Re-edited
Copyright
© 2000
Adjat Sudradjat
Makalah Falsafah Sains (PPs 702)
Program Pasca Sarjana
Institut Pertanian Bogor
Dosen: Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng
PENGARUH “SOCIAL FORESTRY
PROGRAM” TERHADAP
KELESTARIAN
HUTAN DAN PEMBANGUNAN MASYARAKAT
(SKENARIO RENCANA PENELITIAN)
Oleh:
Adjat Sudradjat
P05600002
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1.
Bahwa luas
dan kualitas hutan di Indonesia menurun setiap tahunnya. Angka dari Departemen
Kehutanan menyatakan hutan hujan tropis berkurang antara 1 (satu) sampai 1,5 (satu setengah) juta ha per tahun.
2.
Berkurangnya
luas dan kualitas hutan disebabkan antara lain karena: (a) adanya konversi
hutan untuk keperluan pembangunan lainnya, (b) penyerobotan/perambahan hutan,
dan (c) penebangan liar dan pencurian kayu.
3.
Pemerintah
khususnya untuk penanganan perambahan dan penyerobotan lahan hutan telah
memperkenalkan berbagai program yang intinya untuk “pembangunan masyarakat”
yang berada di sekitar dan di dalam hutan yang dikenal sebagai social forestry.
4.
Program
tersebut antara lain adalah :
a.
Pembinaan
masyarakat desa hutan (PMDH) yang terkenal dengan sebutan HPH Bina Desa.
Program ini dilaksanakan oleh swasta (BUMS) di luar Jawa.
b.
PMDH yang
dilaksanakan oleh Perhutani (BUMN) di Jawa.
c.
Jaringan
Pengaman Sosial (PPS) yang dilaksanakan oleh Pemerintah di Jawa dan luar Jawa.
5.
Kedua
program, kecuali program butir 4.c sudah diimplementasikan lebih dari lima
tahun yang lalu.
6.
Bahwa sampai
saat ini belum ada penelitian yang mendalam, sampai mana tingkat keberhasilan
dari ketiga program tersebut, program mana yang paling berhasil mencapai tujuan
program. Mengapa berhasil dan mengapa tidak berhasil. Sedangkan dana
pembangunan masyarakat dalam program ini cukup besar sekali dan yang
dipertaruhkan sangat mahal, yakni kelestarian hutan (sebagai penyangga
kehidupan) dan kehidupan masyarakat lokal.
B. Tujuan Penelitian
1.
Tersajinya
bahan bagi pemerintah, para pemegang HPH/HTI dan Perhutani
tentang keberhaslian program pembangunan masyarakat di sekitar dan di
dalam hutan dalam konteks kelestarian hutan yang diukur dari: meningkatnya
kesejahteraan masyarakat, luasan hutan bertambah, berkurangnya perambahan
hutan, berkurangnya pencurian kayu.
2.
Tersedianya
bahan penelitian lebih lanjut dari program social
forestry.
C. Manfaat Penelitian
Tersajinya rekomendasi bagi segenap stake holder untuk program social
forestry yang efektif dalam upaya
pelestarian hutan dan pembangunan masyarakatnya.
D.
Asumsi Dasar
Diasumsikan bahwa program akan berhasil bila tidak ada
perang, tidak ada pengaruh politik dan tidak ada bencana alam (gempa bumi,
kebakaran hutan, banjir, hama penyakit). Dengan perkataan lain, pengaruh dari
perang, bencana alam bencana politik tidak diperhitungkan atau di luar ruang
lingkup penelitian.
