah pula melakukan penelitian tentang SBW, yang disandingkan dengan senyawa pembanding
dari Sarang hasil Burung Sriti, Oolong
tea, Royal Jelly (Mardiastuti, 1995),
dapat dilihat dalam Tabel 4.
Tabel
4. Perbandingan Senyawa-senyawa dari Edible Bird Nest (SBW) Swiftlets (sp.
Collocalia Fuciphagus),
Burung Sriti,
Royal Jelly dan Oolong Tea
SBW |
Sarang Sriti |
Royal Jelly |
Oolong Tea |
Octa decanoic
acid |
9 - octadecenoic
acid |
Methyl pyrimidine |
Piperidine |
Thio sulfic
acid |
Hexa decenoic
acid |
Hepta methyl |
2- pentanon |
Germacrane-A |
Octadecenoic acid |
Bistrimetthylsilyl |
4 - hydroxymellein |
9 - Octadecenoic
acid |
9 - Hexadecenoic
acid |
Thio sulfic
acid |
Caffein |
Iso chiapin
b |
Glycine |
Hexa decenoic
acid |
Thio sulfic
acid |
Hexa decenoic
acid |
|
9 - octadecenoic
acid |
Hahnnfett |
Methananine |
|
|
9 - octadecenoic |
3- pyryolidinol |
|
|
acid |
Urea |
|
|
Hexadecenoic |
Carbon oxide sulfide |
|
|
acid |
Methionine |
|
|
|
Sumber :
Adaptasi Laporan RUT IV DRN (1998) dan Mardiastuti. A., et., al.. 1995.
Seperti halnya air, maka hasil rebusan SBW juga mengandung sejumlah
mineral. Berkat kandungan mineralnya, maka air memiliki berbagai kemampuan
untuk mendukung segala macam aktifitas tubuh. Selain air, zat gizi utama
lainnya, yang diperlukan oleh tubuh manusia, adalah Karbohidrat, Protein, Lemak
dan Mineral. Dan, bahan-bahan tersebut bersifat hidrofilik, yang diperlukan,
untuk memenuhi kehidupan manusia.
Air, yang biasa kita minum sehari-hari, di dalamnya mengandung berbagai
jenis mineral yang diperlukan oleh tubuh, antara lain : Amonium, Arsen, Bikarbonat (HCO3)- ,
Besi (Fe+++), Calcium (Ca++), Chlor (bebas), Chlorida (Cl-),
Flourida (F-), Kalium (K+), Magnesium (Mg++),
Mangan, Natrium (Na+), Nitrit (NO2)- , Nitrat
(NO3)-, Nitrogen, Phosphor, Sodium, Sulfat (SO4).
Sebagaimana halnya air, ternyata SBW juga mengandung sejumlah mineral seperti
Kalsium (Ca) (1,47 ± 1,55), Phosphor (P) (94,25 ± 39,36), Ferrum (Fe) (63,00 ± 37,25), Zinc (Zn) (18,63 ± 10,30) dan Magnesium
(Mg) (0,20 ± 0,04) (Nuraisyah, 1999) dan (Kristiyani, 1999).
Tabel
5. Analisa Zat Gizi dari hasil uji coba
pada 100 gr SBW sebelum direbus
dibandingkan
dengan perebusan I, II dan III
Kandungan Gizi |
Sebelum |
Hasil Rebusan |
||
Zat-zat Gizi Makro |
Direbus |
I |
II |
III |
Energi (Kkal) |
315,96 |
- |
- |
- |
Air (gr) |
15,83 |
- |
- |
- |
Protein (gr) |
51,25 |
2,84 |
1,52 |
0,99 |
Lemak (gr) |
0,40 |
- |
- |
- |
Karbohidrat (gr) |
25,41 |
- |
- |
- |
Serat Kasar (gr) |
- |
- |
- |
- |
Kadar Abu (gr) |
4,46 |
- |
- |
- |
Zat-zat Gizi Mikro (mg) |
|
|
|
|
Kalsium |
39,14 |
5,94 |
2,91 |
1,19 |
Phosphor |
8,29 |
0,71 |
0,32 |
0,31 |
Besi |
17,00 |
0,77 |
0,61 |
0,46 |
Nitrogen |
8,37 |
0,46 |
0,24 |
0,16 |
Natrium |
24,41 |
2,84 |
2,62 |
1,92 |
Kalium |
4,04 |
1,72 |
0,97 |
0,50 |
Zinc |
0,83 |
0,11 |
0,07 |
0,05 |
Vitamin |
|
|
|
|
A (mg RE) |
8,46 |
0,13 |
0,07 |
0,04 |
C (mg) |
1,25 |
0,18 |
0,22 |
0,23 |
Keterangan : pH(o) air awal = 6,60; pH(1) = 7,00; pH(2) =
7,10; pH(3) = 7,20. (Mende RDSY, 1999)
A K S I O L O G I
Kajian Ilmiah kebutuhan lebih
cepat &
lebih
mudah
Aksiologi Kajian SBW
Sumber : Modiffikasi
Suriasumantri
J. S.1985 dan AchmadiA.
(2000)
Dalam perkembangannya SBW di Indonesia lebih banyak ke aspek ekonominya.
