Re-edited
Makalah Falsafah Sains (PPs 702)
Program Pasca Sarjana
Institut Pertanian Bogor
Dosen: Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng
STUDI POTENSI ANTAGONISTIK Pseudomonas
KELOMPOK FLUORESCENS TERHADAP
Pseudomonas
solanacearum PADA TOMAT DAN ANALISIS KERAGAMAN MOLEKULER
(PROPOSAL PENELITIAN)
Oleh:
P 086 00003/FIT
PENDAHULUAN
Pseudomonas
solanacearum E.F. Smith merupakan salah satu jenis patogen penting yang
menyebabkan penyakit layu pada berbagai jenis tanaman. Bakteri ini
tercatat menyerang beratus-ratus spesies tanaman yang tercakup dalam 44 famili
(Hayward, 1991). Berbagai tanaman dengan
nilai ekonomis tinggi menjadi inang utama, misalnya : pisang, kentang, jahe,
cabai, tomat, dan cengkeh.
Usaha
pengendalian P. solanacearum saat ini
yang paling banyak dilakukan di lapangan adalah penggunaan varietas tahan dan
penggunaan bakterisida (antibiotika).
Namun teknik pengendalian dengan varietas tahan sangat sulit karena
banyaknya ras baru yang lebih virulen yang seolah-olah berlomba untuk
mematahkan ketahanan varietas tersebut.
Sementara itu penggunaan antibiotika (bakterisida) selain harganya mahal
juga dapat menimbulkan masalah-masalah baru seperti resistensi, terbunuhnya
mikroorganisme bermanfaat serta pencemaran lingkungan.
Salah satu
cara pengendalian yang berpotensi untuk dikembangkan adalah penggunaan agens
antagonis. Penelitian yang intensif
mengenai penggunaan mikroorganisme antagonis telah banyak dilakukan sepanjang
abad 20 ini. Aplikasi mikroba untuk
pengendalian patogen tular tanah (soil-borne)
pertama kali dilaporkan pada tahun 1980.
Strain tertentu dari Pseudomonas
fluorescens dapat mengkolonisasi perakaran tanaman (Kloepper,1980).
Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan, Pseudomonas
kelompok fluorescens mempunyai sifat antagonistik yang luas terhadap
berbagai jenis mikroorganisme patogen baik dari golongan cendawan maupun dari
golongan bakteri. Cook & Baker
(1983) melaporkan paling sedikit terdapat 44 agens antagonis yang mempunyai
potensi besar menekan penyakit tanaman.
Dari golongan bakteri, Agrobacterium
radiobacter, Pseudomonas kelompok fluorescens dan Bacillus spp. merupakan jenis agens antagonis yang paling banyak
diteliti (Hemming, 1990).
Pseudomonas kelompok fluorescens
mempunyai kemampuan menghasilkan pigmen berwarna kuning sampai hijau atau biru
pada medium King's B. Kemampuan
menghasilkan pigmen tersebut merupakan salah satu kriteria yang digunakan para
ahli mikrobiologi dalam memilih Pseudomonas
yang bermanfaat karena pigmen tersebut biasanya dihasilkan oleh
spesies-spesies penghasil senyawa antibiotik (Efri, 1994).
Aplikasi P. fluorescens sebagai agens antagonis
telah banyak dilakukan dan memberikan harapan yang cukup baik. Lindow et
al. (1996) melaporkan aplikasi P.
fluorescens pada tanaman pear mampu menekan perkembangan P. syringae 100 kali lebih rendah
dibandingkan kontrol sehingga mengurangi kerusakan akibat luka beku (injury
frosst). Sementara itu Manuella et al. (1997) melaporkan bahwa P. fluorescens isolat B29 mampu menekan
perkembangan penyakit pustul bakteri (Xanthomonas
campestris pv. glycines) in-planta. Aplikasi Pseudomonas
kelompok fluorescens untuk mengendalikan penyakit layu bakteri oleh P. solanacearum menunjukkan hasil yang
bagus. Shekawat et al. (1992) melaporkan bahwa perlakuan dengan P. fluorescens dapat menekan intensitas
penyakit layu bakteri pada tanaman kentang sebesar 43 - 51%.