II. MODEL
PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA HUTAN
Sebenarnya sudah banyak program pembangunan masyarakat
yang diperkenalkan oleh pemerintah terutama di lahan hutan lindung dalam rangka
rehabilitasi lahan dan konservasi tanah, termasuk yang dimintakan untuk
dilaksanakan oleh pihak-pihak swasta, (BUMS) , badan usaha milik negara (BUMN)
dihutan produksi. Pada hakekatnya semua
program tersebut diarahkan untuk kelestarian fungsi hutan dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat di sekitar dan dalam hutan. Dalam konteks tersebut
akan diteliti model-model yang diperkenalkan oleh masing-masing pelaku pembangunan kehutanan yaitu oleh
swasta (BUMS), Perhutani (BUMN) dan Pemerintah
A. HPH Bina Desa (model BUMS)
HPH Bina Desa merupakan salah satu yang dilaksanakan
oleh para pengusaha pemegang HPH dan HTI. Program ini merupakan pengelolaan
hutan produksi yang diintegrasikan dengan fungsi sosial, ekonomi dan budaya
masyarakat disekitar hutan. Dengan tujuan akhir adalah terjaminnya fungsi hutan
produksi dan terjaminnya kesejahteraan masyarakat, melalui sasaran: (a)
meningkatkan pendapatan, kesempatan kerja dan usaha serta tumbuhnya ekonomi
pedesaan yang berwawasan lingkungan, (b) tersedianya sarana dan prasarana
sosial ekonomi yang memadai dan (c) tercapainya kesadaran masyarakat dan
perlaku positif masyarakat dalam pelestarian sumberdaya alam hutan. Model
pembangunan masyarakat ini tertuang dalam SK Menhut No: 691/Kpts-II/91, tentang
kewajiban HPH dan HPHTI dalam pembinaan masyarakat desa hutan (PMDH).
Dari data yang ada selama lima tahun mulai tahun 1993 sd
1998 telah dibina sebanyak 3.702 desa dengan jumlah kepala keluarga (KK) 262.648
KK dengan jumlah dana yang telah disalurkan sebesar Rp 72 milyar lebih. Menurut
Banowati (1998:27) terdapat beberapa masyalah yang dihadapi dalam program ini
antara lain: (1) keterbatasan SDM yang berkualitas sekitar hutan, (2) komitmen
pemegang HPH/HPHTI masih kurang, (3) pengalaman pengusaha dalam pembangunan
masyarakat masih kurang.
B. PMDH Model Perhutani (BUMN) di Jawa
Program
diperkenalkan oleh Perhutani yang beroperasi di P. Jawa, dengan tujuan
akhir sama seperti PMDH Model HPH/HPHTI dengan target group adalah bagi mereka (masyarakat) yang berada di dalam
dan sekitar hutan yang kehidupan mereka tidak dapat terlepas dari keberadaan
hutan. Sesuai dengan Keputusan Direksi Perhutani No: 1837/KPTS/DIR/1996, bentu
kegiatan yang mengikut sertakan masyarakat itu adalah: kegiatan penanaman,
pemeliharaan, pemanenan, pengolahan, pemasaran dan usaha lain termasuk
pengamanan hutannya. Dalam konteks hubungan antara Perhutani dan masyarakat
belaku kemitraan dan bukan hubungan majikan dan buruh.
Program ini telah dilaksanakan selama 11 tahun. Dan
sudah terbina sebanyak 6.955 kelompok atau lebih dari 140.000 KK tersebar
diselutuh hutan di P. Jawa. Menurut catatan Banowati (1998:37) program ini
banyak yang menyatakan berhasil dengan terbukti banyaknya pengakuan para
peninjau dari dalam dan luar negeri.
C. Program JPS Sektor Kehutanan
Program JPS yang dilaksanakan oleh
pemerintah (Dephutbun) sektor kehutanan dan kebun ini dimulai tahun 1998/1999
untuk 19 propinsi. Latar belakang munculnya program adalah ketika Indonesia
masuk kepada awal krisis ekonomi tahun 1997. Pada saat itu muncul rawan pangan
karena banyak panen gagal disebabkan musim kemarau yang berkepanjangan dan
banyaknya penduduk terkena PHK. Tujuan program adalah “terwujudnya kondisi masyarakat
dengan kelembagaan masyarakat pedesaan yang mandiri, kuat dan profesional.