Maka, adalah wajar jika untuk mendapatkan informasi dari aspek ilmiahnya masih
minim, bahkan langka. Tinjauan AKSIOLOGI untuk kajian SBW, harus
memiliki tanggung jawab moral kepada masyarakat luas, serta bermakna bagi nilai
kegunaan suatu ilmu pengetahuan. Suatu fakta yang tidak dapat dipungkiri bahwa
peradaban manusia sangat bergantung kepada ilmu dan teknologi. Sehingga untuk
pemenuhan segala kebutuhannya dapat dilakukan dengan lebih cepat
dan lebih mudah
(Suriasumantri J.S., 1999).
Lalu, adanya pengkajian
secara ilmiah untuk SBW apakah suatu berkah, atau membawa malapetaka atau
kesengsaraan? Karena dalam perkembangannya (terutama di Indonesia) SBW banyak
menemui kendala, karena banyak aspek yang membatasi terutama aspek budaya. Di antaranya
dominasi dari etnis tertentu dan tersebarnya mitos bahwa SBW hanya diberikan
sebagai anugerah kepada seseorang. Apabila ada yang memaksakan diri untuk
berhubungan dengan SBW akan menjumpai malapetaka dan kesengsaraan. Contohnya,
untuk mendapatkan sarang hasil Walet Goa, maka orang harus mencari ke goa-goa
alam yang terjal sebagai habitat Walet liar, padahal harganya lebih rendah dari
pada Walet Rumahan. Sedangkan untuk Walet Rumahan, ketika membudidayakannya,
dibutuhkan investasi yang besar untuk menghasilkan sarang burung yang
berkualitas baik.
Jika secara mitos SBW
khasiatnya demikian didewakan maka dirasakan perlu dilakukan suatu penelitian
tentang kualitas SBW dan komponen bioaktif yang terkandung dalam SBW uyang
diduga berkhasiat bagi pemeliharaan kesehatan tubuh manusia, vitalitas, juga
upaya preventif terhadap berbagai penyakit bahkan proses penuaan.
D A F T A R P U S T A K A
Mandalena,
A.. 1996. Analisis asam amino essensial dalam SBW putih (Collocalia
Fuciphaga) dari daerah Plumpang Tuban dengan penganalisis asam amino (Amino
Acid Analyzer); Skripsi Fakultas Farmasi, Universitas Surabaya;
Mardiastuti. A., et., al.. 1995. Teknik
pengusahaan Walet rumah, pemanenan sarang dan penanganan
pasca panen: laporan akhir RUT IV, 1995/1998
(In house wallow bird farming,
nest collecting and post harvest handling: find report of RUT IV, 1995/1998). Kumpulan
abstrak. RUT IV. Dewan Riset Nasional,. Serpong, Tangerang;
Kristiyani R.S., 1999. Komposisi
dan Kualitas Sarang Burung Walet (Collocalia fuciphaga) Goa dan Rumah. Skripsi. Ilmu Produksi Ternak
Fapet. Institut Pertanian Bogor;
Mende R.D.S. Y., 1999. Analisis Komposisi Zat Gizi Hasil
Rebusan Sarang Burung Walet (Collocalia
fuciphaga).
Edisi Khusus Seri Kajian Ilmiah : Pangan untuk Mellinium
Baru Penerbit Universitas Katolik Soegijapranata Semarang;
Mende
R.D.S. Y., 2000. Tinjauan Sosial, Budaya dan Ekonomi “Sarang Burung (EBN) Walet
(Collocalia fuciphaga) Sebagai Komoditi Tradisional Indonesia. Prosiding
Seminar Nasional Makanan Tradisional. Pusat kajian Makanan Tradisional (PKMT)
Lembaga Penelitian Universitas Brawijaya Malang;
Meikle P, Richards GN, Yellowlees D. 1987. Structural determination of the Oligosaccharide
side chains from a glycoprotein
isolated from the mucus of the coral Acropora form
Nasoetion A. H., 1999. Pengantar keFalsafah Sains.PT.
Pustaka Litera AntarNusa. Cetakan
ketiga. Jakarta;
Noerdjito
M., 1999. Prospek Usaha Budidaya/Industri Sarang Burung Walet Ditinjau dari Aspek Ilmu Pengetahuan. Seminar Industri
Walet : Prospek dan Strategi Pemberdayaan
Industri Walet Rakyat Sebagai Unggulan Agrobisnis di Era Milenium Baru. Penyelenggara :
Bhumipakuan Institute Of Management bekerjasama
dengan Asosiasi Agroindustri Indonesia, Jakarta;
Nuraisyah. R., 1999. Komposisi
dan kualitas (Collocalia Fuciphaga) Goa dan Rumah;Skripsi.
Ilmu Produksi Ternak Fapet. Institut
Pertanian Bogor;
Suriasumantri J. S.1985. Filsafah Ilmu Sebuah Pengantar
Populer. Penerbit Sinar Harapan.
Jakarta;
Wahyudin, 1999. Peluang dan Tantangan yang Dihadapi Dalam
Usaha Budidaya/ Industri Sarang Burung Walet. Seminar Industri Walet : Prospek
dan Strategi Pemberdayaan Industri Walet Rakyat Sebagai Unggulan Agrobisnis di
Era Milenium Baru. Penyelenggara : Bhumipakuan Institute Of Management
bekerjasama dengan Asosiasi Agroindustri Indonesia, Jakarta;
Winarno,
F.G., 1994. Sarang Burung Walet . Bahan Hidangan Eksotis. Bonus Femina. No. 3/XXII.
Yu-Qin Y, Liang
X, Hua W, Hui-Xing Z, Xin-Fang Z, Bu-Sen L.
2000.Determination of edible bird's nest and its products by gas
chromatography. Shanghai Food Industry
Research Institute,