Untuk
mendapatkan agens antagonis yang potensial terhadap berbagai kondisi lingkungan
yang berbeda perlu dilakukan penelitian mengenai keragaman agens antagonis itu
sendiri. Seringkali didapatkan hasil
seleksi agens antagonis di laboratorium menunjukkan hasil yang sangat bagus,
demikian pula di rumah kaca, tetapi agens antagonis tersebut gagal dalam
menekan perkembangan patogen di lapangan.
Hal ini disebabkan keadaan lingkungan di lapangan sangat komplek.
Dalam
evolusi telah diketahui bahwa tiap populasi yang berada pada daerah yang
berbeda akan mengalami tekanan seleksi yang berbeda pula. Hal ini akan menyebabkan adanya keragaman
antar populasi dalam spesies yang sama (interspesific variation), karena
populasi-populasi tersebut beradaptasi dengan lingkungannya masing-masing. Jadi suatu spesies yang sama tetapi berada
pada wilayah geografi atau lingkungan yang berbeda dapat memiliki ciri-ciri
kebugaran yang berbeda. Keragaman
genetik dalam satu spesies yang sama dari wilayah geografi atau lingkungan yang
berbeda tersebut merupakan faktor yang penting dalam kesuksesan pengendalian
hayati (van den Bosch et al., 1982).
Analisis
keragaman genetik dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu cara yang
akan dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik RAPD (Random Amplified
Polymorphic DNA (Valsangiacomo et al.,
1995).
TUJUAN PENELITIAN
Penelitian
ini bertujuan untuk mencari alternatif pengendalian penyakit layu bakteri pada
tomat yang disebabkan oleh P.
solanacearum dengan agens antagonis Pseudomonas
kelompok fluorescens dengan fokus mencari informasi dasar mengenai
keragaman molekuler dari berbagai keadaan geografi yang berbeda, ciri-ciri
kebugarannya dan kemampuannya dalam menekan bakteri patogen.
METODE PENELITIAN
A.
Isolasi Pseudomonas kelompok
fluorescens dari rhizosfer tomat dan uji
kemampuan antagonisme terhadap
isolat P. solanacearum
Sampel tanah diambil dari beberapa daerah yang merupakan lahan tanaman
tomat. Dari masing-masing tempat diambil
tiga sampel @ sebanyak 1 kg pada kedalaman 0 - 20 cm. Dari 1 kg sampel selanjutnya diambil 1 gr,
kemudian disuspensikan dalam 10 ml aquadest steril. Suspensi dikocok menggunakan shaker selama 20
menit dengan kecepatan 200 rpm.
Selanjutnya dilakukan pengenceran berseri sampai 10-8 dan
dilakukan pencawanan sebanyak 0.01 ml pada media King's B 10%. Untuk tiap-tiap sampel, pencawanan dilakukan
"duplo" dan diinkubasikan pada suhu ruang selama 24 - 48 jam.
Dari
hasil pencawanan kemudian dilakukan pemurnian terhadap semua bakteri yang
bersifat fluorescens. Isolat-isolat yang
sudah murni tersebut selanjutnya diidentifikasi dan diuji lebih lanjut mengenai
kemampuan antagonismenya secara in vitro
terhadap P. solanacearum.
Uji
antagonisme dilakukan dengan cara menambahkan suspensi kedua bakteri hingga
mencapai konsentrasi akhir 102 sel/ml pada erlenmeyer 250 ml yang
berisi 10 ml Nutrient Broth. Sebagai
kontrol, agens biokontrol dan patogen ditumbuhkan terpisah. Erlenmeyer yang sudah diberi perlakuan kemudian
diinkubasikan pada suhu 310C dan digoyang menggunakan shaker. Delapan jam kemudian populasi masing-masing
jenis bakteri dihitung setelah dilakukan pengenceran berseri.