Sedangkan output yang diharapkan
sesuai dengan sektor kehutanan dan perkebunan adalah: tersedianya lapangan pekerjaan
sejumlah 30,6 juta jiwa, hutan rakyat seluas 50,900 ha, HTI padat karya seluas
51.340 ha, hutan bakau seluas 2.110 ha, jalur hijau dalam hutan negara 9.470
ha. Hutan lindung seluas 4.670 ha, areal sutera alam 680 ha daerah penyangga
sejumlah 499 desa.
Sedangkan outcome program yang ditargetkan adalah:
(1) tersedianya pangan berupa padi 165.000 ton, jagung 214.000 ton dan palawija
42.000 ton, (2) tercapainya lapangan kerja produktif sebanyak 48 juta HOK dan
(3) tersedianya asset usaha ekonomi dengan masyarakat, berupa tanaman bawah
bernilai pangan dan ekonomis seluas 10.875 ha dengan produksi ganyong 141.000
ton dan tanaman serbaguna seluas 14.148 ha.
Pada kenyataan para Kepala Kantor Wilayah Dephutbun di
propinsi, banyak yang mengarahkan pelaksanaan program dengan model PMDH. Dan
menurut Bappenas untuk Kalimantan Barat selangkah lebih maju yaitu program
dirancang menjadi program pemberdayaan masyarakat disekitar hutan dengan metoda
PRA (Participatory Rural Apraissal).
III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Definisi
Definisi social
forestry atau hutan kemasyarakatan atau ada yang menyebut pula sebagai
perhutanan sosial sangat beragam. Terkadang saling melengkapi dan saling
tertukar. Beberapa akhli berpendapat istilah perhutanan sosial, kehutanan
sosial dan hutan kemasyarakatan adalah padanan kata dari “social forestry”. Gilmore dan Fisher dalam Suharjito dan Darusman
(1998), menyatakan bahwa social forestry
adalah bentuk kehutanan
industrial
atau konvensional yang dimodifikasikan
untuk memungkinkan distribusi keuntungan kepada masya-rakat lokal. Sedangkan beberapa akhli mendifinisikan social forestry adalah kegiatan yang
berkenaan dengan semua
aktifitas kehutanan yang sasaran spesifiknya adalah partisipasi masyarakat lokal dan pemenuhan
kebutuhan
serta aspirasi masyarakat tersebut yang
berkaitan dengan hutan.
Dari definisi tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan
yaitu:
a.
adanya
kepentingan kelestarian dan keamanan hutan,
b.
adanya
kepentingan kehidupan masyarakat yang sangat erat kaitannya dengan hutan
(sosial, ekonomi dan budaya),
c.
adanya
aktifitas bersama antara pengelola/pengusaha hutan dan masyarakat.
B. Tujuan Kegiatan Social
Forestry
Tujuan program
social forestry adalah (1) terjaminnya
fungsi hutan (2) meningkatkan kondisi
sosial, ekonomi dan budaya masyarakat lokal yang berada di dalam dan sekitar
hutan.
C. Implementasi
Program Social Forestry
Pemerintah melalui Departemen Kehutanan telah
mengarahkan seluruh “pemain” pelaksana pembangunan kehutanan untuk melaksanakan
program tersebut. Dengan latar belakang yang berbeda, potensi yang dimiliki
berbeda dan cara yang berbeda (peubah) mengarahkan energinya kepada sumberdaya
alam hutan dan masyarakat yang menjadi subyek sasaran pembangunan dengan tujuan
kelestarian fungsi hutan dan pembangunan masyarakat lokalnya.
Peubah yang berbeda tersebut diatas merupakan input system kepada program maka di
asumsikan akan menghasilkan yang berbeda pula. Dalam konteks ini Penulis ingin
melihat kebenaran asumsi
bahwa program
social forestry merupakan suatu formula yang dapat diandalkan
dalam mempertahankan kelesratian fungsi hutan yang sekaligus merupakan suatu
kegiatan pembangunan masyarakat yang cocok.
Demikian pula pola yang diperkenalkan dari masing-masing
“pemain” (pemerintah, swasta dan BUMN) akan diteliti. Pola mana yang paling
baik atau paling tepat untuk tujuan dimaksud. Identifikasi masalah dan
informasi energi serta metoda program dari masing-masing pelaku akan
dikumpulkan dan disistimatikkan lalu diolah atau dianalisis secara kuantitatif
(statistika) maupun secara kualitatif untuk disimpulkan pola yang terbaik.
Studi kepustakaan sebagai latar belakang teori-teori yang ada akan dilakukan
untuk mendukung penelitian dan analisis
data. Untuk jelasnya kerangka pemikiran di atas dapat dilihat dalam skema
berikut:
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Model Penelitian
DEPHUTBUN Memperkenalkan
Bentuk
Pembangunan
Masyarakat
a.l.
Social Forestry Program
PELAKSANA
HPH/HTI (Swasta) |
PERHUTANI (BUMN) |
Kanwil Dephutbun (Pemerintah) |
PMDH – HPH BINA DESA |
PMDH Melalui Kegiatan Kehutanan |
Padat Karya Sektor Kehutanan & Perkebunan |
V A R
I A B E L |
||
Input System Terhadap Masyarakat |
Input System Terhadap Masyarakat |
Input System Terhadap Masyarakat |
¨ Pola Hubungan Kemitraan ¨ Pola Partisipasi ¨ Agen Pembangunan ¨ Sumber Daya Lainnya |
¨ Pola Hubungan Kemitraan ¨ Pola Partisipasi ¨ Agen Pembangunan ¨ Sumber Daya Lainnya |
¨ Pola Hubungan Kemitraan ¨ Pola Partisipasi ¨ Agen Pembangunan ¨ Sumber Daya Lainnya |
|
|
|
SASARAN |
SASARAN |
SASARAN |
¨ Penambahan Luas Hutan ¨ Sikap Masyarakat ¨ Pengetahuan Masyarakat ¨
Tingkat Kebakaran ¨
Tingkat Perambahan ¨
Tingkat Pencurian |
¨
Penambahan Luas Hutan ¨
Sikap Masyarakat ¨
Pengetahuan Masyarakat ¨
Tingkat Kebakaran ¨
Tingkat Perambahan ¨ Tingkat
Pencurian |
¨
Penambahan Luas Hutan ¨
Sikap Masyarakat ¨
Pengetahuan Masyarakat ¨
Tingkat Kebakaran ¨
Tingkat Perambahan ¨
Tingkat Pencurian |
|
GOAL : ¨
Kelestarian
Hutan ¨
Sosial Ekonomi
Masyarakat |
|
D. Hipotesis
Untuk mendukung penelitian ini
dirumuskan berbagai hipotesis sebagai berikut:
1.
Menguji
pengaruh Program keseluruhan.
Ho : Program
social forestry memberikan pengaruh
terhadap kelestarian hutan dan peningkatan
kesejahteraan (kondisi sosial, ekonomi dan budaya) masyarakat lokal.
Ht :
Program social forestry tidak
berpengaruh terhadap kelestarian hutan
dan peningkatan kesejahteraan (kondisi sosial, ekonomi dan budaya)
masyarakat lokal.
2.
Menguji
pengaruh Program dari pola swasta (HPH/HPHTI)
Ho : Program
social forestry pola swasta
memberikan pengaruh terhadap kelestarian hutan dan peningkatan kesejahteraan
(kondisi sosial, ekonomi dan budaya) masyarakat lokal.
Ht : Program
social forestry pola swasta tidak
berpengaruh terhadap keles-tarian hutan dan peningkatan kesejahteraan (kondisi
sosial, ekonomi dan budaya)
3.
Menguji
pengaruh Program dari pola BUMN (Perhutani)
Ho : Program
social forestry pola Perhutani memberikan pengaruh terhadap kelestarian hutan dan peningkatan kesejahteraan (kondisi
sosial, ekonomi dan budaya) masyarakat lokal.
Ht : Program
social forestry pola Perhutani tidak
berpengaruh terhadap kelestarian hutan dan peningkatan kesejahteraan (kondisi
sosial, ekonomi dan budaya) masyarakat lokal.