B. Kebugaran Pseudomonas
kelompok fluorescens pada beberapa nilai pH dan
Suhu
Masing-masing
isolat bakteri Pseudomonas kelompok
fluorescens ditumbuhkan pada medium
King's B. Setelah biakan berumur 24 - 48 jam kemudian dibuat suspensi dengan buffer
fosfat hingga kerapatannya 102 sel/ml. Selanjutnya sebanyak 10 ml suspensi
tersebut diinokulasikan ke dalam erlenmeyer 250 ml yang berisi Nutrient Broth
sebanyak 10 ml. Untuk percobaan pengaruh
pH, masing-masing erlenmeyer diberi media dengan pH : 5, 6, 7, 8 dan 9. Sedangkan untuk percobaan pengaruh suhu, pH
media dipertahankan sekitar 7,2 dan suhu
yang diuji adalah : 23, 25, 27, 30, 33 dan 360C
Erlenmeyer
yang sudah diberi suspensi bakteri kemudian diinkubasikan pada suhu 310C
(untuk perlakuan pengaruh pH) dan pada suhu sesuai perlakuan (untuk perlakuan
pengaruh suhu). Penghitungan populasi
dilakukan setelah 2, 4, 6 dan 7 jam inkubasi.
Percobaan dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 3
ulangan.
C.
Analisis keragaman molekuler
Isolat-isolat bakteri yang akan
diekstrak DNA-nya mula-mula ditumbuhkan pada media Nutrient Broth dan
diinkubasikan pada suhu 300C, digoyang pada shaker 100 rpm selama 24
jam. Ekstraksi DNA kromosom dilakukan
dengan metode Leach et al. (1992).
DNA
kromosom hasil ekstraksi divisualisasikan menggunakan elektroforesis gel
agarose 1% dalam buffer TBE 0.5X. Sebanyak 4 ml suspensi DNA ditambah 2 ml loading buffer dielektroforesis dengan voltase 80 V DC
selama 1 jam. Selanjutnya pita DNA
dilihat dengan UV transilluminator dan dipotret dengan kamera Polaroid.
Untuk
RAPD, primer yang digunakan adalah produk dari Pharmacia Biotech. Fraksinasi
fragmen DNA hasil RAPD dilakukan pada 3% agarose pada buffer TBE 0.5X. Sebanyak 5ml lisate hasil RAPD dicampur
dengan 5ml loading buffer, dirunning pada mesin elektroforesis
dengan arus 100 V selama 2 jam. Gel
hasil elektroforesis direndam dengan EtBr selama 10 menit dan dibilas dengan
air. Pita DNA dilihat dengan UV
transilluminator dan dipotret dengan kamera Polaroid. Pita-pita tersebut dibandingkan terhadap
masing-masing isolat untuk mengetahui keragamannya.
DAFTAR PUSTAKA
Baker, R. 1991.
Diversity in Biological Control.
Crop Protection 10: 85-94
Dowling, D. N. and
F.O'Gana. 1994. Metabolites of Pvetidtniotias involved in the
biocontrol plant diseases. J. Tibtech.
Elsever Science Ltd. 12:133-141
Efri. 1994.
Analisis aplikasi Pseudomonas kelompok
fluorescens dan Trichoderma viridae
Pers. X Gray untuk pengendalian layu fusarium pada tomat. Tesis Pascasarjana, IPB.
Hemming, B.C. 1990.
Bacteria as antagonists in biological control of plant pathogens. In: New Direction in Biological Control,
pp 223-242 (eds. By R. R. Baker and P.E. Dunn).
Kloepper, J.W., J. Leong,
M.Teintze, and M.N. Schruth. 1980. Enhanced plant growth by siderophores
produced by plant growth promoting Rhizobacteria. Nature 286: 885-886
Leach, J.E., F.F. White,
M.L.Rhoads & H. Heung. 1992. A repetitive DNA sequence differentiates Xanthomonas campestris pv. glycines from other pathovar Xanthomonas campestris. Mol.Plant-Microb. Interact. 3:238-246
Lindow, S.E., G. McGourty
and R. Elkins. 1996. Interaction of antibiotics with Pseudomonas fluorescens strain A506 in
control of fire blight and frost injury to pear. Phytopathology 86:841-848
Manuella, M., A. Suwanto & B. Tjahjono. 1997.
Keefektifan biokontrol Pseudomonas
fluorescens B29 terhadap Xanthomonas
campestris pv. glycines in planta. Hayati 4:12-16
Van den Bosch, R., P.S. Messenger and A. Gutierrez. 1982. An
introduction to Biological Control.
Plenum Press,