4.
Menguji
pengaruh Program dari pola Pemerintah (Departemen Kehutanan)
Ho : Program
social forestry pola Pemerintah
memberikan pengaruh terhadap kelestarian
hutan dan peningkatan kesejahteraan (kondisi sosial, ekonomi dan budaya)
masyarakat lokal.
Ht : Program
social forestry pola Pemerintah tidak
berpengaruh terhadap kelestarian hutan dan peningkatan kesejahteraan (kondisi
sosial, ekonomi dan budaya) masyarakat lokal.
IV. LANGKAH DAN METODE PENELITIAN
Dari model penelitian seperti
pada Gambar 1 memperlihatkan setidaknya ada empat peubah pokok yang perlu di
nilai. Peubah-peubah tersebut ialah: (1) pola partisipasi masyarakat, (2)
sistem perencanaan, (3) bantuan agen pembangunan dan (4) bantuan sumberdaya
lainnya.
Langkah penelitian yang akan
ditempuh dalam rangka memenuhi
suatu kaidah penelitian ilmiah adalah:
1.
Penentuan
masalah secara makro.
2.
Perumusan
kerangka masalah.
3.
Pengajuan
hipotesis (lihat pada BAB III).
4.
Deduksi
dari hipotesis.
5.
Pembuktian
hipotesis.
6.
Penerimaan
hipotesis menjadi teori ilmiah.
Secara lebih spesifik metode
penelitian akan ditempuh langkah-langkah:
1.
Penentuan
definisi peubah dan cara mengukurnya.
2.
Penentuan
populasi.
3.
Pemilihan
lokasi penelitian.
4.
Pengumpulan
data dan informasi (jenis dan sumber data serta penentuan teknik pengumpulan
data).
5. Analisis
data (meliputi analisis kualitatif dan kuantitaif).
6. Uji
kesahihan (validity Test) dan keterandalan (reliability Test).
7.
Pencatatan
hasil penelitian dan pembahasan.
8.
Penarikan
kesimpulan dan saran-saran
V. PELAKSANAAN PENELITIAN
Penulis merencanakan penelitian
ini diawali dengan pengumpulan bahan dan informasi pada Smester II. Konsep
proposal diharapkan selesai pada Smester III. Dan pada Smester IV sudah memulai
penelitian lapangan, sehingga pada Smester VI sudah mendapat persetujuan dari
Komisi Pembimbing.
Sumber dana penelitian akan
diajukan kepada suatu lembaga donor yang tidak mengikat seperti dari Bank
Dunia, Grant dari negara donor
(Masyarakat Eropa dan atau dari Pemerintah Jepang (JICA). Dan bukan dari
pemerintah, swasta HPH/HPHTI maupun dari BUMN, hal ini ditempuh untuk menghindari adanya subyektifitas
penelitian.
DAFTAR PUSTAKA.
1.
Banowati,
Laksmi (1998) Social Forestry Bidang Kehutanan dan Perkebunan. Biro
Perencanaan, Dephutbun. Jakarta.
2.
Departemen
Kehutanan (1997) Keputusan Mmenteri Kehutanan No:523/Kpts- II/1997, Tentang Pembinaan
Masyarakat Desa Hutan Oleh Pemegang HPH dan pemegang HPHTI, Dephut.
3.
Perum
Perhutani, (1996). Kep. Dir Perum Perhutani No: 1837/KPTS/DIR/ 1996, Tentang Penerapan PMDH dalam
Pengelolaan Hutan. Jakarta.
4.
Salam,
Burhanuddin. (1993) Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
5.
Suharjito,
Didik dan Darusman, Dudung (1998) Kehutanan Masyarakat – Beragam Pola
Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Hutan. IPB dan Ford Foundation, Bogor.
6.
Susanto, Hari
(2000) Pembangunan Berbasis Pemberdayaan (Kasus Kalimantan Barat. Penerbit PT
Sarbi Moerhani Lestari. Bogor.
Bogor, 21 Desember 2000
oleh : Adjat Sudradjat (P 05600002)